AIBEK GRY

Syami Ayyabi
Chapter #19

Rumit

Cinta itu tidak rumit. Yang membuat rumit adalah ketika semua orang memiliki makna cinta masing-masing lalu satu sama lain saling memaksa untuk menerima makna yang dimilikinya.

Bagi sebagian orang mungkin sepakat dengan kata “cinta tidak harus memiliki” tapi sebagian orang juga tidak sepakat dengan kata tersebut sebab mencintai apa yang tidak kita miliki terkadang membuat kita hanya fokus pada angan yang tidak berujung.

Jangan memperumit yang sebenarnya tidak terlalu rumit karena hal itu akan semakin rumit. Cukup menjalani apa yang kita percaya dan tidak perlu memaksa orang lain untuk percaya dengan apa yang kita percaya. Sebab semua orang akan memiliki kepercayaannya masing-masing.

Bagi Alief tidak ada cinta sebelum ada ikatan pernikahan, sebelum itu baginya adalah sebuah ujian hawa napsu jika dia tergoda untuk melakukan kesalahan atas nama cinta maka dia gagal dalam melawan hawa napsunya.

Namun, jika dia terus menitipkan rasa tersebut kepada sang Maha pemberi cinta hingga pada waktunya tiba maka dia telah berhasil menempuh ujian tersebut.  

Sedangkan bagi Fajar cinta adalah sesuatu yang harus diperjuangkan bagaimana pun caranya, salah atau benar, air mata atau senyuman, luka atau pulih. Apapun itu tidak peduli yang terpenting bisa memiliki apa yang sedang di perjuangkannya.

Pagi itu di parkiran sekolah. Alief tidak langsung turun dari motornya, setelah membuka helmnya dia memandang sekeliling mencari orang yang sedang dicarinya. Dia melihat jam tangannya, sepuluh menit lagi bel masuk mata pelajaran pertama akan berbunyi tapi orang yang di tunggunya tak kunjung datang padahal hampir setengah jam dia menunggunya di parkiran sekolah.    

Alief adalah siswa yang sangat taat aturan. Jika aturan sekolah saja dia taati apalagi aturan-aturan dari sang pencipta. Dia berkali-kali melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Mungkin belum saatnya untuk bertemu, pikirnya.

Dia bangkit dari duduk di jok motornya. Delapan menit lagi bel masuk berbunyi. Saat dia mengambil kunci motornya, tiba-tiba Fajar datang bersama Vira. Yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Fajar tidak menyadari jika Alief sedang menunggunya dari sejak lama.

Alief berjalan menghampiri Fajar. Vira menatapnya khawatir jika terjadi keributan pagi-pagi di sekolah.

“Ngapain lu?” tanya Fajar ketus sembari membuka helmnya dan sedikit merapikan rambutnya yang berantakan tatapanya sangat sinis.

“Gue mau bicara, tapi menggunakan otak bukan otot,” jawab Alief.

“Oh.. gue tau. Lu mau minta gue jauhin pacar elu kan, Bulan? gue gak bisa. Selama gue masih nginjekin kaki gue di bumi ini gue gak bakal berhenti berlari buat ngejar dia,” tekadnya, Fajar pergi meninggalkan Alief yang belum menjelaskan sepatah kata pun.

“Bukan! Gue bukan pacarnya Bulan,” tegas Alief.

Langkah Fajar terhenti dia membalikkan badannya langkahnya mendekat menuju Alief,.

“Gue mau bilang kalo yang kemaren lu liat salah paham. Itu adalah sebuah ketidaksengajaan,” sambung papar Alief.

“Apa ini artinya lu engga punya perasaan sama Bulan?” tanya Fajar.

“Bukan urusan lu!” timpalnya, Alief pergi meninggalkan Fajar. Fajar menatap Alief tajam yang pergi meninggalkannya.

Dia berjalan menuju kelas, sepanjang langkahnya dia tak habis menggerutu dalam hatinya. Jika Alief menyukai Bulan tidak mungkin dia menjelaskan kesalah pahaman ini tapi apa susahnya dia bilang “Gue gak suka sama Bulan,” malah berkata “Bukan urusan lu,” padahal baginya sudah jelas apapun yang berkaitan dengan Bulan adalah urusannya.

“Lu cemburu sama Alief?” tanya Vira.

“Jangankan si Alief, Bulan natap buku aja gue cemburu sama buku itu,” jawabnya memelas.

“Lu lebih bucin dari gue anjay,” ledek Vira menepuk pundak Fajar.

Baru berjalan sampai lantai satu, bel sekolah sudah berbunyi. Vira dan Fajar berlari-lari menaiki tangga sekolah. Fajar membuka pintu kelasnya, guru Biologi telah berdiri di depan murid-murid sudah siap untuk mengajar.

Fajar berlari menuju tempat duduknya, dia duduk dengan napas yang ngos-ngosan, tidak ada yang heran jika dia terlambat masuk sekolah, semua guru sudah paham itu. Tapi kali ini dia sendiri yang terheran-heran pada dirinya sendiri.

“Go*lok ngapain gue lari?” makinya pada diri sendiri, karena sejauh ini dia selalu terlambat masuk sekolah sekitar lima belas menit atau dua puluh menit.

Sedangkan tadi dia sudah berada di sekolah saat bel berbunyi tapi tanpa sadar dia berlari-lari agar tidak telat masuk kelas.

“Makanya kalo minum air jangan sama galonnya!” bisik Andre meledeknya.

Sebelum menuju jam istirahat pertama, siswa SMA Pelita Bangsa harus menghabiskan dua mata pelajaran. Setelah selesai pelajaran Biologi selanjutnya adalah pelajaran Bahasa Inggris, guru mata pelajaran Bahasa Inggris sedang melakukan seminar di luar kota kemudian seperti sekolah pada umumya; jam kosong. Diganti dengan tugas mengerjakan buku paket.

Sepuluh IPA dua tidak seperti anak-anak IPA pada umumnya meskipun namanya IPA tapi kelakuannya lebih-lebih dari anak IPS. Saat diperintahkan mengerjakan tugas, tidak ada satu pun yang mengerjakan malah berlari-larian seperti bocah SD. Keadaan kelas begitu ramai seperti pasar di tanah abang.

Bulan bersama Vira mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru piket baru saja. Vira adalah juara tiga di kelas tersebut, dulu waktu SMP Vira dan Fajar selalu kejar-kejaran ranking di kelasnya, jika Vira yang mendapatkan ranking satu maka Fajar mendapatkan ranking dua begitu pun sebaliknya jika Vira mendapatkan ranking dua maka Fajar lah yang mendapatakan ranking pertamanya. Saat duduk di bangku putih abu di tahun pertama Bulan menjadi saingan mereka berdua.

“Kalo di dunia ini cuma ada elu Jeck dan Kak Alief kira-kira lu pilih siapa?” tanya Vira membuka dialog.

“Mustahil!! Sebab dunia akan terus ramai penghuninya bahkan sampai menjelang kiamat pun,” jawabnya polos membuat Vira sedikit kesal,.

Lihat selengkapnya