AFTER SEVEN YEARS

Anoi Syahputra
Chapter #7

Project Komando

“Aku keluar dari militer… bukan karena pensiun,” katanya pelan. “Ada alasan yang tidak pernah kusampaikan pada siapa pun.”

Wayne menahan napas, menunggu.

Bruce menarik napas panjang. Tatapannya kosong, seperti menembus tahun-tahun yang terkubur.

Lalu... ia mulai bercerita.

***

Negara saat itu berada di titik paling gelap dalam sejarahnya.

Serangan teror hampir setiap minggu: bom, penembakan, penyergapan konvoi militer.

Kelompok pemberontak dalam negeri semakin berani—bahkan mendapat dukungan dari negara musuh di perbatasan. Kota-kota besar berubah menjadi labirin posko militer. Distrik strategis jatuh satu per satu.

Pemerintahan goyah. Rakyat hidup dalam kepanikan tanpa henti.

Setiap rapat darurat menghasilkan satu kesimpulan yang sama: kita kalah langkah.

Bruce, waktu itu masih menjadi salah satu jenderal operasional tertinggi, masih mengingat aroma kopi dingin dan kertas basah yang mengisi ruang rapat darurat.

Setiap wajah di ruangan itu memikul beban yang sama—ketakutan bahwa negara tidak akan bertahan.

Sampai suatu malam, telepon pribadinya berdering. Nomor tidak dikenal, namun suaranya langsung membuat napasnya terhenti sejenak.

“Bruce. Datang ke B-12 sekarang. Sendirian.”

Itu suara PresidenPendek. Tegas. Tidak memberi ruang untuk bertanya.

***

B-12 adalah fasilitas yang bahkan sebagian besar perwira tinggi tidak tahu keberadaannya. Ruangannya berada jauh di bawah tanah, bau logam tua menempel di dindingnya.

Ketika Bruce masuk, yang hadir hanya segelintir orang: pejabat-pejabat militer teratas, presiden, dua dokter, dan beberapa ilmuwan berjas lab yang wajahnya pucat.

Pintu tebal itu menutup, mengunci mereka dari dunia luar.

Presiden berkata dengan suara rendah yang tidak bisa ditawar:

“Tidak ada satu pun dari isi rapat ini boleh keluar. Siapa pun yang membocorkan… termasuk keluarga mereka… akan lenyap.”

Lihat selengkapnya