Setelah kejadian gelombang besar sewaktu mereka liburan di kota Barcelona, Amelia tidak lagi mau menghabiskan waktu liburannya di luar kota L karena trauma dan takut akan terjadi apa-apa pada kedua anaknya. Kini dia harus kembali bekerja setelah mengambil cuti selama seminggu lamanya, menghabiskan sepotong roti lalu mengambil tas selempangnya dan beralih ke basement apartemen baru mereka. Amelia membeli Apartemen itu sejak anak-anaknya berumur dua tahun dan memutuskan berpisah tempat tinggal lagi dengan kedua orangtuanya. Awalnya kedua orangtuanya sangat tidak setuju dengan keputusannya namun Amelia terus membujuk dengan berbagai alasan yang punya akhirnya kedua orangtuanya pun setuju dengan syarat dia harus tinggal di apartemen yang akan dipilihkan oleh orangtuanya.
Kota L dengan berbagai keklasikannya masih bertahan hingga sekarang, hanya beberapa cafe dan bangunan yang telah direnovasi sedikit agar terlihat sedikit modern namun tidak meninggalkan kesan lamanya. Amelia memarkirkan mobilnya didepan sebuah bangunan bercat warna-warni dengan gambar-gambar lucu, diatasnya terdapat sebuah papan reklame yang bertuliskan ‘Sekolah Tk Aurora dan tempat penitipan anak’. Kedua anak kembar tersebut turun dari mobil lalu melambai dan mengatakan sampai jumpa pada Amelia yang tengah bergegas ke kantor produksi korannya. Sekarang, kantor itu semakin maju dan memiliki cabang yang sangat terkenal yang membuat komik dari komikus berbakat yang berasal dari orang-orang yang tidak tersohor nama dan wajahnya, komikus dari rakyat jelata.
Seperti biasa dan setiap saat ketika memasuki pintu masuk sekolah, Sundy akan menggenggam tangan kakaknya hingga sampai diruang kelas mereka. Tidak ada alasan mengapa bocah laki-laki itu melakukan hal tersebut, namun bagi dirinya itu sangat menyenangkan ketika kau merasa aman ketika berada didekat seorang kakak. Dua anak kembar dengan kepribadian bertolak belakang, jika Sundy memiliki senyum secerah matahari, mata yang berbinar, bersemangat dan penakut maka lain halnya dengan Cateliya yang terlihat murung dan dingin, memiliki mata yang kosong pandanganya, pendiam tetapi memiliki keberanian yang tinggi.
Seorang guru wanita dengan celemek berwarna biru muda bergambar puppy memasuki ruang kelas tersebut sambil mengatakan selamat pagi lalu dijawab oleh murid-muridnya. “Hari ini kita akan belajar diluar ruangan, siapkan buku gambar dan alat-alat kalian lalu kita akan menggambar yey..” ujar guru tersebut gembira diikuti sorakan riang para murid-murid mininya. Anak-anak itu pun segera menyiapkan alat tulis mereka lalu berbaris didepan dimana si guru wanita tersebut tengah berdiri mengatur mereka untuk membuat barisan yang rapi.
“Semuanya siap?!” seru guru wanita tersebut dengan nada semangat.
“SIAP!” seru para murid muridnya tak kalah semangat.
Melewati koridor dan beberapa kelas yang tengah melakukan proses belajar mengajar sambil bermain. Mereka disusun menjadi dua barisan, sehingga Sundy dan Cateliya terpisah. Cateliya berada dibanjar satu baris ketiga sedangkan Sundy berada dibanjar kedua baris pertama dan itu membuat Sundy murung seketika. “Hey Neil, bisakah kau dan aku bertukaran tempat?” tanya Sundy memutar badannya agar bisa melihat kebelakang. “Tapi kau harus memberiku bekalmu” jawab Neil berlagak seperti anak nakal, Cateliya yang mendengar itu menoleh kearah Neil lalu memberinya tatapan tajam, Neil kemudian menjadi gugup dan takut. Pasalnya Cateliya adalah anak perempuan yang ditakuti disekolah mereka karena dia tidak segan-segan akan memukul siapapun yang memanfaatkan atau menjahili adiknya. “Tapi aku hanya bawa satu bekal saja, tapi tempat bekalku besar isinya juga banyak, kalau kau mau kau bisa memakannya bersamaku dan kakakku” jelas Sundy membuat Neil tambah takut apalagi tatapan Cateliya terus-terusan menatapnya dan seakan-akan ia akan dipukuli oleh gadis itu. “A-ah.., aku rasa itu tidak perlu, aku hanya bercanda aku tidak akan meminta bekalmu. Ayo kita tukaran barisan saja, aku rasa lebih baik berada didepan, hehe...” ujar Neil dengan cepat menuju barisan depan sedangkan Sundy dengan riang menuju barisan ketiga. Sesampainya disana, ia langsung menggenggam tangan Sang kakak dengan wajah yang berbunga-bunga. “Kau tahu, setiap aku menggenggam tanganmu, aku merasa sangat bahagia dan bersemangat” kata Sundy tersenyum lebar , Cateliya hanya mengangguk lalu menggengam balik tangan adiknya. Mereka berjalan ketika guru mereka mengatakan ‘ayo mulai jalan tapi yang rapi oke’.