"Kita mau nikah. Kamu cowok yang waktu itu di Pizza Hut, kan?" tanya Pinot memastikan.
"Iya. Aku kakak kelasmu dulu yang menolongmu dan Radmila jatuh ke jurang. Ingat?" jawab Giandra sewot. Pinot tampak terkejut, lalu mencoba menyalami tangan Giandra sok akrab.
"Wah, senang sekali bertemu kakak senior."
Giandra menepisnya. "Kurang ajar sekali kamu datang lagi ke sini. Bilang mau nikah, lagi!" Giandra sudah ancang-ancang hendak menghantam Pinot akibat kesal mengingat Radmila yang menangisi pria semacam Pinot.
"Mas Gi, jangan. Pinot... Berkata benar..." bantah Radmila menahan Giandra yang mulai mengepalkan tangannya.
Giandra serasa disambar petir saat Radmila mengatakan itu.
"Radmila?"
"Aku minta maaf, Mas. Aku tidak bisa menerima Mas Gi. Aku tidak bisa melupakan Pinot. Aku sudah terlalu lama menunggu dia. Ini saatnya Pinot menjadi milikku. Mas Gi tahu sendiri, kan?"
"Kamu lupa? Kamu benci sekali dengan dia. Kamu mau disakiti dia lagi? Jangan bodoh-bodoh amatlah, Rad!"
"Jangan bicara seperti itu. Aku memilih Pinot karena aku masih memikirkannya, Mas. Jangan paksa aku untuk memilihmu."
"Kenapa kamu masih memikirkan dia? Apa karena aku hanya seorang penulis dan dia seorang tentara? Kamu memikirkan masa depan cerah? Radmila, kamu boleh menerima siapapun pria di muka bumi ini dengan profesi yang sama seperti dia. Tapi kumohon, jangan makhluk seperti dia!"
"Hei, jangan berbicara kasar pada Radmila! Maksudmu apa mengataiku seperti itu? Kamu pikir aku binatang?"
"Baguslah kalau kamu sadar."
Pinot menghantam Giandra terlebih dahulu hingga mengenai rahang Giandra.
"Sialan! Dasar cowok tidak tahu diri! Kalau aku tahu kamu akan jadi cowok brengsek begini, kubiarkan saja kamu jatuh ke jurang!" gertak Giandra mendadak naik pitam dan membalas pukulan ke arah Pinot namun Pinot berhasil menangkisnya hingga Giandra mundur akibat kesakitan.
Radmila dan rekan kerjanya berusaha melerai kedua pria tinggi itu. Giandra memilih untuk mengalah. Dirinya mundur selangkah sambil memegangi perutnya yang terkena pukulan dari Pinot. Giandra menatap Radmila yang menangis ketakutan.
"Ingat-ingat ini Radmila. Jangan datang padaku lagi jika kamu menangis karena dia."
Lalu Giandra pergi seorang diri dengan langkah sempoyongan. Sementara Radmila sangat menyesal tidak segera memberitahukan hal ini kepada Giandra.
Pinot menuntun Radmila masuk ke dalam mobilnya.
"Dia memaksamu untuk menjadi pacarnya?" tanya Pinot ingin tahu. Radmila menggeleng dan memilih untuk tidak menjawab.
"Aku ingin pulang."
Di malam itu, dua insan yang biasanya bersama kini terpisahkan karena keputusan untuk memulai masa depan yang tidak mereka jalani bersama.
Radmila memilih Pinot. Dirinya telah memikirkannya berulang kali. Pinot masih menjadi harapannya hingga detik ini.
Sementara Giandra membaringkan tubuhnya di atas kasur. Ia tertawa keras. Tertawa sendiri. Tuhan tidak menyetujui skenario hidupnya. Giandra menyesal akan hal itu. Tawanya berubah menjadi tangis.
Tidakkah Tuhan adil dengan tidak memberikan semua yang ia inginkan agar terhubung ada kesombongan di dalam dirinya?
🌼🌼
Giandra sadar diri, mana mungkin ada yang mau dengan pria sepertinya. Pria yang menyedihkan dan tidak bisa berbicara serius pada wanita.
Mengapa semuanya terasa menyakitkan? Bahkan Radmila bukanlah kekasihnya, namun rasa sakitnya hampir menyamai rasa sakitnya ketika ditinggal oleh Niana.