AIBEK GRY

Syami Ayyabi
Chapter #21

Pemabuk

Waktu demi waktu berjalan begitu cepat. Waktu memang selalu berjalan seperti kilat sangat cepat.

Semenjak memenangkan lomba itu, Bulan menjadi semakin sibuk di ekskulnya hari-hari selalu berdampingan bersama Alief.

Hari-harinya pula dia habiskan di sekolah. Hal ini terkadang membuat papahnya tidak terlalu menyukai kesibukan anaknya. Bagaimana tidak. Pergi pagi pulang sore, tidak ada anak sekolah yang pulangnya sama dengan jam pulang kerja kantoran.

Berbeda dengan bundanya, memang seperti itu harapannya. Bulan sekolah di SMA Pelita Bangsa. Agar dia lebih mandiri, memahami dunia dengan luas serta mampu memandang hal apapun dengan berbagai perspektif. Jika bukan karena dukungan bundanya tentu saja Bulan tidak diizinkan untuk aktif di ekskul manapun.

Sedangkan Fajar. Dia semakin sibuk dengan dunia kelamnya, sungguh dia tidak sanggup untuk menjauh dari Bulan.

Semakin menjauh semakin hancur hidupnya apalagi hatinya. Baginya, Alief tidak ada apa-apanya akan tetapi hatinya tetap merasa bahwa dia adalah saingan yang berat.

Banyak wanita mengantre berjejer yang ingin menjadi pacar Fajar. Namun, pesona Bulan sudah memenuhi pikiran dan hatinya sehingga tidak ada ruang untuk orang lain walau hanya sekedar singgah. 

Berbeda dengan Bulan yang menghabiskan hari-harinya dengan hal yang berguna. Fajar malah menghabiskan waktunya dengan hal yang begitu merugi. Seharusnya kata-kata kepala sekolah beberapa waktu lalu dijadikan motivasi baginya. Tapi, malah masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.

Meskipun terlihat mustahil dia sangat yakin jika suatu hari Bulan akan luluh dan jatuh cinta padanya. Apa mungkin seorang wanita muslimah yang taat agama akan jatuh hati pada seorang lelaki pemabuk yang tak mengenal Tuhan?

***

Malam itu. Bundanya Bulan. Pergi ke sebuah perkampungan di sudut kota untuk menjemput suaminya yang sedang berceramah disana. Supir di rumahnya mengambil cuti karena istrinya sedang melahirkan. Sehingga mengharuskan dia yang menjemputnya.

Sekitar pukul setengah delapan malam. Karena malam Minggu, hingga setiap tepi jalan begitu ramai dan berdesakan oleh kendaraan, suara klakson saling sahut membuat semakin bising suasana malam tersebut.

Banyak pengemudi yang tidak sabar dan beberapa dari mereka bersorak teriak untuk berhenti menyalakan klaksonnya.

Lampu merah berganti menjadi lampu hijau untuk kesekian kalinya. Dia melajukan perjalanannya dengan cepat meskipun harus berdingkit-dingkit dengan kendaraan yang lain. Kurang lebih lima belas menit dia harus menunggu antrean untuk keluar dari kemacetan tersebut.

Dalam perjalanannya ditemani oleh lantunan ayat suci Al-Qur’an yang di putar dari audio mobil. Dia memperlambat laju mobil yang sedang dikendarainya seraya menengok kiri dan kanan di sekitarnya agar tidak tersesat dalam perjalanan sebab dia sudah menuju perjalanan kecil yang memiliki banyak belokan.

Masih belum terlalu jauh dari perkotaan. Saat menengok ke arah luar sekelebatan dia melihat sosok lelaki yang perawakannya tidak asing baginya. Seperti pernah kenal, pikirnya. Lalu dia kembali melirik laki-laki tersebut.

Dia mengikutinya dari belakang dengan mobil yang lajunya sangat lambat. Laki-laki itu berjalan sedikit sempoyongan tapi mulutnya tidak berhenti menghisap rokoknya. Dia di bawa oleh laki-laki tersebut pada sebuah bangunan yang tidak terlalu besar. Temboknya penuh dengan coretan pilox.

Bangunan tersebut tidak terlalu bagus tapi terlihat terawat meskipun jauh dari perumahan namun di dalam sana sangat terlihat ramai. Lalu lelaki tersebut dijemput oleh kedua temannya kemudian di bopong ke dalam.

Karena rasa penasaran, bundanya Bulan turun dari mobilnya dia berjalan dengan mengendap-endap sekali melihat kiri dan kanan untuk memastikan keadaan baik-baik saja. Setelah sampai depan pintu dia sedikit mengintip ke dalam ruangan bangunan tersebut.

Lihat selengkapnya