Giandra mengunyah kacang mengusir ketegangan sambil menunggu acara meet and great novelnya dimulai.
"Mas Gi, mas Gi! Teledor sekali. Kenapa ponsel bisa ditinggal di mejaku? Ada telepon, nih." Radmila terhuyung-huyung membawa ponsel ke arah Giandra bersinggah.
Giandra segera mengangkat telepon itu panik.
"Halo? Iya, Pak? Iya benar saya sedang di kantor Paramedia. Bapak sudah di sini juga?" Giandra terperanjat ketika si penelpon itu adalah utusan dari Kejati untuk mengawasi Giandra di acaranya.
Tampak dua orang polisi mengenakan pakaian dinas, berdiri mondar-mandir di depan kantor Paramedia. Gerak-geriknya mengamati keadaan sekitar. Giandra mengenal salah satu dari mereka. Dihampirinya kedua pria 40-an itu dengan wajah sumringah.
"Bagaimana kabarnya, Pak Yono?"sapa Giandra sambil mengulurkan jabatan tangan pada kedua jaksa itu.
"Baik, Mas Giandra. Mas Giandra bagaimana kabarnya?"
"Baik, Pak. Sehat-sehat."
"Kelihatan dari raut wajahnya, lebih segar."
Giandra senyum-senyum menerima pujian Pak Yono yang menepuk bahunya beberapa kali.
"Kata orang kantor, kamu jadi bintang tamu di acara ini."
"Iya, Pak. Seminggu yang lalu saya minta izin sama Pak Kepala mau me-launching buku terbitan saya," ujar Giandra santun.
"Bagus, bagus. Acaranya sudah dimulai?"
"Belum, Pak. Setengah jam lagi dimulai. Acaranya ada di studio lantai 2, Pak."
"Senang mendengar ada kemajuan positif dari kamu. Semoga lancar acaranya, kami standby di sini. Tidak perlu takut."
Giandra meringis, Pak Yono seakan membaca isi pikirannya.
"Terima kasih, Pak. Saya siap-siap dulu."
Pak Yono mempersilakan pemuda di depannya berlalu, bersama rekannya dia kembali mengamati gedung perkantoran Paramedia.
Sambil menarik nafas, Giandra kembali ke ruangan Rina dengan perasaan setengah lega.
"Itu siapa, Mas?" tanya Radmila tiba-tiba mengagetkan Giandra dari balik pintu.
"Kodok, kodok, kodok! Astaga, Rad. Ngagetin aja!"
Radmila membiarkan Giandra hampir terjengkang ke belakang akibat reaksi terkejutnya.
"Maaf, deh. Itu polisi?"
"Iya. Tenang saja, mereka tidak memantau siapa-siapa. Mereka hanya mengawasiku. Tidak perlu takut," ujar Giandra sok tenang. Radmila memandangi raut wajah Giandra yang memucat.
"Mas Gi tidak apa-apa, kan?" tanya Radmila memasang wajah cemas. Tangannya menyentuh pundak Giandra lama.
"Aku baik-baik saja. Yang tidak baik-baik saja itu acara ini, bagaimana jadinya jika aku salah ucap? Lihatlah, pengunjungnya ramai."
Dari balik panggung, Giandra dan Radmila sama-sama mengintip kerumunan orang yang hadir di acara meet and great itu.
"Mas Gi, aku ulangi lagi. Fokus untuk membicarakan naskahmu. Aku sudah bilang MC, untuk tidak memberikan pertanyaan tentang itu."
Giandra menyetujui saran Radmila.
"Aku berada di samping panggung. Panggil aku kalau butuh apapun. Oke?"
Giandra mengangguk lagi.
"Mas Gi punya public speaking yang bagus. Jangan hilangkan bakat itu. Aku percaya Mas Gi bisa," tutur Radmila masih menepuk-nepuk pundak Giandra pelan.
Giandra menarik napas panjang dan meyakinkan diri sendiri jika dirinya bisa. Bertemu orang banyak adalah pekerjaannya terdahulu. Pekerjaan yang membuatnya menarik untuk dijadikan sebagai tangan kanan, yang akhirnya tidak membuahkan hasil bermanfaat.
Ini naskahnya. Ini impiannya.