Afterimage

Penulis N
Chapter #15

15

Hari-hari setelah percakapan dengan Rey terasa berlalu lebih cepat dari yang aku kira. Meskipun aku masih merasa bingung dan tak tentu arah, aku mulai menyadari bahwa hidup ini tidak bisa hanya berfokus pada kenangan dan masa lalu. Danu sudah memilih jalan hidupnya, dan aku, meskipun terluka, harus bisa menerima kenyataan itu.

Aku memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Tidak ada salahnya mencoba membuka diri untuk hal-hal baru, bukan? Setiap kali aku merasa terpuruk, aku mengingat perkataan Rey. Aku harus melangkah maju.

Keputusan pertama yang kuambil adalah memulai hari-hariku dengan sesuatu yang menyenangkan. Aku kembali ke hobiku, melukis. Selama ini, aku merasa seolah aku kehilangan warna dalam hidupku, tapi melukis memberiku ruang untuk mengekspresikan diri tanpa kata-kata. Itu seperti cara terbaik untuk berkomunikasi dengan perasaan yang selama ini terpendam.

Kegiatan itu tak langsung menyembuhkan hatiku, namun perlahan memberikan ruang bagi diriku untuk bernapas. Aku kembali melukis dengan penuh perasaan, mengikuti alur emosi yang datang begitu saja. Terkadang, aku merasa seperti aku sedang berbicara dengan Danu melalui setiap goresan kuas. Mungkin dia tidak ada di sini lagi, tetapi melalui lukisan ini, aku bisa mengenangnya.

Hari demi hari, aku mulai menemukan sedikit cahaya dalam kegelapan. Aku bertemu dengan orang-orang baru, memulai percakapan yang tidak melibatkan Danu, dan itu sedikit banyak membantuku untuk bergerak maju. Ada Rey, yang selalu ada untuk mendengarkan, meskipun kadang-kadang aku merasa bingung dengan intensitas perhatian yang dia berikan.

Suatu pagi, ketika aku sedang menatap lukisan baru yang kuproduksi, ponselku berbunyi. Aku mengambilnya, melihat nama yang muncul di layar. Ternyata, itu adalah pesan dari Maya, sahabat lama yang sudah lama tak terdengar kabarnya.

"Maya?" aku bergumam. Dengan sedikit rasa penasaran, aku membuka pesan itu.

"Nara, aku tahu kita sudah lama tidak berbicara, tapi aku ingin ajak kamu ke suatu tempat. Ada tempat yang bisa kamu kunjungi, yang menurutku akan memberi pencerahan."

Aku sedikit terkejut, tetapi rasa penasaran lebih dominan. Maya selalu memiliki cara untuk mengajak orang keluar dari zona nyaman mereka. Mungkin ini saatnya untuk benar-benar membuka diri dan mencoba sesuatu yang baru.

Aku membalas pesan itu, "Baik, kapan?"

Pagi berikutnya, aku bergegas bersiap untuk bertemu dengan Maya. Aku tidak tahu apa yang dia rencanakan, tetapi rasa penasaran itu sudah cukup kuat untuk mengalahkan rasa takut yang sejak semalam sempat menghantui pikiranku.

Aku mengenakan pakaian santai dan bergegas keluar menuju tempat yang telah disepakati. Beberapa kali aku melihat ponselku, memastikan aku tidak ketinggalan informasi atau alamat. Sebenarnya, ada sedikit ketegangan dalam diriku. Setelah sekian lama terkurung dalam rutinitas yang sama, rasanya seperti melangkah ke dunia yang asing, tempat yang bisa saja membawa perubahan besar.

Saat aku tiba di sebuah kafe kecil yang tersembunyi di antara gedung-gedung tinggi kota, aku melihat Maya sedang duduk di meja pojok, wajahnya cerah dan penuh semangat. Seperti biasa, dia tampak begitu percaya diri. Aku menghampirinya, dan dia tersenyum lebar begitu aku duduk.

"Kamu datang juga," katanya dengan suara ceria. "Aku tahu kamu akan terkejut, tapi aku janji, ini akan menyenangkan."

Aku hanya mengangguk sambil mencoba tersenyum. "Apa yang akan kita lakukan, Maya?"

Maya mengangkat gelas kopi dan menatapku dengan serius. "Aku tahu kamu sedang berjuang, Nara. Aku paham, karena aku juga pernah merasakannya. Tapi kadang, kita harus pergi keluar dari zona nyaman untuk bisa melihat dunia dengan cara yang berbeda."

Aku mengernyitkan dahi. "Maksudmu?"

Maya menatapku dalam-dalam, seakan bisa membaca pikiranku. "Aku ingin kamu ikut denganku ke tempat yang berbeda, sebuah tempat yang mungkin bisa membantu kamu melihat perspektif yang baru. Tempat yang jauh dari semua kenangan tentang Danu, jauh dari segala yang kamu tahu."

Aku merasa ada sesuatu yang tak biasa dalam cara Maya berbicara, seperti dia sedang menawarkan suatu pengalaman yang luar biasa. Meski ragu, aku merasakan ada kebenaran dalam kata-katanya. "Aku siap mencoba, Maya. Tapi apa yang harus kulakukan?"

Maya tersenyum lebar. "Kamu tidak akan menyesal. Ayo, ikut aku. Aku sudah pesan tiket."

Lihat selengkapnya