Diceritakannya kronologi kejadian yang Radmila alami di depan polisi tampan dihadapannya. Radmila tidak sendirian. Ketika ia memberontak dihadapan pria paruh baya dan satpam CV Maju Dua, datang lagi beberapa orang yang juga mengaku diterima kerja di CV Maju Dua itu.
Radmila kecewa bukan main. Ia kena tipu. Betapa bodohnya ia, dan betapa lihainya penipu itu menciptakan sebuah drama perekrutan besar-besaran mengatasnamakan perusahaan yang terbilang baik-baik saja reputasinya. Polisi telah menerima laporan Radmila dan korban lainnya. Polisi berjanji bahwa akan diusut secepat mungkin.
Radmila meneteskan airmata, tidak ingin pergi dari hadapan polisi itu. Radmila belum rela jika kasus yang menimpanya tidak segera dikerjakan. Namun polisi tampan itu mengusirnya secara halus dan mencoba menenangkan Radmila untuk tabah. Diperlakukan seperti itu justru membuat Radmila semakin deras mengeluarkan airmatanya.
Ia belum memberitahu keluarganya tentang ini. Ia terlalu malu untuk mengakuinya. Bagaimana caranya memberitahu orangtuanya? Terlebih, keluarganya tidak tahu jika ia membayar uang untuk bekerja. Radmila tidak ingin orangtuanya berpikir jika ia mencoba menyuap agar bisa bekerja disana.
Radmila tidak berani pulang sampai sore nanti. Ia sibuk menangis di depan kantor polisi seorang diri. Beberapa orang hanya melihatnya, tidak berani mendekat karena takut justru membuat wanita berparas ayu itu tidak nyaman.
Seseorang menepuk pundaknya pelan. Selembar tissue melambai-lambai tepat di depan wajah Radmila yang tertunduk dan menutupi wajahnya yang penuh dengan airmata.
Radmila menangis lebih keras saat mengetahui seseorang yang memberinya tissue. Ia merasa terusik dengan kehadiran Giandra.
"Kenapa menangis? Kamu ngapain di sini?" tanya pria bersuara berat itu sambil duduk di samping Radmila.
Radmila tidak menjawab. Dia masih sibuk menangisi nasibnya.
"Rad, nangisnya berhenti dong. Malu dilihat orang-orang. Dikira aku ngapa-ngapain kamu."
"Mas Gi pergi saja. Jangan ganggu aku."
"Nggak mau. Disini kan ruang tunggu. Kamu saja yang pergi," kata Giandra santai. Radmila yang masih tertunduk lesu menggerakkan tubuhnya, beranjak dari duduknya agar menjauh dari kakak kelasnya yang menyebalkan.
"Mau kemana? Disini saja. Aku cuma bercanda. Aku temani kamu menangis. Tenang." Giandra menarik tangan Radmila yang hangat dan basah. Wajah Radmila berantakan.
Radmila tetap pergi. Ia sesenggukan menyapu airmata yang terus tumpah dipipinya yang halus itu, mencoba menghentikan tangisnya sambil menarik napas dalam-dalam. Kembali duduk di tempat lain untuk menghindari Giandra.
Giandra mengikuti Radmila terduduk, menepuk punggung Radmila agak keras. Radmila mendadak tidak sesenggukan lagi meski punggungnya agak sakit ditepuk keras oleh Giandra. Nyatanya, nafasnya lebih stabil.