Suasana pagi itu di sekolah sangat ramai. Setiap sudut mading dipenuhi oleh kumpulan anak-anak PelBa. Begitu riuh dan berdesakan.
Saat Bulan tiba di sekolah. Dia terlihat sangat keheranan dengan suasana sekolah yang tidak seperti biasanya. Dia berdiri di tengah lapangan menyaksikan anak-anak yang sedang berdesakkan.
Meskipun, dia sedikit bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Namun, ketidak sukaannya terhadap keramaian mengalahkan rasa penasarannya. Dia memilih untuk mematung menanti keadaan tenang.
“Assalamualaikum Bulan,” salam seseorang dari belakang.
Bulan segera membalikkan badannya, “Waalaikumussalam, eh kak Alief,” jawabnya.
“Kenapa berdiri disini?” tanyanya.
Bulan sedikit menjelaskan bahwa dia sedang menunggu keadaan tenang untuk melihat apa yang terjadi di depan mading.
“Oh itu, di mading ada pergantian kelas buat kelas sebelas dan duabelas. Kamu sudah tahu masuk kelas berapa?” tanya Alief. Bulan menggelengkan kepalanya.
Tanpa berkata-kata Alief pergi meninggalkan Bulan menuju mading. Dia menerobos kerumunan tersebut, mencari-cari nama Bulan di kertas yang tertempel di mading. Berkali-kali dia mengecek akan tetapi nama Bulan tidak juga di temukannya.
Alief kembali menghampiri Bulan, ”Nama kamu gak ada. Sepertinya ada beberapa kelas yang belum keluar,” jelas Alief.
“Sembari nunggu kamu duduk aja disana!” ujar Alief menunjuk kursi yang terletak di pinggir lapangan. Tapi, Bulan menolaknya dia melirik keadaan sekitar mencari teman-temannya.
“Yolla!! Sheffa!!” panggil Bulan. dia berlari menghampiri mereka, sedangkan Alief mengikuti langkah Bulan.
“Kamu udah tau masuk kelas mana?” tanya Bulan.
“Tadi, kita masuk kelas sebelas IPA tiga. Tapi ada beberapa kertas yang di lepas gitu sama bu Rossa. Jadi kayanya ada yang dirubah sih,” jelas Yolla.
“Oh iya.. Gue tadi engga sengaja lewat ruang BK. Terus di dalam ada Si Jeck sama Vira. gue gak sengaja denger Jeck marah-marah gitu sama bu Rossa. Gak begitu jelas sih, tapi gue denger, dia bilang kalo dia pengen sekelas lagi sama elu gitu. Terus gak begitu lama bu Rossa ngelepasin beberapa kertas yang dimading,” cerita Sheffa.
Alief memperhatikan dengan seksama yang dicertikan oleh Sheffa. Namun, dia tidak berkomentar sepatah kata pun. Dia berpikir itu bukan urusannya.
Sedang Bulan. begitu geram mendengar apa yang Sheffa ceritakan. Jika memang begitu keadaannya, Fajar sudah kelewat batas. Sampai-sampai dia melawan pihak sekolah hanya untuk egonya.
Namun, dia tidak bisa bertindak apa-apa. Mungkin, jika Bulan yang mendengar semua itu dia bisa bertindak untuk menghentikan keinginan Fajar yang kekanak-kanakan.
Tatapan Bulan penuh dengan amarah. Namun, dia tahu kondisi saat ini bukan saatnya untuk meluapkan emosinya. Selang beberapa menit, tiba-tiba bu Rossa datang membawa selembaran kertas lalu menempelnya di mading.
Kondisi mading saat itu telah sepi dari desakan anak-anak PelBa. Mereka berlari menghampiri mading dan Alief berjalan santai mengikuti Bulan dari belakang.
“Tuhkan bener kata gua, lu sekelas lagi sama si Jeck,” ucap Sheffa.
“Kita beda kelas. Kita duluan ya!” pamit Sheffa dan Yolla pada Bulan.
“Bulan, aku juga duluan ya!” pamit Alief pada Bulan.
Bulan menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Meskipun begitu, Alief memahami bahwa Bulan sedang geram. Entahlah, Alief memang susah di tebak apakah dia menyukai Bulan atau hanya sebatas junior dan senior yang sedang bertugas di sebuah organisasi.
Bulan berjalan menuju kelasnya. Kelas sebelas IPA satu. Yang terletak di lantai dua lebih tepatnya bersebrangan dengan ruang-ruang ekskul. Untuk ruang kelas sepuluh terletak di lantai tiga dan untuk kelas dua belas di lantai utama.
Saat Bulan memasuki kelas tersebut. Suasananya begitu ramai, Fajar dan kawan-kawannya telah tiba. Mereka berempat berkumpul di belakang dan tertawa-tawa. Sedangkan murid yang lainnya banyak yang berlalu lalang, kejar-kejaran, bermain gitar-gitaran menggunakan sapu, bermain handphone, tiduran, padahal masih pagi.
Bulan berdiri di depan pintu. Lalu Vira memanggilnya, dia pun menghampiri Vira.
“Duduk samping gue lagi!!” pinta Vira dan tangannya menepuk-epuk kursi di sampingnya yang kosong. Bulan menyimpan tas ke tempat duduknya yang baru.
Lalu dia berjalan ke belakang menghampiri perkumpulan Fajar dan kawan-kawannya. Posisi Fajar duduk di meja belajar membelakangi papan tulis, sehingga dia tidak mengetahui jika Bulan menghampirinya.
Mereka masih bercanda tertawa-tawa entah apa yang mereka bicarakan tapi terlihat sangat asyik. Tiba-tiba Nendra dan Fadhil terhenti dari tawanya, raut wajahnya datar, dia menggerakkan alisnya dan tatapnya fokus pada Bulan yang semakin dekat.
“Apaan?” tanya Fajar. Dia membalikkan badannya.
“Eh Bulan, ada apa?” tanya Fajar langsung turun dari meja lalu berusaha merapikan baju dan rambutnya.
”Aku mau ngomong!” ucapnya, Bulan berjalan kembali menuju luar kelas saat dia berpapasan dengan meja yang sedang di duduki oleh Vira dia berkata.
“Vira ikut aku yuk!” ajak Bulan.
Bulan tetap berjalan yang diikuti oleh Fajar, Vira sejenak berdiam diri tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Bulan. Namun, setelah dia melihat Fajar mengikuti Bulan, dia baru memahami maksud Bulan lalu langsung berlari menghampiri mereka.
“Kenapa Jeck?” tanya Vira menepuk pundak Fajar.
“Tau,” jawabnya singkat.
Langkah Bulan terhenti di ujung lorong kelas. Suasana disana jauh lebih tenang dan sunyi tidak ada kebisingan, mungkin terdengar suara samar-samar dari dalam kelas yang sedang gaduh.
“Aku tahu apa yang terjadi pagi ini?” ucap Bulan.
Fajarandaruu celangak-celinguk tidak mengerti apa yang Bulan ucapkan.
“Tidak seharusnya kamu melakukan itu! apalagi kamu membentak bu Rossa. Bagaimana pun bu Rossa itu adalah guru kita. Kita harus beradab kepada guru! Kamu gak bisa ya bertindak seenak jidat. Kamu pikir sekolah ini milik nenekmu!?” tuturnya.
Fajar memahami apa yang dibicarakan oleh Bulan. Iya, tadi pagi lagi-lagi dia mencerca bu Rossa. Seolah dia adalah bos yang bisa mengancam anak buahnya begitu saja.
“Salah kalo aku pengen deket kamu terus?” tanya Fajar.
“Gak gitu caranya!” jawab Bulan.