Kau hamil sayang? Lukas tersenyum padaku. Ia mengusap perutku, meskipun belum membesar tapi aku percaya bahwa di sana ada kehidupan. Aku akan memiliki bayi lagi dan aku berdoa semoga bayi ini adalah bayi perempuan. Bayi perempuan yang cantik dan menggemaskan.
"Ya sayang... Aku hamil. Semoga dia seorang putri yang cantik..." Lucas mengecup keningku. Dan aku merasakan cinta yang besar di sana. Setelah aku menghadiri pernikahan Sebastian, rekan bisnis dan sahabat Lucas, aku menyempatkan diri mampir di sebuah rumah sakit.
Rumah sakit tempat aku memeriksakan diri memberiku berita membahagiakan ini, dan ini lebih dari berita bahagia. Dan akan menjadi surga jika bayi yang ada di kandunganku ini adalah bayi perempuan, seorang putri yang sudah aku dambakan. Bahkan aku sudah merancang namanya sesaat setelah Alex berulang tahun yang ketiga, Elisabeth Ellena Sandjaya. Nama yang cantik.
"Alex akan punya adik mah?"
"Ooh Alex kecilku yang manis. Ya sayang kau akan memiliki adik, seorang adik perempuan yang cantik." Aku mengangguk dan mengecup pipinya yang gempal.
***
Alluna begitu bahagia, setiap hari ia selalu merangkai bunga, bahkan membeli bingkai-bingkai foto dan album foto yang bercorak bayi perempuan. Ia sangat mendambakan anak gadis. Aku sudah berkali-kali mengatakan dan bertanya kepadanya, kenapa harus anak perempuan jika anak laki-laki bisa menjadi jagoan. Dannn... tebak apa yang ia katakan? Ia selalu bercerta bahwa ia selalu memipikan bahwa ia sedang berada di tempat yang indah, berbau harum dan dipenuhi cahaya yang menghangatkan. Di sana ada seorang putri yang cantik. Bermahkotakan permata dan berkalung berlian. Bajunya terbuat dari air yang menyerupai air, bening, murni, dan putri itu tersenyum pada Alluna, ia mengulurkan tangannya seakan ingin membawa Alluna pergi dari sana, tapi tidak. Saat Alluna menyentuh tangan putri itu, ia hilang menjadi bayi mungil yang berada di gendongan Alluna. Mahkota, kalung, dan pakaiannya seakan masuk ke dalam tubuh bayi itu.
Begitu Alluna terus menggambarkan mimpinya. Aku tidak begitu mendengar tiap detailnya, namun jika ia sudah mulai menceritakan itu, akan menjadi berjam-jam dengan mukanya berseri-seri.
Seringkali aku tidak mendengarkannya. Aku hanya terus melihatnya, menatapnya dalam diam. Melihat kebahagiaan memancar dari matanya yang berkilau, melihat bibirnya tersenyum penuh dengan harapan.
Jangan menyalahkanku! Aku sudah berulang kali juga mengatakan padanya bahwa jika anak itu laki-laki ia akan merasa sangat kecewa. Tapi ia dengan girang hati sambil mengecup pipiku dan membisikkan kalau begitu kita harus membuat anak lebih banyak lagi itu bukan ide buruk. Aku mencintainya. Allunaku. Cintaku. Apapun akan aku lakukan untukmu.
Berbulan-bulan ia terus mendambakan anak perempuan itu, ia bahkan sudah menyiapkan kamar putrinya dengan segala kelengkapan di kamar tersebut. Hingga tiba saat nya melahirkan, Alluna berjuang dengan penuh harapan. Aku mendampinginya dan menyaksikan bayi kecil keluar dari rahim nya. Bayi itu laki-laki. Tak di pungkiri ada siratan kecewa di mata Alluna, tapi hebatnya dia, Alluna tetap mendekap bayi itu dalam cinta dan kehangatan.
Kami mendesain secara cepat kamar yang berada di sebelah kamar yang sudah Alluna rancang untuk anak gadis impiannya. Ya... Alluna tetap bermimpi memiliki seorang gadis kecil. Tapi mimpi itu kemudian di renggut paksa darinya yang berhasil membuat ia setengah gila.
***
"Jadi bayi yang mama dambakan menjadi bayi perempuan adalah kakak?" kak Ethan mengangguk.
"Lalu, apa yang terjadi?" well, aku kan hanya penasaran. Aku tidak pernah tahu masa lalu keluarga ini seperti apa. Lagi pula aku anggota keluarga ini sekarang jadi aku berhak untuk tahu apa yang terjadi pada keluarga ku. Benar kan?
***
"Baju yang manis, nanti anak mama akan memakainya. Cantiknya..." aku sering mendengar mama berbicara sendiri di kamar ini dengan mengangkat barang-barang yang sudah ia siapkan untuk anak perempuannya. Aku sering ngilu mendengar semua itu, aku merasa bahwa aku adalah anak yang salah yang tidak di harapkan di sini, meskipun mama tetap mencintai dan menyayangi aku, tapi rasanya tetap berbeda. Mulai saat ini aku tidak akan pernah kembali ke kamar itu lagi. Tidak akan pernah!
Aku sedih, aku sedih melihat kondisi mama yang terus-terusan mengigau, membayangkan bahwa suatu saat nanti ia pasti akan memiliki seorang gadis kecil yang cantik. Dan semua ini karena orang mabuk sialan itu! Bodohnya dia, dia menabrak seorang ibu hamil dan tidak sadar apa sudah ia lakukan?! Bahkan saat aku mendengar berita itu aku serasa ingin memukul si pemabuk itu meskipun usiaku masih 5 tahun.
***
"Tunggu kak... Mama kecelakaan?" aku membelalakan mata dan kak Ethan mengangguk.
"Mama kecelakaan sesaat setelah ia keluar dari rumah sakit untuk melakukan USG pada bayi itu, dan ternyata bayi itu perempuan." aku miris. Betapa malangnya mama. Ia memimpikan mendapat seorang putri kecil, tapi saat ia mendapatkannya, ia juga harus kehilangannya.
"Bayi itu tidak selamat, dan mama kehilangan kesempatan untuk mendapatkan seorang bayi perempuan lagi. Dokter mengangkat rahim mama dan semenjak itu lah mama sering berbicara sendiri di kamar ini." aku memegang pundak kak Ethan. Sedikit menghiburnya. Aku tidak pernah tahu kejadian masa lalu keluarga ini sangat berat.
"Tapi mama mulai membaik saat kami berkunjung ke rumah papamu dan saat itu kau masih begitu mungil. Kau polos dan lucu. Mama jatuh hati padamu, lebih-lebih saat kau menolongku ketika aku berlari membawa mainan mu untuk menggodamu. Lututku tergores dan kau menempelkan sebuah plester. Mama melihatmu sebagai malaikat kecil yang dia impikan selama ini. Setiap bulan mama berkunjung ke rumah papamu hanya untuk melihatmu. Mama benar-benar jatuh hati padamu, dan aku rasa bukan mama saja yang jatuh hati padamu, aku pun sama." aku mendengar itu seperti bisikan. Aku tidak terlalu yakin mendengarnya dengan jelas, tapi aku rasa aku mendengar bahwa ia menyukaiku? Mungkin aku mulai tidak waras.
"Apa?" aku berusaha memperjelas kata-katanya di kalimat terahkir.
"Kau ingat saat malam-malam kau pulang sendiri sewaktu kau masih SMP?" aku mencoba mengingatnya. Ahh ya. Waktu itu aku merasa seperti ada yang mengikutiku, teman-temanku mengajak membolos waktu itu dan sialnya karena aku takut di hukum oleh guruku aku mengerjakan tugas di rumah salah satu temanku yang baik hati hingga larut malam.
"Kau begitu ceroboh bisa-bisa nya kau memilih pulang sendiri, saat itu ada 3 orang yang mengawasimu, sebelum mereka mendapatkanmu, aku sudah membereskan mereka." kak Ethan masih berkata tanpa ekspresi.
***
"Ethan! Kau kenapa? Dasar gila!" beberapa menit yang lalu, Ethan menghubungiku, ia memintaku menjemputnya di jalan yang sudah ia sebutkan. Aku meluncur ke sana dan sekarang apa yang aku lihat? Ia tergeletak dengan luka lebam di sekujur tubuhnya. Bahkan bibir dan hidungnya mengeluarkan darah.
"Maaf merepotkanmu kak... Aku sudah tidak bisa berjalan ke rumah sendirian."
"Apa yang kau lakukan Ethan? Kenapa kau bisa begini? Aku akan membawamu ke rumah sakit dulu, tidak mungkin kita akan pulang dengan kondisimu yang seperti ini." yang di ajak bicara mulai tidak fokus dan sesekali mengernyit kesakitan.
Aku membawanya ke rumah sakit terdekat. Setelah dokter memeriksanya, ethan di perbolehkan pulang. Aku masih bersyukur ia tidak harus opname. Jika iya, apa yang akan papa katakan pada kami, bukan menghibur kami tapi papa malah akan menghukum kami karena mengira Ethan telah membuat keributan.
"Kita akan ke apartment ku dulu. Kita tunggu lukamu membaik, baru kita pulang. Kau akan aku antar untuk berangkat ke sekolah." Ethan hanya mengangguk patuh.
"Oke, sekarang ceritakan padaku apa yang terjadi?" aku mendudukannya di sofa sesampainya aku di apartemenku dan mulai mengintrogasinya. Aku tidak akan membiarkan sesuatu yang buruk mengganggu adikku. Meskipun ia sudah SMA sekarang bukan berarti ia bisa ceroboh seperti ini.
"Dia diawasi oleh 3 orang. Aku tidak bisa membiarkan sesuatu terjadi padanya." dia? Ahh ini pasti tentang cinta masa kecilnya. Gadis yang aku tidak pernah tahu siapa. Gadis yang bisa mengubah hidup Ethan.
"Dan kau memberikan dirimu?!" aku sedikit mendengus.
"Aku berhasil melumpuhkan satu. Yang lain pergi." aku akui nyali Ethan sangat besar untuk melawan 3 orang sekaligus yang bukan tandingannya.
"Lalu bagaimana gadis itu?"
"Dia sudah pulang dengan selamat, aku mengikutinya sampai ia masuk ke dalam rumah. Aku harus memastikan dia aman."
"Ethan! Sampai kapan kau seperti ini? Kau selalu melindunginya, menjadi tameng nya dari apapun tapi... Ah! Bahkan ia tidak tahu siapa dirimu! Demi apa Ethan! Kau polos atau tolol!" Ethan hanya terus memegangi sudut bibirnya. Bahkan tidak berniat menjawab pertanyaanku. Aku mengambil handphone dan memberi kabar ke rumah bahwa aku dan Ethan ada urusan dan tidak akan pulang ke rumah.
"Ethan! Kau harus mengatakan padanya! Harus! Kau tidak bisa seperti ini... Terus melindunginya. Kau pikir kau seorang malaikat?!" dan Ethan hanya terdiam. Aku yakin kata-kata ku barusan akan selalu ia ingat sampai kapanpun.
***