Sudah sebulan sejak Sundy membawa Arita dan Hendry kedunia manusia, keduanya nampak menikmati kehidupan mereka sebagai manusia walaupun mereka bukan manusia asli. Hendry dan Arita belajar cepat mengenai kehidupan manusia sehingga mereka tidak terlalu susah mengalami stress adaptasi. Amelia dan Catherine serta Cello awalnya tidak mempercayai dan memusuhi mereka namun pada akhirnya Amelia merasa kasihan dan menganggap kedua anak iblis itu menjadi anak kandungnya. Sedangkan Cateliya sendiri belum sadarkan diri dan masih tertidur dengan bantuan peralatan medis dikarenakan pompaan jantungnya sangat lemah hingga darahnya tidak berjalan dengan lancar begitupun dengan kinerja paru-parunya.
Musim dingin telah tiba, salju mulai turun menghiasi bumi dengan es putih dan lembutnya. Orang-orang mulai menyalakan perapian karena suhu yang sangat dingin. Kota L terlihat indah dengan kerlap kerlip lampu yang dinyalakan di berbagai pohon untuk menyambut hari natal. Hendry dan Arita dengan sangat antusias menangkap salju yang turun dari langit, ini pertama kalinya melihat musim itu. “Wow... salju itu ternyata dingin, mungkin Tuhan sedang memarut es diatas sana” ujar Arita membuat lolucon lalu tertawa. “Dan lihat baik-baik, bentuk es ini sangat indah” tambah Hendry. Sundy hanya bisa melihat kedua orang itu yang berperilaku seperti anak kecil, namun Sundy memakluminya karena mereka baru saja melihat musim salju.
Sundy menaiki tangga dan menuju kamar Cateliya, ia membuka pintu coklat itu dengan pelan. Diatas tempat tidur berwarna biru muda Cateliya terbaring dengan banyak alat ditubuhnya. Sundy sudah mencoba mengobati kakaknya dengan sihir yang ia punya namun hal itu tidak membuahkan hasil dan sia-sia. Ia mengelus rambut putih kakaknya, ya rambut Cateliya tiba-tiba saja berubah warna ketika ia membawanya kembali, rambut itu kini menjadi sangat putih dan bersih. Sundy mengamati tubuh Cateliya yang mulai kurus dan tak berisi. “Kakak... kumohon sembuhlah” gumamnya sambil menggenggam tangan Cateliya. Air matanya jatuh tak tertahankan, tangan kakaknya sudah menghangat namun ia masih belum sadarkan diri membuat Sundy dilanda rindu.
Ia ingin sekali bercerita banyak kepada kakaknya, ia ingin Cateliya merespon perkataannya, ia ingin melihat senyumnya, ia ingin melihat kakaknya bahagia. Namun yang terjadi malah sebaliknya, ia tidak bisa melihat apapun dari impiannya dan hanya bisa melihat tubuh kurus dan tertidur lelap. Hendry dan Arita hanya bisa mengintip dibalik pintu, mereka hanya bisa melihat kesedihan Sundy atas kondisi Cateliya. Hendry tidak menyangka bahwa gadis berkekuatan dewa itu kini menjadi orang yang paling, jika ia memiliki niatan jahat maka ia akan segera membunuh tubuh itu karena telah membunuh kedua orangtuanya dan menghancurkan negerinya. Tapi Hendry sudah terlanjur nyaman dengan aura positif dirumah itu.
“Kau tahu, aku merasa kasihan kepada Sundy” ujar Arita membuat Hendry mengangguk setuju. “Apakah Cateliya akan bangun?” tanya Arita kepada Hendry. “Aku tidak tahu, tapi semoga saja ia akan bangun”. Kedua saudara itu meninggalkan tempat itu dan kembali kekamar masing-masing menikmati waktu sendiri dengan merenung.
Langit terlihat mendung dipagi hari, nafas dingin terlihat keluar dari mulut manusia yang bernafas atau berbicara. Pakaian tebal, sarung tangan, sepatu boots, menghiasi tubuh manusia untuk melindungi diri dari hawa dingin yang menusuk kulit. Sundy berangkat ke universitasnya bersama Hendry sedangkan Arita masih menduduki bangku sekolah menengah atas. Dua pria populer yang menjadi idaman hati para wanita-wanita. Namun Sundy telah berubah, ia bukan lagi seseorang yang hangat ataupun penakut, kini ia telah menjadi pribadi baru sejak ia memperoleh kebangkitannya.