Sejak Alex mengajukan pertanyaan tentang apakah Anita menyembunyikan sesuatu darinya, hubungan mereka mulai memasuki fase baru. Anita, yang biasanya tegas dan penuh keyakinan dalam setiap tindakan, mulai merasakan konflik batin yang kian kuat. Di satu sisi, ia merasa nyaman dan tertarik pada Alex, namun di sisi lain, peran rahasianya sebagai Agnadita membuatnya tak bisa sepenuhnya jujur.
Suatu sore, di bawah sinar matahari yang mulai meredup, Anita memutuskan untuk merenung di salah satu tebing Dieng. Pemandangan indah itu biasanya memberikan ketenangan, namun kali ini pikirannya penuh dengan kekhawatiran. Terlintas dalam benaknya, apa yang akan terjadi jika Alex mengetahui siapa dirinya sebenarnya? Apakah dia akan tetap menerima atau justru menjauh?
Saat sedang tenggelam dalam pikirannya, tiba-tiba suara langkah kaki terdengar mendekat. Alex muncul, membawa secangkir kopi hangat yang baru dibelinya dari sebuah warung kecil di dekat sana.
“Kukira kamu akan ada di sini,” katanya sambil duduk di samping Anita.
Anita tersenyum tipis. “Kamu benar-benar mengenaliku ya.”
Alex memandang Anita dalam-dalam. “Aku tahu kamu suka tempat ini. Tempat yang tenang, jauh dari hiruk-pikuk.”
Selama beberapa saat, keheningan di antara mereka terasa nyaman, hingga akhirnya Alex kembali membuka pembicaraan. “Anita, aku nggak bermaksud menekanmu atau membuatmu merasa tidak nyaman, tapi aku benar-benar ingin tahu... apakah ada sesuatu yang kamu sembunyikan dariku?”
Anita terdiam. Ia tahu ini adalah momen yang menentukan. Setiap serat dalam tubuhnya ingin mengatakan yang sebenarnya, namun ketakutan akan konsekuensi membuatnya ragu. Di satu sisi, ia tidak ingin kehilangan Alex, namun di sisi lain, tugasnya sebagai pelindung bumi menuntut kerahasiaan absolut.