Seperti biasa, Giandra mampir sebentar untuk absen di kantor Kejati. Maunya hanya sebentar, di sana Giandra justru disambut ramah. Sebagian petugas yang sering menerima absen Giandra telah mengetahui perkembangan Giandra yang sukses. Sebagian dari mereka berpartisipasi foto bersama Giandra.
"Pak Yono punya dokumentasinya kamu lagi bicara di depan. Saya lihat, keren sekali kamu, Gi."
"Tidak, Pak. Saya masih biasa saja. Masih jauh perjalanan saya."
"Tidak apa-apa. Yang penting, mau memulai toh?" pria beruban itu menepuk-nepuk bahu Giandra salut. Sementara Giandra hanya mengangguk-angguk mendengarkan pendapat para bapak-bapak berceloteh pendapat mereka masing-masing.
Mereka belum membaca novel Giandra, tetapi mereka berbangga pada pemuda itu. Keberhasilannya diraih dalam waktu singkat, dalam masa hukuman pula.
"Serasa bermanfaat putusan hakim mengeluarkanmu dari lapas. Seharusnya pemuda lainnya juga bisa bersemangat sepertimu."
"Terima kasih, Pak. Saya juga tidak sendirian melakukan ini. Saya dibantu teman saya."
"Temanmu itu, wanita atau pria?"
"Wanita, dia kerja di penerbit yang menerbitkan buku saya."
"Wah... Jangan sampai lolos wanita itu, nak."
"Bapak bisa saja."
Obrolan khas para bapak-bapak yang bekerja sambil bergosip ria sudah santer dilakukan. Rasanya tidak enak jika hanya mengobrol tentang pekerjaan melulu.
Giandra kembali lagi ke rumahnya setelahnya. Perutnya mulai menari minta diisi. Dibukanya tudung saji makanan di atas meja, tidak ada apa-apa.
Dibukanya kulkasnya, Giandra mulai memasak untuk kudapan di siang harinya. Berbekal ilmu dari YouTube, Giandra membuat ayam katsu.
Dipotongnya daging ayam itu menjadi potongan fillet panjang, lalu ditaburi bumbu utama. Lalu dibubuhkan pada tepung, dicelupkan ke dalam telor, dicelupkan lagi ke tepung roti hingga merata. Tak perlu berlama-lama, Giandra menggorengnya hingga matang.
Hasilnya itu diletakkan di atas kertas penyerap minyak sebelum disantapnya. Iseng Giandra memotretnya dan mengirimkannya kepada Radmila untuk pamer bahwa dia lebih jago masak daripada Radmila. Radmila tidak segera membalas pesannya. Tidak masalah, Giandra menyantap makanannya sendirian.
Kegiatan hari ini, Giandra akan membuat kerangka naskah terbaru untuk buku selanjutnya. Dia sudah mulai dicari pembacanya untuk menulis lebih banyak.
🌼🌼
Rapat koordinasi kali ini diadakan agak siang dan dipimpin oleh Rina. Rina menjelaskan kegiatan promosi yang telah direncanakan oleh divisi pemasaran. Sesuai dengan pelaksanaan promosi meet and great di luar kota, para editor yang naskah penulisnya masuk ke dalam kategori meet and great dikumpulkan oleh Rina.
Radmila dan Terra duduk bersebelahan seperti biasa, bergabung bersama ketiga rekan kantornya. Mereka adalah pasangan sejoli di kantor itu, teman-temannya tahu itu.
"Kalian yang aku undang ke sini mulai berangkat minggu depan. Kita akan menginap dua hari di Semarang lalu lanjut di Jogja. Tolong kalian persiapkan semuanya."
Radmila menengok ke kanan kiri, melihat rekannya tampak tidak ada masalah sepertinya. Radmila mengacungkan tangan.
"Mbak Rina, aku mau tanya. Naskah yang aku kerjakan punya Mas Gi. Sementara dia tidak bisa ke luar kota."
"Iya, kamu tetap ikut sebagai perwakilan Giandra. Aku sudah sampaikan itu pada Giandra, mungkin kalian belum berkomunikasi lagi. Ada lagi yang ingin kalian tanyakan?" tanya Rina lagi kepada kelima editornya yang hebat-hebat.
"Kita harus mengembangkan penerbit ini seperti penerbit mayor lainnya. Saatnya kita mendorong nama penerbit ini dengan penulis-penulis hebat kita. Semangat, guys!"
Radmila membuka ponselnya, tidak ada komunikasi dari Giandra. Mungkin Giandra sedang sibuk. Terakhir kali berkabar, Giandra bercerita jika dirinya sedang membuat kerangka naskah untuk novel selanjutnya.
Justru pesan yang masuk adalah Pinot.
@PinotFakhri send message:
Sedang menunggu komandan datang sambil memikirkanmu.
Wanita mana yang tidak tersenyum saat seorang pria, perwira, sedang berdiri di lapangan luas. Mengabari wanitanya dengan kata-kata manis. Wanita mana yang tidak akan tersenyum?