Perdebatan itu belum selesai. Papahnya sangat teguh dengan pendapatnya agar Bulan pindah sekolah. Menurutnya, itu adalah sebuah keputusan yang paling tepat. Tapi, bundanya pun tidak mau mengalah bahwa keputusan suaminya adalah kurang tepat dan menetap di sekolah SMA Pelita Bangsa adalah keputusan yang tepat, baginya.
“Dengan memenjarakan Daffin, semua orang jadi tau dan takut jika harus berurusan dengan Bulan, bukan begitu, Pah?” tanya bundanya yang mencoba meyakinkannya. Papahnya merenung sejenak dan tidak menjawab pertanyaannya. Dia seperti sudah lelah mendebat istrinya yang tak kunjung menemukan ujungnya.
Pagi itu, perdebatan selesai. Sudah pasti, wanita selalu menang dan benar. Dan laki-laki selalu kalah dan salah. Begitu rumusnya.
Mereka pergi menuju meja makan untuk sarapan. Sekalian pamit kepada Bulan, bahwa hari ini ada undangan dan mengharuskan bundanya ikut. Biasanya jika libur adiknya selalu dibawa. Papahnya juga mengajak Bulan untuk ikut, tetapi dia menolaknya dan memilih untuk di rumah bersama asisten rumah tangga.
***
Pagi menjelang siang. Sekitar jam setengah sebelas, Bulan sudah berdamai dengan dirinya dan melupakan masa-masa suram dalam hidupnya. Dia membereskan tempat tidurnya yang ditemani oleh kucing.
Dia memang memiliki seekor kucing yang bernama Moon yang berarti “Bulan”. Kucing itu ia dapatkan kado ulang tahun dari kakaknya sebagai pengganti kucingnya yang mati setahun yang lalu.
Moon adalah salah satu tempat dia bercerita. Kucing yang lucu itu seolah mengerti jika majikannya sedang tidak baik-baik saja. Dari semenjak kejadian itu, Moon tidak pernah meninggalkannya. Seperti saat ini, dia memainkan benda-benda yang bergerak, barang-barang yang sedang Bulan rapikan.
Ketika dia merindukan kakaknya, dia hanya bisa memeluk kucing pemberiannya. Baginya bercerita ke kucing itu bagaikan dia bercerita pada kakaknya.
“Aku yakin jika kakak ada saat ini dia adalah orang pertama yang akan menghajarnya. Bukan Fajar!” batinnya.
Setelah membereskan kasurnya, dia juga membersihkan meja belajar. Beberapa hari belakang rasanya hari-hari telah dia habiskan dengan air mata. Dia baru menyadari keadaan kamarnya yang mulai berantakan, meja dan buku-buku yang berserakan penuh debu. Ia kembali menata bukunya dan menghempaskan debu-debu itu.
Dia juga memiliki beberapa koleksi tanaman. Tanaman itu terlihat layu sebab, tidak ada yang merawatnya dan menyiramnya beberapa hari ke belakang ini.
“Tanaman-tanaman, maafin aku ya, selama aku sakit tidak ada yang mengurus kamu. Kalian baik-baik ya dan tumbuh jadi tanaman yang baik,” sapanya pada tanaman-tanaman.
Katanya mengajak ngobrol tanaman itu juga penting, bisa membantunya untuk tumbuh lebih cepat. Selain itu, penelitian juga menemukan bahwa tanaman hias akan lebih cepat lagi tumbuh jika mendengar suara wanita daripada laki-laki.
“Huff!! Lelah juga!” lirihnya.
Kini azan Zuhur berkumandang. Dia memutuskan untuk mengakhiri semua aktivitasnya. Lalu bergegas ke kamar mandi untuk bersih-bersih. Saat dia mengambil handuknya, kucingnya malah mengikutinya melingkari kaki Bulan seolah dia ikut bahagia melihat majikannya sudah kembali ceria. Bulan menggendong dan menciumnya dengan gemas.
***