Setelah pertemuan terakhir dengan Alex, Anita kembali bertransformasi menjadi Agnadita. Di bawah pancaran Corelith yang bercahaya dari liontinnya, Agnadita terbang melesat ke arah ruang angkasa, berhadapan dengan ancaman besar dari bangsa Rokka. Informasi intelijen yang ia terima menyebutkan bahwa armada bangsa Rokka, kali ini dipimpin oleh Jenderal Utama Nox Nox, sedang mendekati bumi. Armada ini jauh lebih besar dan lebih canggih daripada yang sebelumnya dipimpin oleh Jenderal Thienem.
Di tengah kekosongan ruang, jauh dari atmosfer bumi, Agnadita mempercepat lajunya, mendekati titik di mana armada Rokka diperkirakan akan masuk ke wilayah bumi. Sesuai dengan strategi, ia harus mencegah mereka sebelum mencapai titik yang dapat menimbulkan ancaman bagi umat manusia.
Tepat di pinggiran atmosfer bumi, Agnadita melihat formasi armada Rokka. Di garis depan, pesawat tempur besar dengan bentuk melingkar, bersenjata laser yang berkilauan. Jenderal Nox Nox memimpin armadanya dari sebuah kapal induk berukuran raksasa, dengan teknologi tak terlihat yang membuatnya lebih sulit dilacak. Di belakangnya, para panglima perang Rokka—Quita, Saxsa, Xoxo, Hewa, Macer, dan Ququ—mengatur pasukan dengan peralatan canggih yang belum pernah ditemui di bumi.
“Kali ini mereka tidak datang untuk bermain-main,” gumam Agnadita pada dirinya sendiri.
Dengan keyakinan penuh, Agnadita melesat maju, bersiap mencegat armada musuh sebelum mereka melangkah lebih jauh. Ia tahu, meskipun bangsa Rokka kuat dan persenjataannya lebih maju, ia memiliki keunggulan tak terduga—kekuatan Corelith yang tak terbatas dan pengalaman pertempuran.
Di dalam kapal induk utama, Nox Nox memantau situasi dengan tatapan dingin. Laporan dari anak buahnya mengatakan bahwa satu sosok telah mendekat dari bumi. Ia tahu itu bukan sembarang pahlawan bumi. Ia telah mendengar kisah Agnadita, pahlawan super yang menghentikan Jenderal Thienem. Wajahnya berkerut penuh kebencian.
“Persiapkan serangan,” perintahnya dengan suara yang tenang namun berbahaya.