Ai Ni

Tara Lee
Chapter #3

Ai Ni 1

Singapura, 2019

ENTAH INI HANYA PERASAAN Elva atau memang hari ini suasana kampus memang terasa lebih semarak? Gadis itu mengedarkan pandangan ke segala arah, sepertinya memang benar, di mana-mana terdengar tawa dan—seperti biasa—bisik-bisik tetangga alias gosip! Yang mengherankan adalah, bisik-bisik tetangga ini berlangsung sejak Elva menginjakkan kakinya di halaman sekolah pagi tadi hingga saat ini, menjelang kampus bubar.

Ah… 

Elva menghembuskan napas pelan sambil terus berjalan menyusuri koridor menuju ruang loker, keningnya berkerut semakin dalam ketika melihat cewek-cewek bergerombol di sana-sini, sepertinya mereka sedang membicarakan sesuatu. Keheranannya berlanjut karena ruang loker pun tidak luput dari gerombolan penggosip.

Ada apa sih?

Memutuskan untuk cuek—walau sebenarnya penasaran juga—Elva membuka pintu lokernya, berniat mengambil buku dan beberapa set kuas baru. Di sekolah, Elva termasuk siswi yang cuek, suka-suka, jadi, ketika banyak teman-temannya bergosip, akan sangat jarang mereka berbagi info yang juicy. Mau bagaimana lagi, satu-satunya teman Elva bergosip adalah—

“Elva!” teriak Noriko—anak blasteran Cina-Jepang—tepat di kuping Elva. 

Aiyo!” sontak tangan Elva mencengkeram dadanya. 

“Kaget?” tanya Noriko sambil nyengir lebar.

Elva mendelik. Cengiran Noriko berubah menjadi tawa lebar.

That witch.

Tanpa menghiraukan Noriko, perhatian Elva kembali pada buku dan kuas. Mengambil beberapa buku dan kuas baru untuk dibawa pulang. Usai menutup pintu loker, Elva menemukan Noriko masih menatapnya dengan tatapan usil dan cengiran yang sering kali mengesalkan. Mata Elva menyipit, seketika sebuah inspirasi berkelebat di benaknya. Kita lihat sampai kapan kau bisa tertawa, kini Elva yang menyeringai usil.

Elva memasukkan buku dan kuas baru ke dalam tas lalu mengunci pintu loker.

“Kau sudah menyelesaikan tugas dari Mr. Jung?” Elva bertanya ringan seolah tidak tahu jika pertanyaannya sanggup menjungkir-balikkan mood seseorang. 

Sontak Noriko merengut mendengar pertanyaan Elva, gadis itu menyeret Elva keluar dari ruang loker.

“Si Tua itu, dia membuatku tidak tidur semalaman,” gerutu Noriko.   

“Si Tua?” kedua alis Elva bergoyang-goyang usil. “Bukannya kau cinta mati dengan Mr. Jung?” 

“Not anymore,” jawab Noriko pendek. 

Kali ini giliran tawa Elva pecah, Noriko yang melotot.

1 – 1

Ha!

“Omong-omong No, kau merasa tidak kalau kampus kita terlalu semarak hari ini?” Elva bertanya saat melewati segerombolan cewek yang sedang bergosip—setidaknya itu yang dipikiran Elva—di ujung koridor sebelum mereka naik ke tangga menuju kelas terakhir mereka, kelas lukis.

“Kudengar akan ada siswa pindahan,” Noriko mengangkat bahu.

Elva mengangkat alis, apa hubungannya siswa pindahan dan kampus yang terlihat terlalu gembira? 

Aneh.

“Siswa pindahan?”

So I've heard,”

Begitu mereka membuka pintu kelas bukannya semakin tenang tapi malah bisik-bisik itu makin ramai terdengar.

“Kudengar dia jagoan basket.”

“Dan sangat pandai!”

“Scratch that, he has the look!”

Noriko dan Elva saling padang, bingung. Elva menggelengkan kepala, tsk, tsk remaja dan obsesinya—seakan dia sudah tua—ia tertawa dalam hati.

“Hei,” Noriko menyikutnya pelan saat Elva sibuk meletakkan peralatan lukis di meja, cewek itu sedang memperhatikan satu per satu kuas di tangannya, menimbang mana yang akan ia gunakan terlebih dulu.

“Apa?” tanya Elva tanpa mengalihkan perhatiannya dari kuas-kuas di tangannya, lalu memisahkan mereka berdasarkan kelembutan bulunya. 

“Apa kau pikir kita tidak terlalu cuek?” Noriko duduk di meja di seberang Elva.

“Tentang?” Elva bertanya balik. Kini ia meletakkan kuas-kuas tersebut berjejer di depannya, nanti baru akan diputuskan akan dipakai dan dibawa pulang.

“Semua hal,” 

Elva mendongak, memandang sahabatnya dengan pertanyaan tergambar jelas di wajahnya. Noriko melompat turun dari meja yang ia duduki dan mengangkat telunjuknya, menjelaskan dengan membuat lingkaran virtual;

“Semuanya,” Noriko mengulang pernyataannya.

Elva mengangkat bahu.

“Kau tahu aku enggak peduli dengan semua itu, asal aku bisa masuk kejuaraan lukis atau piano tahun ini, itu sudah lebih dari cukup. Enggak ada yang membuatku lebih tertarik daripada melukis atau bermain musik,” Elva berhenti bicara sejenak dan membuka kabinet di belakangnya, mengambil sebuah kanvas baru lalu menambahkan. “Let alone, bergosip enggak jelas tentang cowok,” Elva menunjuk teman-teman sekelasnya dengan mengangkat dagu.

“Kurasa, semakin lama aku berteman denganmu, aku juga semakin aneh,” Noriko tergelak, ia pun membuka kabinetnya sendiri untuk mengambil kanvas yang sudah di sket kemarin.

Segera, keduanya tenggelam di dunianya masing-masing tanpa peduli dengan ocehan teman-teman sekelasnya yang lain. Samar-samar, Elva mendengar ketua kelas mengumumkan jika Mrs. Lee hari ini absen dan tidak ada guru pengganti. Alhasil kelas yang sudah ramai berubah menjadi huru-hara—kecuali untuk Elva dan Noriko. 

Entah berapa lama keduanya melukis, yang jelas tanpa disadari Noriko menguap dan meregangkan kedua tangannya ketika otaknya kehabisan ide. Punggungnya pun terasa kaku. Waktunya istirahat, ia pun memberesi peralatannya.

Lihat selengkapnya