Setelah beberapa hari kejadian kemarin membuat Bulan dan keluarganya trauma. Terutama Bulan, hingga membuatnya harus pergi konsultasi ke psikolog.
Sedangkan papahnya yang baru saja pulang dari luar kota beberapa hari yang lalu, dia baru mengetahui kondisi putrinya yang sedang tidak baik-baik saja. Bundanya sengaja tidak langsung memberitahunya agar tidak terlalu khawatir saat di sana.
“Papah kan sudah bilang dari awal yang paling aman itu Bulan tetap melanjutkan sekolahnya di pesantren. Tapi Bunda bersikeras minta Bulan di sekolah umum. Kalo sudah seperti ini siapa yang mau tanggung jawab?” tutur papah Bulan. “Pokoknya papah minta Bulan pindah sekolah. Biar lanjut di pesantren yang di pimpin oleh kakeknya sendiri, sudah pasti sangat terjamin keamanannya,” sambungnya.
“Jangan, Pah! Bulan sudah mengahabiskan masa kecilnya di lingkungan pesantren. Biarlah dia tahu bagaimana kehidupan luar, Bunda percaya Bulan sudah besar dan bisa menjaga diri. Untuk masalah kemarin mungkin itu ujian untuk keluarga kita agar lebih waspada lagi,” jawab bundanya
Papah pergi keluar kamar meninggalkan Bunda, mungkin untuk mendinginkan suasana dan mengikis emosi di kepalanya. Saat Papah membuka pintu kamarnya, dia dikejutkan oleh keberadaan Bulan di depan pintu kamar. Dia termangu menatap papahnya dengan tatapan kosong. Papah segera memeluk Bulan, matanya menyimpan trauma yang begitu dalam. Tidak ada seorang Ayah yang tega melihat anaknya terluka. “Maafkan Papah ya, Sayang," lirihnya.
Bulan menangis dalam pelukan papahnya. Adakah pelukan ternyaman selain pelukan seorang ayah? Tidak ada bagi Bulan, baginya papahnya adalah panutannya dan kesayangannya. Tidak ada laki-laki yang dia cintai selain Papah dan kakaknya.
Berhati-hatilah ketika ingin melukai seorang wanita, sebab akan ada yang lebih terluka darinya. Yah, seorang ayah dan seorang ibu. Melukai anaknya berarti melukai orang tuanya.
Bulan tentu aja sangat bahagia jika harus pindah sekolah. Bukankah itu yang dia harapkan selama ini, semoga saja hikmah dari kejadian ini harapan Bulan akan terwujud. Pergi menjauh dari sumber masalahnya.
Ting ... tong ... ting ... tong
Papah melepaskan pelukan Bulan dan bergegas untuk membuka pintu, sedangkan Bulan berdiam diri di tempat. Sang tamu mengucapkan salam dan di sambut baik olehnya. “Dengan siapa, ya?” tanyanya.
“Halo, Om, saya Vira dan ini Fajar. Kami teman sekolahnya Bulan," ucap tamu tersebut.