Bab 1
Aku terbangun ketika matahari pukul 07.00 menerpa wajahku. Hm… aku menggeliat sebentar sambil melirik ke meja karena aroma kopi yang menyentuh hidungku. Kulihat dari jendela yang gordennya telah dibuka, ia tengah sibuk dengan tanaman anggreknya. Ia begitu antusias ingin bertanam anggrek sehingga dilakukan perombakan carport rumahnya. Carport yang hanya diisi satu mobil sedangkan mobil lainnya diparkir di luar. Bukan main-main persiapannya sebagai petani anggrek dengan cara membagi carport yang semula untuk dua mobil, menjadi hanya untuk sebuah mobil, karena demi rumah kaca budidaya anggreknya, sesuai saran para ahli dari internet, ia pun memilih atap dari bahan polycarbonate solartuff.
Adakalanya muncul iba kepadanya. Ia begitu sibuk mengisi waktu luangnya dengan ulah yang diprediksi bakal menghasilkan banyak uang. Ketika lebaran, ia membuat kue kering dan buket bunga. Sepanjang bulan puasa, ada saja aneka kreasi makanan yang dibuatnya untuk dititipkan di warung penitipan masakan matang yang berbaris memenuhi jalanan. Sementara itu, penghasilan dari rumah kos warisan orangtuanya, telah mencapai sepuluh juta per bulan. Semestinya ia bisa menggunakan waktu luangnya untuk makan, tidur, makan, dan tidur lagi.
Akan tetapi, tidak demikian yang dilakukannya. Ia sibuk menanam modal kepada pedagang makanan pinggir jalan dengan perolehan bagi hasil sekitar empat jutaan per bulan. Ia pun bertanam sayuran di pagar rumahnya menggunakan paralon. Untuk merawat tanaman dan bunga anggreknya, ia memang membayar orang. Meskipun demikian, pemasukan dari berjualan bunga anggrek, sayuran hasil tanaman pagarnya, bagi hasil berjualan masakan matang, ditambah dengan hasil sewa kos-kosan warisan orangtuanya, penghasilannya per bulan sekitar 40 jutaan. Itu belum lebaran, hari besar nasional lainnya, ketika orang membutuhkan buket bunga untuk diberikan kepada orang-orang tercinta. Penghasilannya bisa sepuluh jutaan sehari. Maka, aku memprediksi uangnya per bulan dari kesibukannya tidak kurang dari 60 jutaan. Luar biasa memang.
Apa masalahnya? Masalahnya hanyalah, aku memang menikahinya. Tetapi, aku sudah mendapat doktrin dari para pembencinya untuk menghancurkan hidupnya. Sebetulnya aku tidak tega, tapi hanya ada dua pilihan. Dirinya yang kuhancurkan atau aku yang dihancurkan oleh mereka. Maka, dengan hati berdarah-darah, aku terpaksa memilih opsi kedua.
Maka, penghancuran terhadap hati dan mentalnya pun dimulai sejak aku menikahinya. Namun, aku pun harus menanyai hati nuraniku, betulkah aku menghancurkan hati dan mentalnya semata doktrin para pembencinya? Apakah aku tidak memiliki andil juga untuk itu? Hm… doktrin memang ada, sekitar 40%, sedangkan yang 60% tetaplah dari dalam. Dari diriku sendiri.