Agent of Change

Rina F Ryanie
Chapter #14

Idealis Berubah Realistis

Jakarta, Mei 2023

Arya terenyak di kursi kerjanya setelah sosok yang masih semampai itu meninggalkan dirinya dengan langkah kasar. Sosok yang selama ini masih bercokol di pikirannya meski lewat 25 tahun. Sesak. Arya berulang kali mengambil napas panjang untuk meredakan sesak di dadanya. Entah mengapa dadanya begitu penuh dijejali rasa yang selama ini terpendam. Benci, kecewa, sakit, tetapi juga ada rindu dan bahagia di sela-selanya. Wiwid, perempuan yang tak lagi muda itu baru saja menjelma di hadapannya laksana bayangan hologram. Arya bagai bermimpi. Ia sudah menganggapnya salah satu yang hilang di antara daftar korban orang hilang pada peristiwa 1998.

“Ya Tuhan, mengapa Kau hadirkan dia lagi setelah sekian lama kutenggelamkam dalam ingatan? “

Arya bergumam sambil meremas rambut kuat-kuat. Bagaimana tidak, selama ini ia berusaha mati-matian melupakan sosok Wiwid dalam hatinya, agar bisa mencintai istrinya. Tak mudah baginya untuk melakukan hal itu. Betapa beratnya ia berusaha saling menerima pasangan masing-masing untuk kelangsungan kehidupan rumah tangganya dengan Paquita yang tidak dilandasi cinta. Apalagi dengan kondisi Paquita masih sering kumat depresi dan traumanya. 

Luka lama itu kini kembali menganga. Entah bagaimana caranya Arya mengatasi perasaannya yang kini bercampur aduk. Dan Gio, Arya tak mengerti mengapa anak itu selama ini begitu dekat dengannya seakan ada ikatan batin. Ia seakan melihat sosok yang pernah ia kenal sebelumnya, tetapi tak pernah ia tahu sosok itu. Kini, terjawab sudah apa yang ia gelisahkan setiap kali Gio bersamanya. Entah mengapa pula anak itu sangat mengidolakan dirinya, dan menjadikan dosen favorit.

*

Wiwid masih belum bisa meredakan emosinya setelah tiba di rumah. Perasaannya masih teraduk-aduk oleh pertemuan yang tak disangka-sangka itu. Mulanya ia anggap hanya mimpi, tetapi ia sadar sesadar-sadarnya dengan siapa tadi berhadapan. Meski keangkuhan sengaja menutupi kegugupan, tetap saja Wiwid tak kuat untuk pura-pura bersikap biasa

Dua puluh lima tahun yang lalu, ia sengaja meninggalkan lelaki yang kini berusia 49 tahun itu. Tanpa kabar, tak pernah ia hubungi sekali pun. Harusnya Arya yang memang pantas membencinya, bukan Wiwid. Perempuan tangguh dan mandiri itu hanya menutupi kesalahannya, walaupun punya alasan kuat untuk berdalih. Ya, karena sesungguhnya, ia tak mau berpisah dengannya, namun ayahnya yang membuat semua di luar kehendak. Semua mimpi, cita-cita, dan cinta Wiwid terenggut oleh kejadian masa lalu. Sebagai anak, ia harus patuh dan berbakti kepada orang tua yang membesarkannya. Dan Wiwid sudah berusaha patuh, meski sakit tiada tara, hingga ia dijodohkan dengan Hilmi, yang menculiknya dulu suruhan ayahnya. Sayang, kebersamaan yang tidak dilandasi cinta itu harus terhenti karena penyakit jantung yang diderita Hilmi menyerang tiba-tiba hingga ajal menjemputnya. Seperti Arya, Wiwid pun terpaksa menikah dengan kondisi rumah tangga baik-baik saja.

Kini pikiran Wiwid penuh dengan pertanyaan mengenai Paquita, sahabatnya yang ia kenal di peristiwa 1998 silam. Ia penasaran mengapa Arya tidak mau menjawabnya, padahal jelas-jelas ia menyebut nama itu selain nama Ronald. Wiwid sungguh penasaran hingga ia memutuskan untuk menemui Arya lagi demi mendapat pentunjuk tentang gadis itu.

Beberapa hari kemudian, Wiwid ditemani Gio yang sebelumnya sudah pernah mengunjungi rumah dosennya, nekat menemui Arya. Kali ini ia harus menyingkirkan dulu gengsinya yang besar. Demi Paquita, bukan ingin bertemu Arya.

Mengenai Gio, Wiwid sudah menjelaskan tentang hubungan dirinya dengan dosen kesayangan anaknya itu. Awalnya Gio tak percaya, tetapi kemudian ia mau memahami perjalanan kisah asmara mamanya dengan dosennya. Bahkan, ia turut bangga mengetahui dosennya ternyata mantan kekasih mamanya tercinta.

Tiba di rumah Arya yang asri di komplek perumahan elit di kawasan Cibubur. Rumah berhalaman luas, penuh rerindang pohon dan bunga yang cantik. Wiwid menduga istri Arya seorang wanita karir yang sukses hingga bisa membangun rumah semegah itu. Soalnya, kalau mengandalkan dari penghasilan Arya sebagai dosen, sangat meragukan. Tetapi, bisa saja Arya punya usaha lain selain mengajar di kampus. Dilihat dari penataan taman yang apik, sudah dipastikan nyonya rumah pasti sangat menyukai keindahan. Wiwid sempat membatin betapa beruntungnya yang menjadi istri Arya. Pastinya ia sangan bahagia karena mendapat suami yang penuh perhatian dan tanggung jawab. Wiwid tahu betul bagaimana cara Arya memperlakukan perempuan.

Gio melangkah lebih dulu untuk memencet bel yang menempel di tembok pagar. Seorang laki-laki berbadan tegap lebih muda dari Arya menghampiri mereka. Sepertinya ia penjaga rumah meski tidak mengenakan seragam satpam. Setelah ditanya keperluannya bertemu tuan rumah, mereka dipersilakan menunggu di bangku teras. Wiwid sengajamenyuruh Gio tak memberitahu Arya kedatangannya bersama mamanya. Ia takut Arya menolak ketika tahu siapa yang datang.

Lihat selengkapnya