Bulan telah memberikan jawaban pada Alief yang telah menantinya jawabannya. Jawaban yang sesuai dengan harapannya. Ya, dia menerima tawaran Alief untuk menjadi calon wakil ketua OSIS.
Alief memberitahukan pada Bulan bahwa beberapa hari lagi akan dilakukan pengambilan suara oleh rakyat SMA Pelita Bangsa.
Saat Bulan keluar dari ruang Rohis. Dia melihat Selena bersama Fajar mereka membawa selembaran kertas lalu terhenti di sebuah mading di lantai dua mereka bersama-sama menempelkan kertas yang dibawanya di mading tersebut.
Rupanya, Fajar sudah tidak lagi berseteru dengan Selena. Malah, berbanding balik. Menjadi sangat akrab. Bulan berdiri di depan ruang Rohis memperhatikan mereka dari kejauhan. Fajar menatap Bulan dan menyadari keberadaannya. Tapi, tidak ada satu kata pun yang dia ucapkan pada Bulan. Bahkan, sedikit senyuman tipis pun tidak.
Saat mereka sudah meninggalkan mading. Bulan menghampiri mading tersebut dan melihat apa yang Fajar dan Selena tempelkan di mading tersebut.
“Kandidat no satu calon ketua dan wakil ketua OSIS. Selena Eillen Aurora dan Muhammad Fajar Al-hafidz. Bersama SelFa (Selena-Fajar) SMA PelBa (Pelita Bangsa) Sejahtera!!” lirih Bulan membaca selembaran kertas yang baru saja ditempelkan di mading.
Bulan termenung menatap mading dengan tatapan kosong. Lalu Alief datang mengejutkan Bulan. dia juga membawa selembaran kerta yang bertuliskan.
”Kandidat no dua calon ketua dan wakil ketua OSIS. Alief As-segaf dan Laila Bulan Annira. (Q.S An-Nisa : 58)”.
“An-Nisa ayat 58?” tanya Bulan.
“Disana Allah menjelaskan agar kita taat kepada Allah dan rasul-Nya serta kepada pemegang kekuasaan untuk kemaslahatan rakyat yang sedang dipimpinnya. Pemimpin itu harus adil dan amanah,” jelas Alief.
Bulan tersenyum mendengar penjelasannya. Memang benar, segala sesuatu itu sudah ada aturannya dalam katabullah. Jika hal kecil saja diatur apalagi hal yang besar. Saat mereka sedang asyik mengobrol di depan mading. Fajar dan Selena berjalan melewati mereka berdua. Sepertinya akan ada pertarungan yang sengit antara kandidat no satu dan dua.
Bulan pamit kepada Alief untuk pergi ke kelas. Saat Bulan melangkah yang masih tidak terlalu jauh darinya, Alief memanggilnya dan mengingatkan Bulan bahwa nanti sore ada persiapan untuk kampanye besok. Bulan menganggukkan kepalanya dan melanjutkan jalan menuju kelasnya.
***
Jam sudah menunjukkan pukul setengah enam sore. Hari sudah mulai gelap. Tapi Alief, Bulan bersama tim suksesnya masih mempersiapkan untuk presentasi besok.
“Astagfirullahal’adzim. Sudah sore!!” Alief menepuk jidatnya.
“Kita lanjut nanti via group line saja sekarang kita pulang!” perintah Alief. Dia begitu sibuk membereskan barang-barangnya dan memasukkannya ke dalam tas. Begitu pun dengan yang lain.
Bulan pamit terlebih dulu. Dia sibuk dengan handphone-nya untuk memesan taksi online. Dia berjalan menuju halte sekolah dan menunggunya. Bulan berdiri, mondar-mandir wajahnya begitu cemas dan berkali-kali menatap jam di handphone-nya tapi taksi online yang dipesannya tak kunjung datang.
Fajar berjalan untuk menghampiri Bulan yang terlihat tidak sedang baik-baik saja. Namun, dia terlambat sebab Alief lebih cepat menghampiri Bulan.
Langkah Fajar terhenti dan mundur secara perlahan dia bersembunyi dibalik tiang pagar sekolah. Untuk memperhatikan Bulan agar dia baik-baik saja.
“Belum dijemput?” tanya Alief.
“Lagi nunggu taksi online kak,” jawabnya.
“Aku temenin sampe taksinya datang ya!” tawar Alief lalu duduk di kursi halte.
Bulan menganggukkan kepalanya dan tatapnya semakin cemas.
Setelah sepuluh menit menunggu. Taksi itu datang, katanya jalanan macet sehingga datang terlambat. Bulan pamit pada Alief untuk pulang terlebih dulu. Setelah Bulan pergi, Fajar keluar dari balik tiang pagar sekolah dan menghampiri Alief.
“Lo cowok bukan sih? Kenapa ngebiarin cewek balik sendirian naik taksi malam-malam gini?” bentak Fajar pada Alief.
“Gue punya cara tersendiri untuk menghormati wanita,” balas Alief.
“Kalo gak mampu lebih baik mundur!” bisik Fajar pada telinga Alief dan menepuk-nepuk pundak Alief. Lalu dia pergi meninggalkan Alief.
Fajar menaiki motornya lalu mengenakan helmnya setelah motornya nyala dia berjalan mengejar taksi yang Bulan tumpangi. Karena jalanan macet sehingga lebih mudah bagi Fajar untuk mengejarnya.
Motor Fajar bersejajar dengan mobil yang sedang Bulan tumpangi. Dia melirik ke dalam jendela dan melihat Bulan sedang memainkan ponselnya. Pertama-tama Bulan menyadari ada seseorang yang mengintipnya dari jendela tapi tidak dia hiraukan. Mungkin, hanya orang iseng, pikirnya.
Semakin lama dia penasaran dengan orang yang mengintipnya dari jendela yang setelah sekian menit tidak juga pergi. “Fajar!” lirihnya. Fajar melambaikan tangannya dan tersenyum melihat Bulan baik-baik saja.
Fajar terus membuntuti Bulan dari belakang. Dia hanya ingin memastikan bahwa Bulan sampai rumah dalam keadaan baik-baik saja. Setelah taksi itu sampai di depan rumah Bulan. dia turun lalu memasuki rumahnya. Fajar memperhatikannya dari kejauhan setelah yakin bahwa Bulan sampai dengan selamat. Lalu dia pergi menuju pulang ke rumahnya.
Bulan membuka pintu dan mengucapkan salam. Ia terkejut, ”Loh papah sama bunda sudah pulang?” tanyanya sembari bersalaman kepada kedua orang tuanya.
“Sekarang jam berapa?” tanya Papahnya tegas.
Bulan mengangkat tangan kirinya dan melirik jam tangannya.
“Jam tujuh kurang sepuluh menit Pah,” jawabnya polos.
“Kamu itu anak sekolah atau karyawan swasta? Sekolah mana yang belajar sampai jam segini?” bentaknya.
Bulan menyadari jika papahnya sedang memarahinya.
“Sudah salat magrib?” lanjut tanyanya.
“Lagi halangan pah,” jawab Bulan dengan suara yang kecil dan wajah menunduk.
“Bulan sibuk di ekskul pah. Dan Bulan dicalonkan untuk jadi wakil ketua OSIS,” jelasnya bicaranya sedikit terbata-bata.
“Papah sudah gak ngerti lagi sama kamu Bulan! Ini yang papah khawatirkan. Dan benar saja kekhawatiran papah terjadi.” bentaknya.
Bulan semakin menunduk takut mendengar bentakan papahnya yang semakin keras.
“Kamu jalan sama siapa kemaren sampai-sampai lelaki tersebut masuk ke dalam rumah ini?” tanya papahnya semakin marah.