Dua minggu. Waktu terasa sangat singkat, baru saja kemarin liburan, hari ini sudah kembali ke sekolah.
Biasa penyakit anak sekolah di saat libur ingin masuk sekolah saat masuk sekolah ingin libur padahal sebenarnya yang diidamkan siswa sekolah adalah waktu jam kosong.
Biasanya hari pertama sekolah pasca liburan tidak melaksanakan upacara bendera. Sehingga anak-anak SMA Pelita Bangsa tidak perlu pergi terlalu pagi lalu berbaris di lapangan.
Tidak sedikit ekspresi anak-anak yang seperti ogah masuk sekolah, beberapa anak juga terlihat ceria berlari-lari menuju kelas tapi tidak banyak.
Sekitar pukul tujuh lewat lima belas menit, Bulan tiba di sekolah diantar oleh papah dan bundanya. Padahal dia sudah menolaknya. Tapi, bundanya tetap kekeh ingin melihat anaknya selamat sampai gerbang sekolah.
Kebanyakan yang lain pergi mengenderai sepeda motor atau menyetir mobil sendiri. Sedikit yang diantar oleh orang tuanya. Bulan merasa dia terlihat seperti anak manja, jika semua orang tau dia diantar oleh kedua orang tuanya, serasa anak TK, katanya.
Dia bersalaman pamit pada kedua orang tuanya. Mimik wajahnya terlihat sangat kesal.
Bulan berjalan masuk ke dalam gerbang sekolah. Langkahnya terhenti wajahnya melihat ke atas keliling lalu tatapnya berhenti di arah depan yang bertuliskan SMA Pelita Bangsa, dia tersenyum dan menghirup udara pagi di sekolah itu.
Jika di jalani dengan mengalir seperti air, enam bulan bukanlah waktu yang begitu lama tapi terasa sangat singkat. Perasaan baru kemarin dia harus berdiri hormat pada bendera dan bertemu dengan laki-laki yang super menyebalkan baginya.
Lalu dia melanjutkan langkahnya menuju kelas. Ia menyambut hari sekolahnya dengan ceria seolah tidak pernah terjadi apa-apa pada dirinya. Mungkin dia sudah berdamai dengan dirinya dan mencintai dirinya.
Dia duduk di bangkunya, masih sama seperti dulu, duduk di samping Vira. Sembari menunggu bel masuk berbunyi dia membuka buku novelnya. Kali ini dia membaca buku novel karya Habiburrahman El Shirazy berjudul Bumi Cinta.
Saat Bulan sedang fokus membaca tiba-tiba Vira datang dan mengagetkan Bulan, dia datang bersama Fajar.
Tapi, pagi itu ada yang berbeda. Fajar berjalan begitu saja melewati Bulan, tidak menyapa, tidak tersenyum, tidak menganganggu seperti biasanya.
Bulan menutup bukunya dan termangu. Kesambet apa dia tiba-tiba bersikap tidak seperti biasanya. Bukankah ini sangat bagus untuk Bulan. mungkin dengan dia seperti itu hidup Bulan akan lebih damai.
Saat jam istirahat tiba. Bulan dan Vira pergi ke kantin, kali ini Bulan hanya duduk berdua bersama Vira, tidak seperti biasanya yang selalu ramai bersama Fajar dan kawan-kawannya. Bulan tidak sengaja melirik ke arah samping kanannya lalu melihat Fajar yang yang berada di ujung meja kantin. Fajar yang sedang melihat Bulan membuangkan wajahnya begitupun dengan Bulan membuang wajahnya.
Suatu waktu di hari yang sama, Bulan sedang berbincang dengan Alief di lorong sekolah lalu Fajar dan kawan-kawannya lewat di depan Bulan dan Alief. Tapi Fajar sama sekali tidak peduli dengan keberadaan Bulan. Lalu Alief berhenti dari bicaranya dan matanya melihat Fajar sampai Fajar menghilang dari pelupuk matanya. Begitu pun dengan Bulan dia termenung melihat Fajar yang memang berubah seratus delapan puluh derajat.
Begitu pun disaat waktu pulang sekolah. Bulan duduk di halte menunggu jemputannya, seperti biasa jika bosan dia membuka buku bacaannya. Tiba-tiba Fajar lewat bersama temannya di depan Bulan.
“Ini yang aku inginkan dari dulu Fajar!!” lirihnya dan ia tetap fokus membaca seolah-olah tidak menyadari jika Fajar lewat di depannya. Tanpa menyapanya seperti dulu.
***
Hari berganti hari, minggu berganti minggu. Sikap Fajar masih sama seperti beberapa waktu yang lalu. Semenjak itu tidak ada satu patah kata pun yang dia ucapkan pada Bulan. Bahkan sampai Bulan berpikir mungkin dia sudah melupakannya. Dan kata cinta yang pernah dikatakan padanya mungkin sudah hilang.
Saat jam istirahat pertama Bulan pergi ke masjid untuk melaksanakan salat dhuha. Dia mengambil wudhunya dan masuk ke dalam masjid.
Sekitar pukul sembilan. Suasana dalam masjid sangat sepi namun membuatnya tenang, hanya ada dia seorang diri di area perempuan.
Saat dia hendak menggunakan mukenanya tiba-tiba terdengar seorang laki-laki yang sedang mengaji. Merdu bacaannya sedikit cepat namun tartil.
Dia terdiam sejenak, mendengar suara tersebut dan menikmatinya. “Surat Al-mu’min” lirihnya, dia menebak nama surat yang sedang dibaca oleh laki-laki tersebut, Sebab rasa penasaran Bulan memutuskan untuk mengintipnya dari balik tirai.
“Maa syaa Allah, Kak Alief,” gumamnya dalam hati. Alief terlihat sedang murajaah (mengulang hapalan).
“Jadi Kak Alief seorang hafidz Al-qur’an?” lanjut gumamnya bertanya pada dirinya sendiri.
Bulan akhirnya kembali ke tempat solatnya lalu mendirikan salat dhuha sebanyak empat rakaat. Pada rakaat kedua suara Alief menghilang mungkin sudah selesai mengajinya. Tapi Bulan tetap fokus pada salatnya.
Di waktu yang sama, saat Bulan sedang melaksanakan salat dhuha. Alief pergi meninggalkan masjid yang mana dia melewati area perempuan. Tanpa Bulan sadari Alief memperhatikan Bulan yang sedang melaksanakan salat. Alief tersenyum dan tetap melangkah pergi meninggalkan masjid.
Setelah selesai, Bulan pergi ke kantin dan menghampiri Vira yang sedang duduk sendirian di kantin. Entah kenapa semenjak Fajar menjauhi Bulan hubungan Vira dan Fajar pun seperti kurang baik. Tapi Vira tidak sedikit pun memberitahunya. Sedang Bulan tidak berani untuk memulai bertanya.
Baginya, perubahan pada sikap Fajar sangat menyenangkan. Dan dia tidak peduli pada apa yang terjadi pada Fajar. Hari-hari yang damai bukan. Dan dia tentu saja berharap Fajar sudah melupakannya.
“Lu gak kangen sama si Fajar?” tiba-tiba tanya Vira.
Bulan terkejut mendengarnya “heeuhh... enggak,” jawabnya.
“Gue yang nyuruh dia buat jahuin lu, karena gue gak mau lu terus-terusan kena masalahnya dia. Awalnya dia gak mau tapi setelah gue paksa akhirnya dia mau. Tapi dengan mencabut janjinya,“ jelasnya.
“Janji apa?” tanya Bulan penasaran.
“Jadi, dulu gue sama dia sama-sama memiliki janji. Gue janji bakal bantuin dia deket sama lu asalkan dia mau berhenti nongkrong, mabuk, ngerokok dan lain-lainnya. Akhirnya dia mau tapi tidak untuk berhenti. tapi, menguranginya. Akhirnya dalam satu minggu dia habiskan tiga malam di basecamp-nya dan empat malam dihabiskan di rumahnya, ” lanjut jelasnya.
“Hingga pada akhirnya gue nyuruh dia buat berhenti gangguin lu karena gara-gara dia lu jadi kena masalah terus. Yah, dia jahuin lu tapi hidup dia makin absurd, maboknya makin parah, kadang gak pernah pulang ke rumah, maennya di bar terus.“ sambungnya.
Bulan terdiam mendengarkan apa yang Vira jelaskan. Dia sendiri pun tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Perubahan sikap Fajar pada dirinya memang membuatnya bahagia tapi dia juga tidak ingin hidup Fajar hancur seperti itu.
Belum sempat Bulan menanggapi apa yang Vira ceritakan bel masuk sudah berbunyi. Hingga pada akhirnya mereka pergi meninggalkan kantin menuju kelas.