Hari berikutnya, aku kembali ke rumah dengan perasaan lebih berat. Rasanya, setiap langkah yang kuambil malah semakin jauh dari jawaban yang kucari. Semua yang kulihat seolah mengaburkan ingatan, seperti ada tirai tebal yang menutupi kenyataan. Dunia ini begitu nyata, tapi juga terasa palsu. Semua orang melanjutkan hidup mereka, sementara aku terjebak dalam pencarian yang tidak kunjung berakhir.
Aku mulai mencari lebih jauh di dunia maya. Mencari nama Mika, mencoba mencari jejak digitalnya. Dulu, kami selalu update status bersama, berbagi cerita, foto—semuanya ada di dunia maya. Tapi kali ini, tidak ada. Aku mengetikkan nama lengkapnya di mesin pencari, berharap sesuatu akan muncul, tapi hanya hasil kosong yang muncul. Tidak ada jejak, tidak ada apa-apa.
Aku membuka akun media sosialku, melihat profilku yang kosong tanpa foto atau postingan terbaru. Dulu, Mika dan aku sering berbagi cerita di sini, bahkan kami saling menyebut satu sama lain dengan nama panggilan konyol yang hanya kami berdua tahu. Tapi sekarang, aku hanya bisa menatap layar kosong.
Aku merasakan perasaan aneh. Perasaan yang campur aduk antara takut dan kesal. Kenapa tidak ada yang mengingatnya? Kenapa hanya aku yang merasa dia pernah ada?
Tiba-tiba, ada notifikasi dari akun yang tidak kukenal. Aku klik, dan muncul sebuah pesan singkat:
"Jangan berhenti mencari."
Aku terkejut, jantungku berdegup cepat. Siapa yang mengirim pesan ini? Tidak ada nama pengirim, hanya pesan singkat yang terasa sangat mendalam. Pesan yang seperti datang dari tempat yang sangat jauh.
Aku ingin membalas, tapi entah kenapa, tanganku terasa berat. Seolah aku sedang berada di persimpangan jalan, dan setiap keputusan yang kuambil akan membawa aku ke jurang yang lebih dalam.
Tapi, aku tahu aku nggak bisa berhenti. Jika aku berhenti, maka aku akan kehilangan semua yang pernah ada. Jika aku berhenti, Mika akan hilang selamanya.
Aku menutup ponsel dan mengalihkan pandanganku ke luar jendela. Lalu aku teringat lagi pada buku catatan yang Mika berikan. Aku belum memeriksa halaman-halaman lainnya secara seksama. Mungkin ada petunjuk lebih banyak di sana.
Aku membuka buku itu lagi, kali ini membaca setiap kata dengan hati-hati. Halaman-halaman itu penuh dengan cerita tentang perjalanan kami, kenangan yang aku tidak bisa lupakan. Tapi tiba-tiba, di salah satu halaman, ada sebuah kalimat yang berbeda dari yang lainnya:
"Jangan percaya pada apa yang terlihat. Kadang, yang hilang itu bukan sesuatu yang nyata."
Aku merinding. Apa maksudnya? Apa yang Mika coba sampaikan padaku?
Aku menutup buku itu dan merenung. Mika tidak pernah menjadi orang yang gampang bicara tentang hal-hal misterius, tapi kalimat itu... terasa begitu dalam, begitu penting. Seperti sebuah peringatan.
Aku harus mencari tahu lebih banyak. Aku harus tahu siapa yang mengirim pesan itu, dan kenapa dunia ini berusaha menghapus semua kenangan tentang Mika.
Aku bertekad, kali ini aku tidak akan berhenti. Aku akan terus mencari, sampai aku menemukan apa yang sebenarnya terjadi. Meskipun itu berarti aku harus berhadapan dengan kenyataan yang mungkin tak bisa aku terima.
Aku melangkah keluar rumah dengan perasaan penuh pertanyaan. Hari ini, aku tidak hanya ingin menemukan Mika, tetapi juga jawaban atas pesan yang baru saja aku terima. "Jangan berhenti mencari." Kalimat itu terus berputar di kepalaku, seperti mantra yang tak bisa aku hindari.
Kepalaku terasa penuh, dan setiap sudut kota yang aku lewati tampak begitu asing, meski aku sudah sering melaluinya. Aku tahu dunia ini berubah, tapi tidak seperti ini. Seperti ada sesuatu yang menggeser semua kenangan, dan aku satu-satunya yang tersisa, bertahan dalam dunia yang semakin melupakan apa yang pernah ada.
Aku memutuskan untuk mengunjungi kantor polisi, tempat di mana aku pertama kali melaporkan hilangnya Mika. Mungkin ada sesuatu yang terlewatkan—sesuatu yang bisa membantu aku mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Aku tahu, ini bukan cara biasa untuk mencari orang hilang, tapi aku tidak punya banyak pilihan lagi.
Di ruang tunggu, aku duduk dengan tangan yang gemetar. Tak ada yang tahu betapa dalam kekhawatiranku. Betapa aku mulai meragukan semua yang aku lihat. Setiap hari yang berlalu membuatku merasa seperti ada yang mencuri kenanganku, mencuri dia dari ingatanku.
Seorang polisi muncul di depan pintu dan memanggilku. Aku berdiri, mengikutinya ke ruangannya. Dinding kantor itu dihiasi dengan foto-foto orang yang hilang, dan meja kerja penuh dengan berkas-berkas yang tak teratur. Tanda bahwa mereka sibuk, tetapi juga tampak sedikit terbengkalai.
"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" tanya polisi itu dengan nada datar.
Aku memandangnya tajam, mencoba melihat lebih dalam. Ada sesuatu di wajahnya yang tidak aku sukai. Seperti ada sesuatu yang dia sembunyikan.
"Aku datang untuk menanyakan tentang Mika. Dulu, dia menghilang—tapi aku merasa ada yang aneh. Seperti orang-orang di sekitarku lupa tentang dia. Apakah ada perkembangan?" tanyaku, mencoba terdengar tenang meski hatiku berdebar.
Polisi itu mengangguk pelan dan membuka sebuah berkas yang ada di meja. "Kami sudah melakukan pencarian menyeluruh, tapi sejauh ini tidak ada petunjuk baru. Saksi-saksi pun tidak banyak memberikan informasi yang jelas."