AIBEK GRY

Syami Ayyabi
Chapter #22

Angkot

Sore hari usai pulang sekolah. Seperti pada hari-hari yang lalu Bulan diminta oleh Alief untuk mengadar ke ruang Rohis, sesuai permintaannya sewaktu istirahat tadi.

Setelah sampai. Alief sudah mempersiapkan semuanya hanya saja tidak semua anggota Rohis hadir pada saat itu. Bulan melirik sekeliling dan mempertanyakan pada Alief keberadaan anggota yang lain.

“Sebenarnya hari ini tidak ada meeting. Hanya saja ada hal penting yang mau aku bicarakan sama kamu,” ujar Alief. Di ruang itu hanya ada Alief, Yolla, Sheffa dan Bulan.

Bulan melongo menatap Alief. Sedang Yolla dan Sheffa sibuk dengan kerjaannya yang sedang merenovasi ruang Rohis.

“Ada apa ya kak?" Tanya Bulan.

“Jadi gini Bulan, tiga bulan lagi kan menuju tahun ajaran baru. Nah sesuai tradisi sekolah ada pergantian kepengurusan OSIS. Biasanya yang dicalonkan untuk jadi ketua OSIS adalah ketua-ketua ekskul seperti tahun lalu. Yang terpilih adalah ketua eksul yang berhasil mendapatkan juara dalam lomba. Karena hanya ada Rohis dan Basket yang mendapatkan juara pada tahun ini maka kemungkinan besar yang dicalonkan oleh pihak sekolah ada aku dan Selena dari ekskul Basket seharusnya ada Daffin juga yang mendapatkan juara lomba Volly tapi....” bicaranya terhenti sejenak.

“euhh.. dan aku sudah dihubungi oleh pihak sekolah untuk diajukan jadi calon ketua OSIS untuk wakilnya sendiri pihak sekolah menyerahkan semuanya padaku. Dan aku milih kamu. Bagaimana?” sambung paparnya.

Bulan sedikit terkejut mendapatkan tawaran tersebut. “Kayanya aku butuh waktu deh kak,” jawabnya.

“Boleh dipikir-pikir aja dulu. Aku harap sih keputusan kamu sesuai dengan apa yang aku harapkan.” timpal Alief.

“Udah Bulan terima aja. Asli ya kalian cocok banget, udah kek couple goals deh di sekolah ini,” sahut Yolla “Iya bener,” sambung Sheffa. 

Bulan menatap mereka berdua dengan mengerutkan keningnya. Sedang Alief seperti terlihat bahagia mendengar ucapan Yolla.

“Kasih aku waktu semalam ya kak buat mikir,” pinta Bulan pada Alief. Alief tersenyum dan mengganggukkan kepalanya.

“Kalian pulang aja gapapa bisa dilanjut besokkan. Sekarang udah sore.” ucap Alief sembari melirik jam di telepon genggamnya.

***

Diwaktu yang sama dilapangan sekolah. Selena dan Fajar sedang berbincang-bincang terlihat sangat akrab. Padahal, kemarin Fajar memperlakukan Selena dengan buruk. Tapi sore itu terlihat seperti junior dan senior yang baik.

“Gimana dil gak?” tanya Selena kembali meyakinkannya, Fajar melirik uluran tangan Selena.

“Oke dil,” jawab Fajar sembari mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan Fajar.

Bulan memperhatikan Fajar yang sedang berbicara akrab dengan Selena di lapangan. Dia berdiri di lantai dua langkahnya terhenti saat dia melihat keakrabannya dengan Selena.

Dia menatapnya kecewa. Apa mungkin dia memang sudah menaruh hati pada Fajar? Bukankah seharusnya dia bahagia jika Fajar dekat dengan Selena itu berarti Fajar sudah hilang obsesi pada dirinya dan tidak akan mengganggunya kembali.

Bulan melanjutkan langkahnya. Mungkin, beberapa hari ini supirnya tidak bisa menjemputnya sebab masih mengambil cuti begitu pun dengan kedua orang tuanya yang sedang pergi keluar kota. Hingga dia memutuskan untuk pulang naik angkot.

Dia berjalan menuju jalan raya seorang diri mungkin hari ini adalah pertama kali dia naik angkot seorang diri. Bundanya meminta dia untuk pulang naik taksi online tapi entah mengapa dia tidak mematuhinya dan memutuskan untuk naik angkot.

Di pinggiran jalan raya itu terdapat halte Bus. Sudah hampir lima belas menit dia duduk menunggu angkot tapi tak kunjung datang. Kebetulan angkot menuju rumah dia sangat susah kadang sekalinya lewat sudah terisi penuh. Angkot nomor dua puluh satu menuju rumahnya.

“Tumben nunggu disini?” tanya seorang laki-laki yang mengejutkan Bulan.

Dia pikir penjahat yang sedang berbicara, dia langsung melirik kearah suara tersebut.

“Fajar!” ucapnya dalam hati.

“Nunggu angkot,” jawabnya.

Tatapnya kembali fokus pada jalan raya. Namun, sangat sulit menemukan angkot nomor dua puluh satu.

“Gak dijemput?” lanjut tanyanya.

Bulan hanya menggelengkan kepalanya. Fajar duduk di samping Bulan. Namun, sangat berjauhan sekitar berjarak dua meter. 

Bulan melirik Fajar yang persis duduk di sampingnya. Tapi dia tidak begitu mempedulikannya. Tidak begitu penting. Yang terpenting saat ini adalah angkot nomor dua puluh satu. Matanya kembali fokus pada jalan raya.

Selang beberapa waktu Fajar tidak juga pergi dari halte. Bulan berpikir mungkin dia juga sedang menunggu sesuatu. Dari kejauhan terlihat angkot nomor dua puluh satu yang melaju mendekatinya. Dengan wajah riang dia langsung bangkit dari duduknya begitu pun Fajar ikut bangkit dari tempat duduknya.

Saat angkot itu berhenti. Bulan sedikit termenung. Isi angkotnya kosong hanya ada dua orang lelaki yang badannya penuh dengan tato, rambutnya pirang, ada tindikan di hidungnya, telinganya memakai anting hingga daun telinganya sompong. Dua pria itu menatap Bulan.

Bulan menatap jam yang melingkar di lengannya. Jam enam kurang sepuluh menit. Sedikit lagi maghrib. Jika menolak angkot tersebut dia sudah membuang waktu untuk menunggunya dia juga tidak tega melihat supir angkot yang sudah berhenti persis di sampingnya.

Lihat selengkapnya