PAGI DATANG LEBIH cepat dari biasanya, setidaknya, itulah yang dirasakan Elva. Matanya masih sangat berat untuk dibuka, hampir saja ia membanting jam beker yang tanpa permisi melengking membangunkan seisi rumah. Okay, ini hiperbola, karena hanya dirinya sendiri yang berada di rumah.
“Angry bird, lain kali bisa tidak suaramu diperpelan sedikit?” gerutu Elva ketika selesai mematikan alarm dan menaruhnya kembali di nakas.
Jam 7.00 pagi.
Kata pertama yang muncul di otak Elva;
Malas.
Hari ini ada kelas pagi yang dimulai pukul 8.00, artinya satu jam lagi. Dari rumah ke kampus paling tidak butuh setengah jam perjalanan, jadi kalau tidak mau terlambat, sekarang adalah waktu yang tepat untuk bangun dan bersiap!
Ugh…
Sepi.
Elva mendesah ketika dua puluh menit kemudian ia turun dari kamarnya di lantai dua. Ma masih di Cina—untuk urusan bisnis seperti biasa, dan tidak akan kembali dalam waktu dekat. Elva membuka kulkas, mengambil sosis dan roti.
Rumah sebesar ini cuma dihuni satu orang, pikir Elva saat ia mulai memanaskan wajan untuk menggoreng sosis dan menyalakan toaster.
Ding!
Tak butuh waktu lama untuk toast itu bergabung dengan sosis di piring, dengan malas Elva membawanya ke ruang tamu.
Tidak ada yang lebih menyedihkan daripada sarapan sendirian.
Sigh
Elva menyalakan TV, setidaknya ada teman meski tidak bisa diajak bicara. Setengah jam kemudian, 7:20, Elva bangkit, membawa piring kotor dan meninggalkannya begitu saja. Untuk tugas nanti sepulang dari kampus, ha!
Berjalan ke luar rumah, suasana masih seperti biasa, sama seperti hari-hari yang lalu, Auntie di depan rumahnya baru pulang dari jalan-jalan keliling kompleks bersama golden retriever yang nyaris sebesar dirinya. Kadang Elva bertanya-tanya apa tidak menjadi masalah untuk membawa anjing sebesar itu sedang yang membawanya terbilang kecil.
Di belokan depan, Uncle Wang sedang menyapu halaman sambil mendendangkan lagu lama Teresa Teng, Tian Mi Mi, tidak lupa beliau pasti menyapanya dengan senyum cerah. Pagi ini pun sama hanya saja kali ini Elva yang lebih dulu menyapa pria setengah baya tersebut.
“Pagi Uncle, hari yang cerah eh?”
“Pagi Elva,” Uncle Wang berhenti menyapu sejenak dan berdiri tegak. “Yeah sepertinya begitu, tapi alangkah lebih baik jika agak mendung sedikit nanti siang. Biar tidak terlalu panas,” Uncle Wang tertawa.
“Betul juga. Baiklah Uncle aku berangkat sekolah dulu,” Elva melambaikan tangan dan kembali meneruskan perjalanan.
“Hati-hati Elva, belajar yang giat. Jiayou (semangat)!” seru Uncle Wang menyemangati.
“Yiding shi (tentu)!”
Satu lagi hal yang sangat biasa dan terasa cukup membosankan. Semuanya nyaris sama. Apapun itu. Orang-orang yang berada di halte pun hampir semua orang yang sama dari waktu ke waktu. Tidak terkecuali hari ini.
Hidup hanyalah pengulangan waktu.
Elva teringat salah satu kutipan drama Taiwan, lupa entah apa judulnya. Mungkin kutipan itu benar adanya. Sudah hampir empat tahun ia tinggal di sini, setiap hari melalui rute yang sama, bertemu dengan—hampir selalu—orang-orang yang sama pula. Tidak ada kemajuan ataupun perubahan.
Stagnan.
Atmosfer baru berubah begitu ia melangkahkan kaki memasuki gerbang kampus, masih seperti kemarin sih, terdengar bisik-bisik tidak jelas dari banyak gerombolan penggosip. Apa mereka tidak ada pekerjaan lain selain bergosip?
“Elvaaaaaa!!!”
Terdengar suara melengking dari koridor lantai dua, Elva tidak perlu mendongak untuk melihat siapa itu. Tidak bisakah dia membiarkanku tenang barang sejenak? Masih pagi pula. Keluh Elva dalam hati. Dengan sengaja Elva mengambil jalan memutar—melalui koridor terluar gedung Summer Hills Junior College atau biasa disebut kelas reguler—untuk menghindari angry bird versi perempuan, err… maksudnya Noriko, si bubbly girl—terlalu bubbly malah kalau menurut Elva.
Alis Elva terangkat semakin tinggi ketika di sini, di kelas reguler, bisik-bisik itu semakin ramai terdengar. Mau tidak mau Elva bertanya-tanya seperti apa sih siswa baru itu kok sampai membuat heboh satu kampus.
“Aeeew… kemarin bilang nggak peduli cowok, eh… sekarang malah nyamperin kelasnya,” terdengar suara ejekan di ujung tangga.