Sore itu, ditemani bising kendaraan yang hilir mudik beraturan, aku berjalan dengan gaun syariku yang menyapu trotoar. Embusan angin mendorong lembut kain cadarku menyentuh pipi. Mengibarkan jilbab lebar yang kukenakan mengikuti turbulensi sang angin. Debu jalanan yang tengah asik bermain di udara memaksaku untuk sedikit menyipitkan mata.
Sampai akhirnya langkahku terhenti pada sebuah gang yang teridentifikasi sebagai alamat yang kucari. Tak lama, seorang wanita menghampiriku.
“Teh Dia ya? “ sapanya ramah.
“Iya, Teh Nurul?” jawabku tak kalah ramah.
“Iya, Assalaamu’alakikum..” sembari merangkulkan sebuah peluk.
“Wa’alaikumussalaam..” pelukku diiringi cipika-cipiki.
“Ayo, udah ada yang lain kok di rumah,” katanya sambil menggandengku menuju rumahnya yang berada tak jauh dari gang.
Sekumpulan wanita yang juga berpakaian sepertiku menyambutku hangat. Wajah-wajah lembut terlihat dari pancaran mata mereka yang teduh. Saat itulah untuk pertama kalinya aku menikmati perkenalan dengan nyamam. Biasanya si introver ini membenci pertemuan.
Setelah dirasa semua sudah berkumpul, pintu pun ditutup rapat. Teh Nurul selaku ketua meminta semua anggota untuk melepas cadar. Agar saling mengenal, katanya. Perbincangan berlanjut merencanakan agenda komunitas. Di antaranya adalah kegiatan pembagian makanan gratis untuk berbuka puasa yang akan segera kami laksankan. Oh iya, hari itu adalah pertemuan pertamaku dengan sebuah komunitas islami yang telah berhasil menarik semangatku untuk bergabung. Mottonya “melayani umat” membuat jemariku menghubungi sang ketua tanpa pikir panjang.
Sebagai anggota baru aku tidak merasa dianakbawangkan. Beberapa kali aku diberi kesempatan untuk turut memberikan saran yang ternyata selalu disambut baik oleh anggota lain. Canda tawa, ramah tamah dan seabrek rencana kegiatan komunitas yang berhasil tersusun hari ini adalah asupan nutrisi semangat baru untukku dalam berproses menjadi lebih baik.
Hari semakin larut, mentari mulai merambatkan jingganya yang menyelusup melalui jendela. Pertemuan selesai, satu persatu berpamitan pulang. Hingga tersisa aku sendiri yang masih menunggu jemputan. Kebetulan rumahku paling jauh dibanding anggota yang lain.