BELUM PERNAH aku merasakan kepanikan seperti ini. Tubuhku membatu seperti sebuah maneken—kaku dari kepala hingga ujung kaki. Napasku bahkan tersumbat di tenggorokan.
Kurasakan keringat dingin mengaliri seluruh lekuk tubuhku saat mataku tersita ke depan. Cukup lama aku terkurung dalam kebisuan itu, berusaha mencerna apa yang sedang terjadi.
Di sebelah kiriku tampak sebuah altar yang telah dirusak. Seseorang baru saja membobolnya. Tujuh lapis pertahanan yang menjaga benda berharga itu telah dipatahkan semudah mematahkan sebatang tusuk gigi. Hanya sekali pandang, aku sadar akan benda yang hilang itu―dan aku tak bisa membayangkan siapa yang sanggup melakukan perbuatan itu.