After The Throne

Caroline
Chapter #4

Chapter 3

25 tahun yang lalu.Kastil bezdez.Pukul sembilan malam




"Nak,ingatlah perkataan ayah.Kalian harus bersama dalam suka maupun duka,jangan pernah ada permusuhan bahkan pertengkaran diantara kalian."

Keluarga Raja Fernando V kini menikmati perkumpulan keluarga dengan menikmati malam hari didampingi teh hangat secara lengkap setelah beberapa bulan pria berusia tiga puluh lima tahun itu terlalu sibuk dengan urusan dalam negara.Kedua putri Raja Fernando V duduk bersebelahan dengan Ayah mereka beserta wanita cantik dengan sanggul di rambut disertai jebitan rambut angsa terselip pada rambutnya adalah permaisuri Bohemia, Ibunya.Elitera yang sedari awal mendengar perkataan sang ayah mengangguk kepala tanda mengerti sedangkan adiknya hanya menganggukkan kepala dengan posisi wajah mengarahkan mata ke arah langit karena yakin perkataan ayahnya akan berakhir

"Papa tetap akan berumur panjang hingga 100 tahun sampai papa dan mama melihat cicit kalian.Papa dan mama tenang saja kami tidak akan pernah mengangkat bendera perang......ADUHHHHH" ucapan Shieun lantas berhenti berganti rintihan kecil karena perempuan di sebelahnya menginjak kakinya sangat keras.Shieun mengadu kesakitan, "Kakakkk"

"Ya...kau mengapa..mengapa dengan kakimu?" Cemas Elitera pura-pura mengobati kaki adik perempuannya.

"Eliteraa" Permaisuri Mary menegur anak sulungnya.Elitera hanya cengingisan lalu menggaruk leher sejenak tak gatal, "maaf"

"Sakit tauu"

"Yaa..maafkan kakak.Bagian mana yang sakit.Biar kakak obatin?" tutur Elitera kini mengambil posisi jongkok untuk melihat jari-jari Sang adik. Shieun menatap jenuh, membiarkan kakaknya mengambil ahli

"Kalian berdua nihh," Pria itu Menggeleng-geleng kepala melihat tingkah kedua anaknya.

"Yang mulia,sepertinya anda harus menasihati mereka untuk tidak sering berantam."


.............


Malam Hari,Istana Topaz.Ruangan Pribadi Raja


  "Bagaimana caranya kau meyakinkan Yang Mulia?"

   Posisi Ernest yang duduk berjongkok dengan kedua tangan terlipat di dada dengan punggung bersender ke dinding lantas menoleh ke arah rekan kerjanya yang berdiri tepat di depannya, "Aku mengutarakan semuanya yang terlintas di pikiran saat itu,Friedrich."

Friedrich tetap menatap Jenderal,tetapi beralih dengan posisi kaki pria itu, "Kau tidak kelelahan kawan?"

Sang Jenderal menggeleng, "Tidak,aku hanya ingin seperti ini."

   Lelaki itu yang berbeda dua tahun dari Jenderal Militer menghela nafas sedalam mungkin.Ia tidak berkata apapun selama beberapa menit hingga sebuah pertanyaan melintas langsung dalam pikirannya.Ia berucap penuh ragu, "Jenderal Brunwich, mengenai perkataan anda sebelumnya.Kau sangat yakin?"

Sejenak Ernest mengernyit heran memikirkan maksud Friedrich, "Insting dari hati lebih nyata dari pikiran Tuan Breula."

Friedrich mengusap wajahnya kasar karena keringat pada wajahnya, "Aku tidak mengerti mengapa Para menteri melakukan penobatan dua hari kemudian? Apa mereka masih waras.Itu terlalu cepat."

"Hampir semua para menteri aku tidak bisa membedakan mana yang bersungguh maupun tidak kawan-" Ia sejenak terdiam karena memikirkandn sesuatu, "Entahlah kawan.Kepalaku saat ini meledak setengah.Kalau ada sampai masalah saat pengambilan ahli kekuasaan,aku akan langsung menjadikan mereka buronan."

Friedrich terkekeh pelan karena perkataan teman seangkatannya saat berlatih sebagai prajurit sungguh aneh, "Bagaimana kau bisa menendang orang-orang berpangkat kawan.Uang adalah segalanya."

"Jika para menteri tiba-tiba meminta Yang Mulia Shieun menikah.Maka aku menjadi orang pertama mengajukan pernikahan padanya untuk melamarku. Dengan itu aku menjadikan mereka buronan."

Friedrich mengangguk tetapi tidak lama kedua penglihatan lelaki itu membulat sempurna, seketika syok.Apa dia tertidur hingga bermimpi atau mabuk. Perkataanya bisa mengancam nyawanya sendiri.

"Kawan,kau sadar dengan perkataaanmu barusan?"

Lihat selengkapnya