Wanita cantik itu tersenyum senang saat melihat Giandra berdiri tepat di depannya.
"Aku baca semua ini. Apa ini aku?"
Giandra menyeringai, menutupi kenyataan dengan membantah.
"Tentu saja bukan. Aku hanya mengumpulkan data dari beberapa teman wanita."
Niana yang gantian menyeringai. "Kamu mengelaknya."
Mereka terlibat percakapan serius di depan smoking area yang berseliweran dengan mahasiswa. Giandra menarik tangan Niana dan membawanya ke tempat Giandra mengisi acara.
"Katakan apa maumu kemari. Jauh-jauh ke sini tidak mungkin tidak ada niatan."
"Selamat, atas kesuksesanmu." Niana mengulurkan tangannya, butuh beberapa detik untuk Giandra menerima jabatan tangan itu.
"Aku hanya ingin tahu kabarmu sekarang."
"Mengapa kamu ingin tahu?"
"Melihatmu di YouTube, membuatku rindu."
Giandra tidak menanggapi segala hal tentang kerinduan sang mantan. Belajar dari pengalaman, apabila seorang mantan mengatakan rindu, itu pertanda mantan ingin singgah namun hanya sesaat. Setelahnya kembali lagi ke orang lain.
"Ke sini sama siapa?"
"Sama anakku. Anak sambung. Dia baru masuk kuliah di sini. Aku dapat informasi kamu disini karena dia."
Giandra cukup terkejut mendengar Niana memiliki anak sambung sebesar itu. Tandanya, Niana menikahi pria yang lebih tua darinya cukup jauh. Giandra tidak berusaha mencari tahu, karena bukan urusannya lagi.
"Kamu sendiri ke sini sama siapa?"
Tanpa banyak berpikir, Giandra menjawabnya dengan mudah. "Sama tunanganku. Dia sedang mengurusi hal lain bersama kaprodi."
Niana memandangi Giandra lama, mencari sesuatu dari ucapannya tadi.
"Hebat sekali tunanganmu, mau menemanimu hingga detik ini. Dia pasti orang yang sangat sabar."
"Tidak, dia tidak menemaniku sewaktu aku di penjara. Hanya ada aku sendiri ketika aku di penjara. Kamu benar, dia memang hebat. Mau menerimaku meski keadaanku seperti ini. Tidak meninggalkanku sampai detik ini."
Pernyataan Giandra membuat Niana bungkam. Dalam benaknya melayang-layang masa lalunya saat memutuskan hubungannya dengan Giandra. Hal itu dilakukannya demi kebaikan kedua orangtuanya.
Sejak awal, ayahnya tidak menyetujui Niana dengan Giandra. Niana menyembunyikan fakta itu dari Giandra. Ditambah dengan kasus suap yang dilakukan Giandra, ayahnya semakin meragukan kemampuan Giandra dan memerintah Niana untuk segera memutuskan hubungan dengan Giandra.
"Boleh aku minta tanda tanganmu?"
Giandra mengangguk dan membubuhkan tanda tangan penanya di atas novel kepunyaan Niana itu.
"Bisa tambahkan sedikit pesan manis di bawahnya?"
Giandra melirik Niana yang banyak minta sambil berpikir pesan manis apa yang harus dituliskannya. Kalau pesan makian, banyak yang ingin dituliskannya. Pesan manis?
Giandra tersenyum pada Niana dan hanya menuliskan, "selamat berbahagia". Niana tampak puas dan memasukkannya lagi bukunya ke dalam tas kecilnya.
Tak lama dari itu, kehadiran Radmila membuat kedua insan yang pernah bersama itu terdiam. Radmila tengah berada di antara dua orang bertubuh jangkung, menatap heran wanita cantik di depannya justru membalas tatapannya dengan mengintimidasi.
"Hai, aku Niana." Wanita cantik itu tersenyum lebar sambil menjabat tangan Radmila. Karena tidak tahu apa-apa, Radmila turut tersenyum lebar.
"Hai, aku Radmila."
"Kamu hebat, Radmila. Selamat untuk kalian. Semoga langgeng," katanya menambah kebingungan Radmila. Giandra tiba-tiba mengamit pinggang Radmila tanpa izin dan tersenyum pada Niana.
"Terima kasih. Salam untuk orangtuamu."