Sudah lewat beberapa tahun sejak kejadian portal Narnia kini kedua bocah kembar itu sudah tumbuh menjadi remaja yang berparas indah. Umur mereka sudah lima belas tahun dan telah duduk dibangku sekolah menengah atas kelas satu,namun ada perbedaan dan kebiasaan yang tidak berubah dari mereka berdua. Sundy masih gemar menggenggam tangan Cateliya namun berbeda dengan Cateliya yang sikapnya semakin tertutup dan pendiam membuat keluarganya cemas dengan kondisi psikis anaknya. Cateliya tidak akan berbicara jika Sundy atapun Amelia berinisiatif mengajaknya berbicara itupun hanya beberapa kata yang akan dijawab selebihnya hanya anggukan dan juga gelengen yang lesu.
Cateliya sudah menunjukkan perubahan sikap pada awal umur sepuluh tahun, ia sering mengurung diri dan terkadang berteriak kencang didalam kamarnya. Mereka sudah tidak tinggal lagi diapartemen dan sekarang bertempat tinggal dirumah kakek dan neneknya yang sudah sepuh. Tidak ada yang tahu apa yang dilakukan Cateliya saat ia mulai berteriak marah namun terkesan menyakitkan. Amelia, Catherine dan juga Cello sudah sering kali menanyakan kepada Cateliya tentang mengapa ia berteriak seperti itu, namun yang mereka dapat adalah gelengan dan katata ‘tidak apa-apa’. Mereka pun sudah membawa Cateliya ke dokter untuk mencari tahu tentang kondisi fisik dan mental anak mereka namun dokter selalu mendiagnosis tidak adanya keanehan hingga beberapa dokter yang mereka temui pun sering kali mengatakan hal yang sama dan memberikan surat rujukan ke psikolog.
Sundy pun merasa kesepian dengan perubahan drastis dari kakaknya. Jika dulu Cateliya akan selalu menolongnya walaupun kata-katanya kasar itu membuat Sundy merasa sangat bahagia dan merasa sangat aman dengan tindakan kasih sayang yang berbeda dari kebanyakan orang. Dulu, Cateliya akan mengelus kepalanya dan mendengarkan setiap ceritanya walaupun ia sudah berulang kali menceritakan hal itu padanya, kakaknya yang perhatian itu akan selalu ada. Berbeda dengan kakaknya yang sekarang yang lebih banyak menghabiskan waktu didalam kamarnya dan memiliki sikap yang sangat dingin kepada semua orang bahkan padanya.
Bahkan untuk menyapa saja rasanya mustahil untuk dijawab, Sundy merasa sangat sedih akan hal itu. Pernah sekali ia melihat Cateliya melihat tanah dengan sangat tajam, ia terus melihat tanah itu tanpa berkedip hingga satu jam lamanya, lalu kemudian menjadi tiga jam, enam jam bahkan hingga pagi ketika Cateliya berada di balkon lantai dua.Sundy sedikit takut akan hal itu, Cateliya benar-benar telah berubah. Pada musim dingin diakhir november, salju mulai turun di kota L cuaca sangat dingin kala itu. Badai datang membawa angin, menerbangkan salju meniup kencang pepohonan. Pukul satu dini hari Sundy terbangun tiba-tiba karena mimpi buruk, usianya saat itu masih dua belas tahun begitupun Cateliya. Ia pun beranjak dari tempat tidurnya untuk mengambil segelas air didapur namun ketika sampai disana ia melihat pintu belakang yang terletak didapur yang jika dilihat diluar sana adalah pekarangan tempat tanaman-tanaman berbagai jenis bunga milik Catherine. Sundy berjalan pelan untuk menutup pintu tersebut walaupun sebenarnya sangat enggan karena ia merasa takut, namun anehnya saat itu ia merasa sangat penasaran tentang siapa yang membuka pintu itu.
TERKEJUT, satu kata yang menggambarkan ekspresinya saat itu. Disana ia melihat kakaknya tengah berdiri sendiri hanya memakai piyama tipis tanpa alas kaki ditengah badai salju. Dan lebih terkejutnya lagi Cateliya terlihat sangat berbeda saat itu, dibawah kakinya salju tidak menapakinya seakan-akan ada penghalang tak kasat mata disana. Beberapa saat kemudian tubuh Cateliya bersinar merah keunguan membuat Sundy sangat ketakutan, ia ingin berteriak kencang kala itu namun mulutnya tiba-tiba saja tidak bisa terbuka bahkan bersuara sedikitpun seakan-akan pemandangan itu memaksanya untuk menyaksikannya dalam keheningan yang tiba-tiba pula melanda. Suara keras riuh angin tak terdengar, suara petir yang menyambar pun membisu, hanya kehingan mencengangkan membuat jantung terpompa deras. Rambut Cateliya yang tadinya hanya sebahu tiba-tiba tumbuh sangat panjang dan berkobar seperti api, rambutnya berkilau bagai ujung pedang yang baru saja telah diasah sangat tajam, sinar ditubuhnya pun kemudian memadam membentuk seperti tatto namun terukir dengan sendirinya. Sundy masih ingat bentuknya, bunga yang melambangkan kedewasaan- Cateliya- bersinar redup menyelimuti badan anak perempuan itu.
Itu adalah kejadian yang sangat nyata dan paling berbekas dikepalanya, suatu peristiwa aneh dan tidak masuk akal manusia. Sundy ingin sekali mengelak hal itu namun setiap ia ingin menyangkal fakta tersebut, ingatannya tentang Cateliya yang menatapnya dengan mata yang menyeramkan seperti iblis membuatnya tidak bisa melupakan kejadian itu. Sundy telah menceritakan itu kepada keluarganya namun mereka mengatakan bahwa ia hanya bermimpi. Memang, jika ia terbangun setelah Cateliya menatapnya namun entah bagaimana atau apa, jika memang bukan mimpi maka Cateliya sangat berbahaya bagi mereka dan jikalau itu mimpi mungkin bisa dikatakan Lucid dream.
Pagi ini mereka bersiap untuk berangkat sekolah, Sundy dengan semangat memakan habis sarapannya sedangkan Cateliya hanya melihati makanan didepannya. Amelia hanya menghembuskan nafasnya pelan melihat Cateliya yang hanya melihati makanannya dan tidak memakannya. “Cateliya.., ada apa nak?” Tanya Amelia. Cateliya hanya melihatnya lalu beranjak pergi darisana. Cateliya memang sudah sering bersikap seperti itu namun mereka tetap saja tidak terbiasa, apalagi Catherine dan Cello yang merasa sikap cucu perempuan mereka itu tidak sopan. Sundy pun hanya bisa menghela nafas lalu pamit kepada ibunya beserta kakek neneknya. Ia mengejar Cateliya yang sudah melewati pagar rumah mereka, ia mempercepat langkahnya dan akhirnya berada tepat disamping kakaknya. Dengan cepat ia menyambar tangan kakaknya lalu menggenggamnya erat. ‘Bahkan tangannya yang hangat berubah menjadi sangat dingin sekarang, Ya Tuhan apa yang terjadi pada kakakku?’ pikir Sundy merasa cemas.