Sekitar pukul sepuluh siang setelah jam istirahat selesai. Pelajaran Kimia sedang berlangsung di kelas Bulan, kurang lebih baru lima menit pelajaran baru dimulai. Tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu, lalu guru Kimia mempersilakannya masuk.
Seseorang yang mengetuk pintu pun masuk dan membawa selembar kertas. Dia bersalaman kepada guru yang ada di kelas itu, terlihat sangat sopan. Alief memberitahukan maksud dan tujuannya datang ke kelas tersebut.
Yaitu menjemput Bulan untuk mempersiapkan lomba yang akan dilaksanakan beberapa hari lagi.
Alief juga memberikan selembar surat dispensasi yang sudah di setujui oleh pembinaan kesiswaan. “Laila Bulan Annira. Lomba tahfidz Al-Qur’an,” guru tersebut membaca selembaran kertas yang dibawa oleh Alief.
“Laila yang mana?” tanya guru itu melihat sekeliling siswa di depannya.
Bulan mengangkat tangannya dan berdiri.
“Cocok ya yang satu sholeh yang satu sholehah. Semoga berjodoh ya kalian,” ucap guru tersebut yang membuat Fajar geram mendengarnya.
Alief dan Bulan pergi keluar meninggalkan kelas. Alief mengajak Bulan menuju masjid. Sedangkan Bulan tidak tahu menahu jika hari ini akan ada dispensasi dan akan diadakan latihan untuk lomba. Tapi dia terlihat pasrah mengikuti apa yang sudah Alief siapkan.
Rupanya, di masjid sudah ada seorang wanita yang menunggunya. Alief memperkenalkan wanita tersebut kepada Bulan.
“Khadijah.” Salamnya dan megasongkan tangan kananya untuk bersalaman dengan Bulan.
“Bulan,” jawabnya dan menerima jabatan tangan dari wanita itu.
Tatapan Bulan begitu ramah senyumannya yang membuat semua orang terpukau dibuatnya.
Alief memberitahu Bulan jika kak Khadijah adalah yang akan membimbingnya selama latihan menuju lomba. Katanya kak Khadijah adalah guru ngaji Alief waktu kecil. Bulan mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar cerita Alief.
Lalu Alief pergi meninggalkan Khadijah dan Bulan berdua di masjid. Mereka berdua saling berkenalan lebih dekat satu sama lain, lalu berlatih dan memberikan tips-tips lomba tahfidz Qur’an dari Khadijah. Konon Khadijah juara Musabaqah Hifdzil Qur’an Internasional.
“Dulu Kakak dapat beasiswa kuliah di Turki tapi orang tua Kakak menikahkan Kakak di usia muda. Lulus SMA langsung nikah dan alhamdulillah suami Kakak mau membiayai kuliah meskipun masih di Indonesia,” cerita Khadijah pada Bulan.
“Wajah kakak mirip ya sama Kak Alief,” ucap Bulan dan menatap wajah Khadijah.
“Heheh, mungkin hanya kebetulan,” ucap Khadijah sedikit tertawa.
Alief kembali ke masjid. Tetapi dia melihat Khadijah dan Bulan begitu terlihat sangat akrab dia duduk di bangku depan masjid memperhatikan Bulan dari balik jendela.
Beberapa saat kemudian, Bulan dan khadijah berjalan keluar masjid. Alief langsung berdiri dan berpura-pura seolah dia baru tiba di masjid. Dia mempertanyakan latihan perdananya pada Bulan.
Bulan hanya berkata bahwa semuanya berjalan dengan lancar. Alief mengatakan bahwa kak Khadijah akan melatihnya setiap hari.
“Gak perlu Kak, gak usah repot-repot Bulan bisa belajar sendiri lagian kak Khadijah juga kan punya dede bayi di rumah,” tolak Bulan secara halus.
Tapi, kak Khadijah mengatakan bahwa dirinya tidak keberatan dan sangat senang bisa mengajari Bulan. Terlebih soal bayi sudah ada baby sisters di rumah yang menjaganya.
Khadijah pamit pada Bulan dan Alief untuk pulang duluan sebab waktu sudah siang, katanya suaminya hanya mengijinkannya dari jam sepuluh sampai jam setengah dua belas. Yang terpenting waktu dzuhur sudah tiba di rumah.
***
Hari-hari selama satu minggu yang lalu Bulan habiskan bersama Khadijah untuk latihan padahal sebenarnya Bulan tidak terlalu membutuhkannya hanya saja dia menghargai apa yang sudah Alief berikan dan siapkan untuknya.
Hari menuju lomba itu telah tiba. Rohis SMA Pelita Bangsa hanya mendelegasikan dua peserta. Bulan dan Alief dalam lomba Tahfdzul Qur’an dan pidato bahasa Arab. Lomba akan dilaksanakan di sekolah SMA Harapan Bangsa, sekitar setengah jam dari SMA Pelita Bangsa.
Pagi itu, Bulan sudah tiba di sekolah begitu pun dengan Alief sudah menunggu Bulan di parkiran. Alief bertingkah seperti orang yang kebingungan tangannya menggaruk-garukkan kepalanya berkali-kali. Bulan menatapnya heran. Tapi Alief seperti takut untuk memulai berbicara.
Tiba-tiba Vira turun dari mobil dan menghampiri mereka.
“Ayo!!” Ajak Vira pada Bulan.
“Atau Kak Alief juga mau bareng kita, satu mobil aja?” lanjut ajak Vira pada Alief.
Alief menatap Vira lalu menatap Bulan dengan penuh keheranan.
“Oh iya kak Alief, katanya Vira mau lihat kita lomba dan aku mau berangkat bareng Vira pake mobil dia. Kak Alief mau bareng kita?” tawar Bulan.
“Oh iya. Boleh,” jawab Alief sedikit cengengesan.
“Tadi bingung mau ngomongnya gimana ke kamu. Kalo aku gak bisa ngeboncengin kamu pake motor ku. Soalnya kan kita belum mahrom,” lanjut ucap Alief.
“Belum? Berarti mau dong?” ejek Vira dan menyenggol pundak Bulan, dia hanya tertawa sedikit canggung mendengar ejekan Vira.
“Oh iya kita nungguin si Jeck ya. Katanya dia mau ikut juga,” pinta Vira sembari melihat jam di tangannya raut wajahnya sedikit kesal sebab Fajar tak kunjung datang. Selang menunggunya. Mereka sibuk dengan ponselnya sendiri-sendiri.
“Alief!!” panggil Selena yang sedang berjalan menuju Alief bersama kawannya Luna dan Indah
Walaupun yang dipanggil hanya Alief, tapi Vira dan Bulan secara spontan melirik asal suara panggilan tersebut.