Afterimage

Penulis N
Chapter #7

7

Aku memegang kristal itu dengan hati-hati, merasakan getaran yang aneh saat jari-jari tanganku menyentuh permukaannya. Kristal itu bersinar terang, seolah-olah ada kehidupan di dalamnya, ada sesuatu yang menunggu untuk dilepaskan. Suara yang terdengar sebelumnya semakin jelas, dan kini seolah berbisik di telingaku, seakan mengingatkan aku akan sesuatu yang penting.

Aku menatap kristal itu, bingung. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa aku merasa seolah-olah benda ini adalah bagian dari takdirku? Semua ini terasa begitu aneh, begitu tidak nyata. Rasanya seperti aku sedang berada di sebuah mimpi buruk yang tidak bisa aku hentikan.

Namun, ada sesuatu yang menggerakkan aku untuk tidak melepaskan kristal itu. Mungkin ini adalah satu-satunya cara untuk menemukan jawaban yang aku cari. Aku harus tahu apa yang terjadi, dan kenapa keluargaku terjebak dalam misteri ini.

Dengan tekad yang semakin bulat, aku membuka mulut dan berbicara dengan suara pelan, hampir berbisik, "Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa aku di sini? Apa yang harus aku lakukan?"

Tiba-tiba, kristal itu bersinar lebih terang, dan dalam sekejap, ruang di sekitarku berubah. Lorong yang tadinya gelap dan sunyi kini berubah menjadi sebuah ruang yang penuh dengan cahaya, namun juga terasa sangat asing. Suasana itu begitu intens, hingga aku hampir tidak bisa bernapas.

Suara itu kembali terdengar, lebih jelas dari sebelumnya, "Kau telah memilih jalan yang penuh risiko, Nara. Tapi itu adalah jalan yang harus dilalui. Dunia ini lebih besar dari yang kau pikirkan, dan kebenaran yang kau cari adalah kunci untuk mengubah segalanya."

Aku terdiam. Suara itu terdengar semakin akrab, meskipun aku tidak tahu dari mana asalnya. Seperti suara ayah, tapi juga bukan. Aku merasa seperti suara itu adalah gabungan dari kenangan dan mimpi buruk yang tidak pernah kutemui sebelumnya.

Tiba-tiba, gambar-gambar yang melayang di udara mulai menghilang, dan aku melihat sosok di depanku. Seorang pria, tinggi dan ramping, dengan mata yang penuh ketegasan. Wajahnya tampak familiar, tetapi aku tidak bisa mengingat dari mana aku mengenalnya. Suasana semakin mencekam saat dia mulai berbicara.

"Aku tahu kau ingin tahu, Nara. Tapi kadang-kadang, kebenaran itu lebih sulit diterima daripada yang kau bayangkan."

Aku terpaku, mencoba mengenali wajah itu. Tapi semakin aku menatapnya, semakin aku merasa dia adalah bagian dari sebuah teka-teki besar yang belum terpecahkan.

"Siapa kamu? Apa yang terjadi dengan ayahku?" tanyaku, suara bergetar.

Pria itu tersenyum samar, namun senyum itu tidak mengurangi rasa takut yang aku rasakan. "Ayahmu adalah bagian dari cerita ini, Nara. Namun ada lebih banyak lagi yang harus kau temui. Kunci itu ada di tanganmu, tetapi apakah kau siap menghadapinya?"

Aku menggenggam kristal itu lebih erat, merasa ada sebuah kekuatan yang tumbuh di dalam diriku. "Apa maksudmu?"

Pria itu menggelengkan kepala, seolah tahu betul bahwa aku belum siap untuk menerima kebenaran yang sesungguhnya. "Semua akan terungkap pada waktunya. Tetapi satu hal yang pasti, kau tidak bisa kembali. Tidak ada jalan mundur setelah ini."

Kata-kata itu menghantamku. Tidak ada jalan mundur. Itu berarti, tidak ada pilihan lain selain terus melangkah maju, meskipun aku merasa takut dan tidak tahu apa yang akan aku temui. Apakah aku benar-benar siap?

Tiba-tiba, pria itu menghilang begitu saja, seolah-olah dia tidak pernah ada. Ruangan yang semula terang itu kembali gelap, dan hanya ada kristal di tanganku yang bersinar dengan lembut.

Aku berdiri di tengah ruangan, merasa bingung dan takut. Tidak ada petunjuk lebih lanjut, tidak ada jalan lain yang harus kutempuh. Namun, satu hal yang aku tahu pasti — aku tidak bisa berhenti sekarang. Terlalu banyak yang harus kutemukan, dan terlalu banyak yang harus kutahu.

Aku memutuskan untuk melangkah keluar dari ruangan itu. Kristal di tanganku menyala semakin terang, dan aku merasakannya, seolah kristal itu memanggilku untuk melangkah lebih jauh, ke dalam kegelapan yang lebih dalam lagi.

Aku tidak tahu ke mana langkah ini akan membawaku, tapi aku tahu satu hal — dunia ini lebih besar dan lebih kompleks daripada yang pernah aku bayangkan. Dan aku siap untuk menghadapi semuanya, apapun itu.

Langkahku terasa semakin berat, seolah-olah ruang di sekitarku semakin mengecil, menekan tubuhku dengan setiap detiknya. Kristal yang aku genggam bersinar lebih terang, memberi petunjuk, namun juga semakin menambah ketegangan di dalam dada. Ruang di sekitarku sudah berubah lagi, kini tak ada lagi lorong atau ruangan terang. Yang ada hanya ruang gelap yang luas, seperti labirin tak berujung.

Aku melangkah lebih jauh, merasa bahwa setiap langkahku membawa aku semakin dalam ke dalam misteri yang tak terpecahkan. Namun, ada sesuatu yang mengganggu pikiranku, suara itu lagi. Suara yang terdengar di dalam kepala, tapi kali ini lebih jelas, lebih terarah.

"Kau sudah di jalur yang benar, Nara. Tapi, ingatlah satu hal. Waktu tidak selalu berjalan sesuai keinginanmu. Ada saatnya kau harus menghadapi kenyataan yang tak bisa kau hindari."

Aku berhenti sejenak, mencerna kata-kata itu. Waktu. Aku merasa seperti berada di dalam mimpi, di dalam sebuah permainan di mana aturan-aturannya tidak pernah jelas. Waktu bisa melambat atau berlari, bisa berputar atau berhenti begitu saja.

Di depanku, sebuah cahaya kecil mulai muncul. Aku mengikuti cahaya itu dengan langkah hati-hati, menyadari bahwa ini adalah satu-satunya petunjuk yang bisa kuberikan. Cahaya itu semakin dekat, dan ketika aku hampir mencapainya, tiba-tiba ia menghilang, membuatku terhenti sejenak.

Lihat selengkapnya