"Aaap .... pa?" Chatty terlihat gugup. Dia menelan ludahnya yang nyangkut tiba-tiba di tenggorokannya. Wajahnya merah seperti kepiting rebus, matanya yang indah membulat dan jangan lupakan mulutnya yang dipoles lipstik merah mengangga seperti orang bloon. Namun malah terlihat seksi di mata Ambara.
"Bukannya kau ingin menikah denganku? Bukannya itu cita-citamu? Jadi aku harus tahu bukan sebahagia apa aku jika menikahimu." Wajah Chatty memerah malu. Tawa Ambara terdengar lagi. Tangan pria itu meraih anggur yang tadi dibawa Chatty. Untuk gadis dewasa- gadis dihadapannya itu terlihat imut dan sangat polos, bahkan walaupun dengan make up smokey eyes yang dia gunakan pikir Ambara. Tipikal gadis yang belum pernah berpacaran.
"Jangan diminum. Kau sudah mabuk." Chatty mencoba menahan tangan Ambara. Manik mata pria itu menatapnya.
"Kau mencemaskan aku?" Anggukan kecil terlihat di wajah Chatty. "Kalau begitu minum denganku. Jadi aku hanya akan menanggung setengah dari kekuatan anggur ini kan?" Ambara menuang isi anggur pada gelas, menggoyang-goyangkan gelas dengan anggun lalu menyodorkannya pada Chatty yang jelas terdiam tanpa gerak. Kembali shock dan bingung.
Dia baru delapan belas tahun. Minuman itu seharusnya tidak boleh dia sentuh. "Ya, sudah. Biar aku yang menghabiskannya." Ambara menyesap minuman itu dengan perlahan. Menikmati tiap tetes wine yang menyentuh indra pengecapnya. "Wow anggur berkelas, tidak untuk disia-siakan!" Pekiknya saat anggur itu menyentuh alat pengecapnya.
"Aku membawakan yang terbaik untukmu. HJC. Henri Jayer Cros."
"Aku pernah mendengar nama itu. Kalau aku tidak salah harganya cukup mahal. Berapa bulan gaji yang kau habiskan untuk ini?" Ambara melirik dengan ekor matanya menatap seragam yang dikenakan gadis di hadapannya itu. Jelas gadis itu bukan berada di level manager, hanya pegawai front office hotel atau waiters dapur- tebaknya.
"Untukmu itu tidak masalah." Mata indah Ambara membulat lalu tawanya terdengar. Chatty jujur dia tidak keberatan jika dia harus menghabiskan uang tujuh puluh juta demi Ambara. Bahkan jika dia harus mengorbankan nyawanya pun untuk pria itu dia tidak keberatan. Tangan Ambara kemudian terjulur pada Chatty.
"Untuk seorang fans yang berharga sepertimu: kenapa kau masih berdiri di sana. Duduk di sini. Aku milikmu malam ini." Ambara berkata setelah menyadari wanita yang ada di hadapannya itu masih berdiri di posisinya. Biasanya para fansnya jika bertemu dengannya akan melompat dan mendekapnya bahkan sebelum dia menyadari hal itu. Biasanya semua wanita akan bergelayut mesra di tangannya atau menempel bagai permen karet memeluknya dan tak jarang rela menyerahkan diri buatnya jika dia tidak menahan diri.
Ambara mengulurkan tangannya. Chatty meraih jemari Ambara dan dengan gerak kaku menuruti pria itu saat menariknya ke sisi Ambara. Aku milikmu malam ini- kalimat yang meluncur dari bibir Ambara itu terngiang terus di benak Chatty membuat hatinya lebih mekar dari bunga di taman. Sekali lagi Ambara menjulurkan gelas anggur buatnya. "Kau harus meminumnya. Ini lezat sekali."
"Ambara, aku tidak minum wine." Chatty mencoba menolak, tapi Ambara jelas pria yang sulit ditolak.
"Hanya satu gelas." Mau tak mau Chatty menurut. Hanya satu gelas, pikirnya dan jangan lupakan bahwa satu gelas yang dimaksud Ambara juga bukan satu gelas yang terisi penuh hanya seperempat bagian dari gelas kristal berkaki jenjang- gelas yang sama yang diminum Ambara. Tidak akan menjadi masalah, pikir Chatty. Lalu perlahan dia menjulurkan jemari lentiknya meraih gelas yang ada di tangan Ambara dan menegak keseluruhan dengan cepat. Rasa wine langsung membakar tenggorokan Chatty membuat gadis itu terkejut dan terbatuk-batuk dengan wajah memerah apalagi saat tetesan wine menyusup memasuki batang hidungnya. Rasanya perih. Tawa terdengar dari bibir Ambara saat melihat reaksi gadis di hadapannya itu pada wine.
"Tenggorakanku sakit ... rasanya panas." Ambara lagi-lagi menyambut ucapan Chatty dengan tawa.
"Untuk seorang yang bekerja di hotel sebesar ini, bagaimana bisa kau tak tahu cara meminum anggur?" Ambara mengusap-usap ubun-ubun kepala Chatty entah buat apa. Dia merasa kasihan saat melihat bagaimana muka wanita itu memerah, tapi tetap tak berhenti dengan celotehannya, "Kau pikir itu air mineral? Kau menegaknya secepat itu ... Parah. Bagaimana bisa kau melupakan bahwa wine adalah minuman fermentasi karenanya mengandung kadar alkohol lebih tinggi dari beer apalagi air mineral. Minum perlahan." Bak anjing pudel di bawah belaian sang tuan- hati Chatty melonjak bahagia. Ambara membelai rambutnya. Apa kata teman-temannya, pikirnya: Joanna dan Lynne jelas akan iri padanya walaupun dia bisa mengesampingkan Almaera- sahabat cantiknya itu kurang normal karena tidak menyukai Ambara. Sudut bibir Chatty tak bisa menyembunyikan senyum manisnya.
"Nikmati. Seperti ini." Ambara mengajarkan Chatty cara berkelas meminum minuman itu. Kemudian menjulurkan segelas lagi pada Chatty yang tentu saja tidak bisa menolak Ambara.
Entah sejak kapan keduanya berbagi sebotol wine bersama.
"Apa wanita itu ... Orang yang mematahkan hatimu? Wanita yang kau ceritakan di majalah?" Chatty menatap wajah Ambara yang tengah memejamkan matanya.
"Dia selalu menjadi sebab luka di hatiku." Ambara membuka mata dan menatap wajah Chatty yang mengarah padanya. Kepala wanita itu ... bukan hanya kepala, tapi setengah tubuh wanita itu menyender di sandaran sofa dan menatapnya sedari tadi. "Aku tidak pernah menceritakan hal itu pada orang lain jadi jika ada yang mengetahui hal ini berarti itu dari mulutmu dan kau tahu aku akan menghukummu jika rahasia ini keluar."
"Tidak akan pernah keluar dari mulutku," janji Chatty sambil mengangkat dua jemarinya. "Stop mengingat wanita lain, kau punya wanita tercantik di dunia di sini yang bisa membuatmu bahagia dan melupakannya. Lihat saja jangan panggil aku Chatty kalau kau tidak bahagia malam ini." Chatty melompat dari duduk setengah nyungsep-nya. "Aku akan menunjukkan bakatku menirukanmu bernyanyi. Teman-temanku bilang aku jago untuk itu."
Sebentar saja Chatty sudah memasang gaya bak Ambara di panggung dengan mik di tangan dan kaki ngangkang, dia mulai menyanyikan salah satu lagu hits dari grup Niu San. Ambara yang menatapnya sampai tertawa terbahak-bahak.
"Aku nggak seperti itu," protes Ambara sambil berdiri mendekati Chatty yang tentu saja segera membantah ucapan Ambara.