Tidak ada yang menyangka, langkah kaki Pinot dan Radmila menimbulkan jeritan histeris di tengah hutan gelap itu.
Pinot menggenggam erat pergelangan tangan Radmila. Kedua orang itu terperosok ke tepi jurang. Radmila tidak berani bergerak. Tubuhnya bergetar akibat dinginnya malam hari bercampur ketakutan.
"Pin, bantu aku naik, Pin," ujar Radmila memohon. Pinot mengatur nafasnya yang memburu.
"Pegang akar disitu, Rad. Jangan lepaskan tanganku sebelum kamu bisa pegang akar itu," perintah Pinot pada Radmila. Radmila mencoba meraih akar pohon yang ada di atas kepalanya. Berhasil.
Posisi kedua mahasiswa baru ini seperti cicak yang sedang merayap di dinding. Radmila menangis ketakutan. Tangannya menggenggam erat akar-akar pohon dan tangan kirinya digenggam erat oleh Pinot.
"Tolong! Tolong! Kita terjebak di tepi jurang! Kakak Senior!" teriak Pinot dan Radmila dengan suara tersisanya. Bantuan tak kunjung datang, Radmila mulai lelah berpegangan pada akar-akar itu. Tetapi ia tidak ingin terjatuh begitu saja.
"Rad, jangan takut. Kita pasti selamat."
"Siapa yang bisa lihat kita disini?"
"Ada. Tuhan bisa lihat. Dia yang menggerakkan bantuan."
Radmila tidak menjawab obrolan ringan Pinot yang berusaha membuatnya tenang.
"Pin, aku nggak mau ikut ospek lagi."
"Aku juga. Kalau kita selamat, aku ajak kamu ke Surabaya Food Fest. Kita makan banyak di sana, gimana?"
Radmila meringis dipaksakan. Jantungnya masih berdebar-debar takut. "Boleh. Janji, ya?"
"Iya."
"Pin, maafin aku. Gara-gara aku, kita jadi begini." Radmila merengek. Pinot mendongak ke bawah melihat Radmila yang tertunduk menangis.
"Radmila! Pinot!" teriak seseorang dari atas berteriak berkali-kali.
"Disini! Disini!"
Berkali-kali Pinot dan Radmila berteriak sekuat tenaga.
Segerombolan mahasiswa lainnya berada di atas mereka, melihat dan berusaha menolong kedua mahasiswa yang terjatuh ke tepi jurang.
Seseorang mengulurkan batang pohon berukuran sedang. Pinot berhasil meraih batang kayu itu dan tubuhnya naik ke atas. Radmila masih berada dibawah, jaraknya merosot lebih jauh dari tempat Pinot terjatuh. Pinot yang tertolong duluan tidak tinggal diam.
Tidak ada cara lain, kakak kelasnya membalikkan badannya ke bawah dan meraih Radmila dengan kedua tangannya. Sementara kaki kakak kelasnya dipegang erat-erat oleh teman-teman lainnya. Saat kakak kelasnya berhasil menangkap kedua tangan Radmila, teman-teman lainnya termasuk Pinot menarik sekuat tenaga tubuh kakak kelasnya itu sampai Radmila tampak di tepi.
Tubuh Radmila yang kecil membuatnya mudah ditarik oleh sebagian orang. Radmila menangis kesakitan karena kaki tangan serta bagian perutnya tergores ranting-ranting tajam. Yang paling memicunya adalah karena ketakutannya. Pinot dan teman seangkatannya berusaha menenangkan Radmila yang menangis ketakutan.
"Siapa yang suruh kalian jalan kemari?"
"Saya, Kak." Pinot mengakui kesalahannya.
"Kenapa?"