Setelah berbulan-bulan tenggelam dalam kesibukan di laboratorium dan menjadi Agnadita, Anita merasa tubuh dan pikirannya lelah. Ia mulai menyadari bahwa terlalu lama hidup dalam peran ganda sebagai ilmuwan muda dan superhero membuatnya melupakan kehidupan normal. Ia rindu merasakan kebebasan seorang gadis muda, menikmati keindahan alam tanpa tekanan tanggung jawab besar.
Pada pagi yang cerah, Anita memutuskan untuk keluar rumah. Dengan pakaian olahraga dan sepatu lari, ia berjalan santai menuju pegunungan Dieng, tempat yang dulu sering ia kunjungi. Udara segar menyegarkan pikirannya, membiarkan tubuhnya rileks sejenak. Hembusan angin pegunungan yang sejuk terasa menenangkan, memberikan Anita rasa damai yang jarang ia rasakan akhir-akhir ini.
Saat ia berlari ringan di jalan setapak, suara tawa riuh sekelompok cowok menarik perhatiannya. Gerombolan anak muda yang tampaknya sudah dikenal sebagai pembuat onar di sekitar Dieng menghampirinya. Mereka terdiri dari lima orang: Bima, Joko, Donny, Angga, dan Kiki. Anak-anak ini terkenal suka menggoda perempuan yang lewat, dan Anita tahu itu sejak lama.
“Hei cantik, sendirian aja?” sapa Bima sambil mendekat.
Anita mengabaikan mereka dan melanjutkan langkahnya, berharap mereka akan pergi jika tidak diberi tanggapan. Namun, Donny dengan sikap santainya memotong jalannya, membuat Anita terpaksa berhenti.
“Aduh, jangan cuek gitu dong. Kami cuma mau ngobrol kok,” ucap Donny dengan senyum yang menyebalkan.
Anita mulai merasakan amarah menggelegak dalam dirinya. Ia tahu bahwa jika ia membiarkan emosinya lepas kendali, kekuatan Agnadita bisa muncul, dan itu bisa menimbulkan bencana. Para berandalan ini terus mengepungnya, membuat Anita semakin frustrasi.
“Apa sih maunya kalian?” tanya Anita dengan nada datar, menahan amarahnya.
Angga tertawa kecil. “Cuma mau ngajak jalan bareng, masa nggak boleh?”
Anita mengepalkan tangannya. Kekuatan Corelith di liontinnya berdenyut, membuat darahnya mendidih. Hanya sedikit saja, dan ia bisa menghajar mereka semua tanpa banyak usaha. Namun sebelum ia sempat melakukan apa pun, sebuah suara familiar terdengar dari belakang.