JUMLAH PENONTON DI stadion kampus sore itu memecahkan rekor sejarah. Selama ini Elva tidak pernah menyaksikan stadion kampus penuh sesak dan gegap gempita, mungkin seisi sekolah hadir di sini makanya area sekolah tampak sepi. Sepertinya siswa dari kampus lain juga datang. Elva melihat beberapa siswa mengenakan seragam yang berbeda. Suporter lawan? Bisa jadi.
Elva tertawa kecil, tentu saja ia tahu alasan di balik padatnya stadion. Siapa lagi kalau si kembar William? Meski, hanya salah satu dari mereka, tapi tetap saja. Satu-satunya yang tidak Elva sadari adalah the William effect, bisa sampai ke luar kampus.
Speaking of which, Elva juga baru sadar kalau Tom ternyata sangat tinggi. Dengan mudahnya ia menemukan cowok itu di kerumunan. Jika Elva saja bisa dengan mudah menemukan Tom, apalagi dengan Noriko? Atau dengan hampir semua populasi cewek di sini? Elva bahkan hampir bisa menebak kalau semua cewek di sini tidak sabar ingin pertandingan segera dimulai.
“Kenapa harus ada cheerleaders sih, boleh tidak di-skip aja?” tanya Noriko tanpa dosa.
Nah kan benar? Noriko saja merasa begitu. Apalagi yang lain?
Elva menyeringai begitu nama Tom terdengar di seantero stadion ketika penampilan cheerleaders berakhir, sudah pasti karena Tom siapa lagi?
Lalu—
Untuk pertama kalinya Elva dibuat terkagum-kagum oleh si jahil Tom, untuk kali pertama pula Elva menemukan alasan kenapa hampir semua cewek tertarik pada cowok itu. Tom punya semua alasan untuk digilai cewek. Dari postur tubuhnya yang nyaris sempurna, dari gaya berpakaiannya yang ajaib, dari wajah cakepnya, dari.... Dari semua yang ia punya lah. Sekarang tentu saja dari gayanya memainkan bola di tangan. Bagaimana ia mengecoh lawan. Bagaimana ia menerobos pertahanan lawan dan yang paling penting adalah! Bagaimana ia mencetak skor!
Mendadak Elva teringat ucapan John beberapa waktu yang lalu, benar yang dikatakannya. Ketika Tom bermain basket, bola seakan melekat di tangannya. Tidak peduli bagaimana ia berlari, bola nyaris tidak pernah jauh dari dirinya dan pada akhirnya dia juga yang paling banyak mengeksekusi.
Apa dia shooter?
Mungkin.
Mental note, bertanya atau mencari informasi tentang bola basket.
Satu hal lagi yang menarik perhatian Elva; Tom bukan tipe anak yang serius, seserius apapun dia, anak itu tak pernah lupa bercanda. Dalam pertandingan kali ini pun sama, ada saja ulahnya yang membuat orang tertawa sekaligus ternganga karena kagum.
He’s the slaying dork.
Well, mungkin pepatah cool outside but silly inside adalah gambaran yang tepat untuk seorang Tom. Tapi mungkin justru itulah yang membuat cewek-cewek di sini tergila-gila. Memang, sesuatu yang unik selalu mengundang rasa ingin tahu.
Quarter demi quarter berlalu dan Tom terlihat tidak terbendung dalam mencetak angka, tidak ada pemain yang bisa menghentikannya dan lapangan basket seolah miliknya sendiri. Jika lawan terlalu rapat pertahanannya, ia tidak ragu-ragu mengambil tembakan tiga angka, dan yang lebih gila, nyaris semua tembakannya berhasil. Tak urung teriakan namanya semakin kencang terdengar seantero stadion.
“Tidak rugi kan?” mendadak Noriko berbisik di telinga Elva, membuat gadis itu spontan menoleh.
“Apa?”
“Nonton,” kata Noriko seraya mengangkat bahu dan kembali fokus ke lapangan di mana para pemain kembali bersiap setelah time out quarter empat.
Penonton kembali bersorak-sorai ketika Tom berbaik hati melambaikan tangannya ke arah penonton dengan senyum yang sanggup melelehkan hati mereka. Saat itulah Elva baru menyadari kalau dirinya terlalu lama melamun tentang Tom sampai-sampai tidak menyadari kalau permainan sedang time out dan game sudah hampir berakhir. Elva tertawa kecil begitu melihat respon teman-temannya yang histeris dengan fan-service dari Tom. Namun Elva tidak tahu jika saat itulah Tom menemukan dirinya, duduk menikmati kehebohan di sekeliling.
Quarter keempat dibuka dengan tembakan tiga angka dari Tom hanya beberapa saat setelah peluit ditiup. Sontak jeritan histeris kembali memenuhi stadion. Tom nyengir lebar dan mengangkat dua jempolnya ke arah Elva.
“Oh God! Kau lihat itu Va?! He just gave us thumbs up!” Noriko berteriak histeris dan Elva mentally face palmed.
Anak ini kalau sudah fangirl mode on memang suka memalukan, keluh Elva dalam hati.
“Ada banyak cewek di sini, jangan kege-eran,” kata Elva cuek.
“Kau memang tidak pernah bisa menghargai effort seseorang Va, tidak heran kau tidak pernah pacaran,” Noriko menjulurkan lidah. Mengejek teman baiknya.
Elva mengangkat alis. Bingung. Kenapa bisa nyambungnya ke pacar? Apa hubungannya?
“Kau terlalu cuek menerima perhatian dari sekitarmu, kau selalu berpikir semua sama, padahal belum tentu juga, aku yakin banyak cowok yang aslinya naksir,”
Nah kan? Si cucakrawa mulai berkicau lagi, keluh Elva dalam hati. Untunglah teriakan dan histeria demi histeria yang dibuat Tom mengalihkan perhatian Noriko dari pembicaraan mengenai cowok. Tidak lama kemudian semua orang di stadion menahan napas ketika Tom kembali menembak dari luar ruang tembak saat waktu hampir habis. Dan—
Peluit panjang berbunyi ketika bola berputar beberapa kali di sekeliling ring sebelum akhirnya rebound keluar. Desahan ah… panjang terdengar, penonton kecewa karena bola tidak masuk, tapi tidak dengan para pemain, begitu peluit panjang ditiup sontak Tom menjadi korban peluk paksa teman se-timnya. Mereka dan nyaris semua yang berada di stadion dengan bangga mengelu-elukan sang MVP.
***
ELVA MEREBAHKAN DIRI DI KASUR. Hari yang panjang. Bukan yang melelahkan sebenarnya, hanya saja sedikit aneh. Sejak pulang melihat pertandingan basket sore tadi, perkataan Noriko kembali terngiang di telinganya.