"Kenapa Lynne bisa semarah itu sama lo? Bilang sama gue kalau apa yang gue dengar itu nggak benar: kalau lo nggak benaran selingkuh sama Willy-kan? Lo sama Willy nggak beneran ciuman kan?"
"Teman-teman sekolah bilang sebelum sama Lynne, Willy sebenarnya sukanya sama gue. Lo tau itukan?"
"Maksud lo?" Mata Chatty melotot, "Lo beneran selingkuh sama Willy? Lo benaran ciuman sama dia?"
"Sekali saja dalam hidup gue. Gue mau punya hubungan dengan cowok baik yang benar-benar mencintai gue dan Willy cowok baik ..."
"Lo sadar nggak siapa Willy? Dia pacar sahabat lo! Nggak perduli sebaik apa pun Willy sama lo. Nggak perduli sesuka apa pun Willy dulu sama lo, dia milih Lynne buat jadi pacarnya. Sekarang dia pacar sahabat lo." Chatty mengguncang pundak Joanna, "Gue nggak nyangka lo bisa lakuin ini sama sahabat lo sendiri. Lo seorang Joanna Vanesa yang bisa mendapatkan cowok mana pun yang lo mau, tapi kenapa harus Willy? Lo tau gimana cintanya Lynne sama Willy-kan?"
"Gue tau gue bakal selalu salah di mata lo semua. Tapi gue rasa cuma cowok bule seperti Willy yang bisa nerima gue saat ini. Yang nggak bakal menganggap gue jijik. Yang nggak bakal mengungkit dosa masa lalu gue. Gue nggak virgin lagi, Chat."
"Apa?!" Chatty terdengar bak baru saja mendengar kabar buruk.
"Serius, Jo? Lo lakuin sama siapa? Bokap dan nyokap lo tau?"
Pertanyaan Chatty membuat Joanna menggigit bibirnya. Matanya memerah berkaca-kaca. Joanna menggelengkan kepalanya.
"Mas Indra ..." suara serak Joanna terdengar. Chatty memahami satu hal yang dulu jadi aneh di mata mereka: saat seorang Joanna- cewek incaran banyak cowok berakhir dengan menangis bombay karena putus dari Mas Indra- model senior tiga puluh tahunan yang menjadi patner Joanna di salah satu pemotretan majalah dan sama-sama menjadi brand image dari sebuah merk parfum nasional, padahal biasanya Joanna santai saja putus cinta. Chatty mendekap erat tubuh Joanna.
"Jangan nangis lagi, Jo. Lo punya gue. Gue janji bakal selalu ada buat lo," bisik Chatty sambil membelai rambut hitam Joanna."Stop memendam masalah ini sendiri," ujar Chatty dengan air mata berderai. Kali ini dia bahkan lebih cemas lagi pada keadaan dirinya. Bagaimana jika dia hamil dan Ambara tidak sudi bertanggung jawab padanya? Uhhh, iya, dia harus menelpon Ambara. Dia harus memastikan Ambara tidak membohonginya.
"Someday gue yakin lo pasti dapat cowok baik,"tambah Chatty lagi menguatkan Joanna. "Cowok baik yang mencintai lo dengan tulus tanpa melihat masa lalu lo walaupun gue harap cowok itu bukan Willy hingga persahabatan kita bisa tetap utuh dan akur."
"I hope so too," suara Joanna terdengar sengau diantara tangisnya.
***
"Lynne, kita bisa selesaikan ini semua. Lo dengerin dulu penjelasan Joanna. Maybe itu cuma insiden, semacam... Joanna kesandung dan jatuh, tapi terkena tubuh Willy." Almaera mencoba memberi ide yang bisa menenangkan perasaan Lynne walau itu terdengar seperti mengada-ada. Lynne sekejap menatapnya dengan pandangan setajam belati yang seakan-akan ingin menguliti tubuh Almaera. "Maybe ..," tambahnya dengan ragu membuat Lynne mengalihkan tatapannya, "Atau kalaupun itu terjadi ... Jelas itu cuma khilaf. Gue yakin sekarang Joanna pasti nyesal banget," Almaera mencoba menenangkan Lynne yang sepertinya tak mau mendengar apapun lagi. Dia sampai keteteran mengimbangi langkah kaki Lynne. Setiba di kamar hotel, Lynne segera mengepak seluruh pakaiannya. "Lo mau kemana?" Almaera menahan tangan Lynne yang saat itu tengah meraih pakaian dari lemari.
"Balik ke Jakarta. Gue nggak sudi di sini lagi."
"Tapi, Lynne ..."
"Al, tolong berhenti bicara. Berhenti minta gue mendengar penjelasan Joanna. Berhenti minta gue berpikir bahwa itu yang terjadi seperti yang lo omongin. Lo tau itu omong kosong. Joanna-orang yang gue anggap sahabat berciuman dengan pacar gue di belakang gue. Dua kali. Yang pertama bahkan mereka lakuin setelah Willy mencium gue ... itu ciuman pertama.gue ..."Suara Lynne terdengar bergetar. "Lo nggak tau gimana sakitnya, Al karena lo nggak pernah punya pacar."
"Lo mungkin benar gue nggak punya pacar. Gue nggak tau sakitnya dihiananti pacar, tapi lo harusnya ingat bahwa lo, gue, Chatty dan Joanna udah jadi sahabat sewaktu kita SMP dan itu jauh sebelum kita jumpa Willy. Sebelum Willy jadi pacar lo. Gue cuma nggak mau persahabatan kita hancur .."
Lynne menghentikan mengepak pakaiannya. Matanya menatap Almaera kembali dengan tajam. "Lo harusnya ngomong itu ke Joanna bukan ke gue!" Pekik Lynne tak terima, "karena bukan gue yang menghancurkan persahabatan ini, tapi dia!"
Almaera membisu diam dan hanya bisa memandangi bagaimana Lynne kembali memasukkan pakaian-pakaiannya ke dalam koper. Kali ini bahkan dengan sangat terburu-buru seakan Lynne juga muak berlama-lama di dekat Almaera. Almaera menghela nafas pelan. Nggak ada gunanya juga memberi Lynne masukan pendapat apa pun, sahabatnya itu sedang dalam posisi siap tempur dengan siapa pun yang dia anggap berseberangan.
Almaera hanya menatap bagaimana Lynne memasukkan pakaian-pakaiannya ke dalam koper. Pakaian-pakaian itu dimasukkan asal, dilempar begitu saja ke dalam koper bahkan bisa dikatakan acak-acakan alias jauh dari kata rapi. Tepat ketika itu suara ketukan pintu terdengar dan dengan setengah berlari Almaera membukakan pintu berharap itu Chatty atau Joanna yang akan bisa mencegah kepergian Lynne. Namun sosok di depan pintu itu bukan salah satu atau kedua sahabatnya itu, tapi Willy.