Aku berdiri terpaku di tengah ruangan yang luas dan penuh dengan kaca-kaca yang mengambang. Setiap langkah terasa semakin berat, seolah ada sesuatu yang membelenggu tubuhku. Meski tubuhku tampak di tempat yang sama, pikiranku berputar-putar, mencoba memahami segala hal yang baru saja terjadi. Pilihan. Apa yang sebenarnya dimaksud oleh sosok itu? Apa yang harus kutunggu setelah semua ini?
Aku melangkah lebih dalam ke ruangan tersebut, mencoba mengumpulkan keberanian. Setiap kaca yang mengambang itu memiliki kilau yang aneh, seperti potongan-potongan kenangan yang tak pernah kusesali, namun juga tak pernah bisa kulupakan. Aku merasakan kehadiran bayangan, sesuatu yang tak tampak oleh mata, namun terasa dalam setiap helaan napasku. Seperti sebuah hal yang mengikutiku, menunggu saat yang tepat untuk muncul.
Tiba-tiba, dari dalam bayangan, suara itu terdengar lagi.
"Apa yang kau cari, Nara?" suara itu penuh dengan ketenangan yang mencemaskan. Suara yang aku kenal, tapi tak bisa kubedakan apakah itu nyata atau hanya halusinasi.
Aku menoleh, mencoba mencari sumber suara tersebut. Namun, yang kulihat hanya bayangan di sudut-sudut ruangan. Aku bisa merasakan, seolah setiap sudut tempat ini memiliki ceritanya sendiri, setiap bagian dari dunia ini mengandung kekuatan yang menunggu untuk dilepaskan.
"Aku... Aku mencari jawaban." Suaraku terdengar seperti sebuah desahan, lebih lemah dari yang kuinginkan.
"Jawaban...?" suara itu kembali terdengar, lebih dekat sekarang. "Apakah kau siap dengan jawaban yang sesungguhnya, Nara?"
Aku tak bisa menjawab. Bukankah jawabannya sudah jelas? Apa yang aku cari selama ini adalah kebenaran, bukan? Aku ingin tahu mengapa aku di sini, mengapa dunia ini begitu asing, dan kenapa aku merasa seperti aku tidak sepenuhnya hidup.
"Kebenaran... Aku tidak tahu apakah aku siap," jawabku dengan suara pelan, kebingunganku semakin mendalam. Aku berbalik, memandang sekeliling dengan perasaan yang semakin berat. "Aku ingin tahu siapa aku, dan apa yang harus kulakukan untuk keluar dari sini."
Suara itu terdiam sejenak, seolah mempertimbangkan jawabanku. Lalu, dengan lembut ia berkata, "Kau ingin tahu siapa dirimu, Nara? Tapi tahukah kau apa yang terjadi setelah kau mengetahui segalanya? Tidak ada jalan yang kembali."
Aku menunduk, mencerna kata-katanya. Tanpa sadar, aku merasakan ketakutan yang mulai merayapi diriku. "Apa maksudmu?"
"Apa yang kau lihat, apa yang kau tahu, akan mengubah segalanya. Tak ada lagi masa lalu yang bisa kembali. Jika kau tahu siapa dirimu, kau juga harus siap dengan apa yang akan hilang."
Kata-kata itu terus bergaung di dalam pikiranku. Aku merasa semakin terperangkap dalam labirin pemikiran yang tak berujung. Dunia ini, sosok itu, dan kata-kata yang tak pernah selesai... semuanya mulai membebani pikiranku.
"Aku siap," aku berkata dengan tegas, meski hatiku berdebar. Ini adalah ujian, aku tahu itu. Aku harus siap, apapun yang terjadi.
Namun, setelah aku mengucapkannya, ruangan itu berubah. Cahaya yang semula tenang mulai bergetar. Kaca-kaca yang mengambang itu mulai berputar, menciptakan tornado yang membumbung tinggi, dan suara itu kembali terdengar, lebih kuat kali ini.
"Kau yakin, Nara?"
Aku merasakan kehadirannya semakin mendekat, dan kali ini, aku bisa merasakannya lebih jelas daripada sebelumnya. Suara itu bukan hanya ada di telingaku, tetapi juga ada di dalam pikiranku. Seperti bayangan yang menjalar, menuntunku untuk melihat kebenaran yang tersembunyi.
Aku memejamkan mata, mencoba menenangkan diriku. Saat aku membuka mata, aku tidak lagi berada di ruangan itu. Sekarang, aku berdiri di sebuah jalan yang sangat familiar, namun terasa sangat asing. Aku tahu tempat ini. Ini adalah jalan yang sering aku lalui dahulu, jalan yang mengarah ke rumahku. Namun, kali ini, ada sesuatu yang aneh.
Tidak ada orang. Tidak ada suara.
Aku melangkah maju, merasakan beban yang semakin berat. Aku tahu, di balik setiap langkah, aku semakin dekat dengan jawaban yang sudah lama kucari. Namun, apakah aku benar-benar siap?
Aku berhenti di depan rumah yang kukenal. Semua tampak begitu nyata, namun juga sangat jauh dari kenyataan yang kuharapkan. Seperti sebuah kenangan yang tak ingin kubangkitkan, namun kini harus aku hadapi.
Di depan pintu rumah itu, sosok lain berdiri menungguku. Sosok yang aku kenali.
"Apakah kau sudah siap?" katanya dengan suara lembut.
Aku mengangguk perlahan, meski ketakutan masih menyelimuti hatiku. "Ya."
Dengan langkah ragu, aku membuka pintu itu. Di dalamnya, aku tahu aku akan menemukan jawaban yang selama ini aku cari. Jawaban yang tak akan pernah kutemukan di dunia yang dulu aku kenal.
Pintu itu terbuka perlahan, dan dunia di baliknya seolah mengalir seperti sungai yang penuh dengan kenangan yang tak terhitung. Aku melangkah masuk dengan hati yang berdegup kencang. Setiap sudut ruangan terasa familiar, seperti rumah yang sudah lama tidak kudatangi, namun ada sesuatu yang berbeda—sesuatu yang terasa lebih gelap.
Di dalamnya, segala benda tampak terbalik, tidak pada tempatnya. Lantai yang biasanya rata kini tampak retak, dan dinding-dindingnya dipenuhi noda yang sepertinya tak bisa dihapuskan. Aku melihat ke sekelilingku, mencoba mencerna apa yang terjadi. Ada sesuatu yang salah, tapi aku tidak tahu pasti apa.