Keesokan harinya, aku merasa ada sedikit perubahan di udara. Meskipun masih banyak yang perlu diubah, ada sesuatu yang berbeda. Kami mulai berbicara lebih banyak, tidak hanya tentang hal-hal sehari-hari, tetapi juga tentang perasaan kami. Bukan percakapan panjang lebar, hanya kata-kata yang lebih tulus dan lebih hati-hati.
Kami mulai mengenali ketakutan masing-masing, dan aku merasa, meskipun masih banyak yang perlu diselesaikan, kami setidaknya sedang berusaha. Hari-hari itu terasa berat, tetapi sedikit demi sedikit, kami mulai membangun kembali komunikasi yang pernah hilang.
Aku menyadari bahwa kami berdua harus belajar untuk memaafkan, baik diri sendiri maupun satu sama lain. Kami tidak bisa terus berjalan dengan beban masa lalu yang mengikat kami, karena itu hanya akan membuat kami semakin jauh. Kami perlu memberikan kesempatan pada diri kami sendiri untuk memperbaiki keadaan.
Namun, meskipun ada kemajuan, aku tahu bahwa perjalanan ini tidak akan mudah. Ada banyak hal yang harus kami atasi, dan banyak ketakutan yang masih menghantui kami berdua.
Satu sore, aku mengajak Nara untuk berjalan-jalan di taman dekat rumah. Udara yang sejuk membuat perasaan kami sedikit lebih ringan, dan meskipun jarak di antara kami masih terasa, kami berusaha menikmati waktu itu. Aku tahu kami sedang dalam proses, dan meskipun masih banyak yang perlu dilakukan, aku mulai merasa ada secercah harapan.
"Kamu ingat, dulu kita suka jalan-jalan seperti ini?" tanyaku, mencoba membuka percakapan yang lebih ringan.
Nara menoleh padaku, dan ada senyum kecil di wajahnya. "Iya, aku ingat. Rasanya seperti sudah lama sekali. Aku rindu waktu-waktu seperti itu."
Aku tertawa pelan. "Aku juga. Rasanya seperti kita kehilangan banyak hal, tapi kalau kita bisa kembali, mungkin kita bisa menemukan yang hilang itu lagi."
Nara menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan. "Aku ingin percaya itu. Aku benar-benar ingin."
Kami terus berjalan tanpa banyak bicara, tetapi tidak ada lagi keheningan yang menekan. Keheningan kali ini terasa lebih tenang, lebih penuh pengertian. Kami tahu bahwa perjalanan kami baru saja dimulai, tetapi setidaknya kami sedang melangkah bersama, meskipun pelan.
Sesampainya di rumah, kami duduk bersama di ruang tamu. Tanpa banyak kata, kami hanya menikmati kebersamaan yang mulai terasa lebih nyaman. Mungkin ini adalah langkah pertama dari banyak langkah yang akan datang.
"Apa yang kamu rasakan sekarang?" tanya Nara tiba-tiba.
Aku merenung sejenak, berpikir sejenak sebelum menjawab. "Aku merasa lebih tenang. Aku tahu kita masih harus banyak memperbaiki, tapi setidaknya kita mulai berbicara lagi. Itu sudah cukup untuk sekarang."
Nara tersenyum kecil. "Aku merasa hal yang sama. Aku ingin kita terus mencoba, meskipun aku tahu nggak gampang."
"Aku juga. Tapi aku percaya kalau kita berdua saling berusaha, kita bisa melewati ini."
Kami saling memandang, dan untuk pertama kalinya dalam waktu lama, aku merasa ada harapan. Mungkin bukan harapan yang besar, tapi cukup untuk memberi kami kekuatan untuk terus melangkah.
Malam itu, aku tidak bisa tidur. Pikiran-pikiran tentang segala yang belum terungkap dan perasaan yang masih mengambang membuat mataku terjaga. Aku tahu, meskipun kami mulai berbicara lebih banyak, ada hal-hal yang belum sepenuhnya kami bicarakan. Ada luka yang masih belum sembuh dan pertanyaan yang belum terjawab. Kadang, aku merasa seperti kami hanya berputar-putar tanpa bisa maju lebih jauh.
Aku berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit yang gelap. Nara tidur di sebelahku, tetapi aku bisa merasakan adanya jarak di antara kami. Jarang ada malam yang terasa begitu sunyi, bahkan ketika kami berada di satu ruangan yang sama.