After Senior High School

Elisabet Erlias Purba
Chapter #15

Keputusan Ambara

Ambara baru saja akan menuju ke kamar mandi usai kepergian para wartawan ketika suara sang managernya terdengar: "Dengan siapa kau bermalam semalam?" Pertanyaan itu membuat langkah Ambara terhenti sejenak, kemudian melangkah kembali- berpura-pura tak mendengar pertanyaan itu. "Sepatu ini milik siapa?" Tangan sang manager mengangkat sepasang sepatu ke hadapan wajah Ambara yang segera menghentikan langkahnya dan merampas sepatu itu. Lalu melangkah kembali.

"Ambara, apa kau tidur dengan seseorang kemarin malam?"

Ambara menghentikan langkahnya kembali. Memejamkan matanya dan menghela nafas. "Itu urusanku. Kau tidak bertanya pada Damitri atau yang lainnya saat mereka melakukannya. Jadi kenapa kau bertanya padaku? Apa yang punya hak untuk bersenang-senang hanya mereka?"

"Kau tidak biasanya begini. Ada apa denganmu? Apa ini karena Claudia dan Dimitri?"

Ambara memejamkan matanya sedetik. "Bisakah kau keluar sebentar? Aku akan siap dalam lima belas menit."

"Ambara, jangan membuat skandal. Kau jelas tahu ..."

"Tolong keluar."

"Itu bisa menghancurkan karirmu."

"Tolong keluar." Menghela nafasnya, sang manager melangkahkan kaki mengikuti keinginan Ambara.

"Baiklah. Kami tunggu kamu di bawah. Dalam dua puluh menit kita akan menuju ke bandara. Aku akan menyediakan sarapan untukmu di bus. Jangan telat, tepat jam dua belas siang nanti konser akan kita mulai di Sabang dan berakhir jam dua belas malam nanti di Merauke." Tama berlalu dari kamar itu dengan membawa koper pakaian Ambara untuk mempermudah cowok itu.

Ambara menghela nafas. Entah bagaimana kenangan tentang gadis cantik bernama Naina itu bermain di benaknya lagi. Jika bisa sebelum kembali ke Jakarta dia ingin bertemu gadis itu lagi, tapi jika tidak ... Dia akan menghubungi Naina setelah konsernya selesai.

Bergegas ke kamar mandi, Ambara membersihkan dirinya. Hanya butuh sepuluh menit demi mengejar waktu yang telah ditetapkan Mas Tama. Dia segera keluar dari kamar hotel tempatnya menginap, mengenakan masker dan topi menutupi wajahnya lalu memasuki lift menuju lantai bawah. Mas Tama bilang bus telah menanti tepat di depan pintu resepsionis hotel. Tangan Ambara menenteng plastik berisi sepatu Naina, dia akan menelpon Naina dengan alasan sepatu itu agar tidak terlihat bahwa dia mengejar-ngejar gadis ... Nggak Naina bukan gadis lagi sejak semalam- wanita itu. Ambara masih bergelayut dengan pikiran di benaknya ketika pintu lift terbuka dan dia segera melangkah menuju lobby hotel yang kali ini terlihat sepi. Ada empat pegawai front office yang berkerja di belakang meja lobby hotel yang dari kejauhan terlihat sedang sibuk, para tamu yang sepertinya baru turun dari bus pariwisata.

Ambara melintasi tempat itu. Ia tidak perlu melakukan pemberitahuan cek out dan mengurus segala macam semacam deposit yang tersisa -Mas Tama, sang manager mereka tentu telah menyelesaikan segalanya.

"Naina, lo dipanggil Bu Febby ke ruangannya."

Kalimat itu menghentikan langkah kaki Ambara yang tepat telah berada di depan pintu lobby. Seorang door man bahkan telah membukakan pintu buatnya. Dan entah mengapa dia memutar tubuhnya menuju lobby.

"Saya ingin bertemu Naina."

"Maaf, Pak, ada keperluan apa, ya dengan Naina? Kalau tentang reservasi kamar atau tentang komplain pelayanan Anda bisa memberitahunya pada kami. Kami akan dengan senang hati ..."

"Saya butuh bicara dengan Naina. Ini penting."

"Naina sedang dipanggil manager. Kalau Anda tidak keberatan Anda boleh menunggunya di sana." Salah satu resepsionis wanita di balik meja panjang menunjuk pada kursi tunggu di lobby. Ambara menghela nafas. Dia tidak akan bisa menunggu Naina. Membuka sedikit maskernya Ambara membiarkan sang pegawai front office itu melihat wajahnya.

"Amba ..." Gelengan kepala Ambara yang segera menutup kembali wajahnya dengan masker dan lengannya membuat pegawai hotel itu tak jadi meneriakkan namanya. "Saya boleh minta tanda tangan Anda?" Wanita itu menyodorkan kertas dari tempat kertas hotel dan Ambara buru-buru memenuhi keinginan pegawai front office itu.

"Saya tahu perbuatan Naina kemarin malam di pesta Anda salah. Jika Anda ingin melakukan komplain, saya bisa mengantarkan Anda ke ruangan manager."

"Naina ada di sana?" Pegawai hotel itu mengangguk. Ambara juga mengangguk. Dia ingin bertemu Naina sekali lagi. Wanita itu segera berbisik pada rekannya untuk menghandle pekerjaan yang dia tinggalkan sebelum berlalu mengantarkan Ambara.

Lihat selengkapnya