Hari itu di sekolah terasa sangat sunyi, bagi Bulan. Tidak seperti biasanya yang selalu bersama Vira, Fajar dan kawan-kawannya. Dia termenung mengingat kejadian kemarin. Mungkinkah kecelakaan Fajar disebabkan olehnya.
Bulan duduk di kantin seorang diri. Dia hanya memesan segelas minuman namun tak kunjung juga meminumnya.
Dia hanya termenung memikirkan Fajar. Tiba-tiba Nendra menghampiri Bulan yang tengah duduk di bangku kantin.
Nendra memukul mejanya yang membuat Bulan sangat terkejut.
“Lu tahu. Lu itu penyebab si Jeck kecelakaan. Emang bangsa* ya lu jadi cewek!!” bentak Nendra.
Seketika semua siswa di kantin melirik ke arah Bulan dan Nendra. Tapi, Bulan hanya terdiam tak mampu berkata-kata. Dia hanya ketakutan mendengar bentakan Nendra.
“Lu itu bego atau apasih, gak habis pikir gua. Inget pesan gua jangan sok kecantikan jadi cewek!!” sambungnya.
Mata Bulan berkaca-kaca mendengar ucapan tersebut. Sangat menyakitkan baginya dan sangat memalukan hampir semua angkatan ada di kantin tersebut.
“Apa gitu cara lu ngehormatin wanita?” tanya Alief yang tiba-tiba datang.
“Gak usah ikut campur!” bentak Nendra.
Nendra begitu emosi lalu memukul Alief. Dan mereka berkelahi di kantin. Tiba-tiba Andre dan Fadhil datang lalu meleraikan mereka. Andre dan Fadhil menarik Nendra dan membawa ke tempat yang lebih tenang.
Bulan masih terdiam membisu hanya air matanya yang berbicara.
“Kamu gapapa?” tanya Alief.
Bulan berlari menuju taman belakang sekolah. Tidak begitu banyak orang disana. Dia menangis sejadi-jadinya.
“Kenapa begini ya Allah?” lirihnya dan tangisnya semakin kencang.
Alief berlari mengejar Bulan. Lalu dia memberikan selembar sapu tangan. Bulan mengambil sapu tangan tersebut lalu mengusap air matanya.
“Kalo ada yang mau di ceritain. Dua telinga aku siap untuk mendengarkan,” tawar Alief.
“Kamu itu wanita langka, wanita yang mahal namun tidak ternilai oleh rupiah. Kamu tidak perlu takut dan tidak perlu malu atas kejadian tadi. Diam kamu itu mengingatkanku pada kisah bunda Maryam,” ucap Alief.
Tangis Bulan terhenti lalu menatap wajah Alief dengan raut wajah bertanya-tanya atas apa yang ia ucapkan baru saja.
“Bunda Maryam adalah wanita suci tidak satu pun laki-laki yang pernah menyentuhnya. Saat beliau telah melahirkan Nabi Isa a.s Allah menyuruh beliau untuk kembali kepada mihrabnya di Baitul Maqdis. Saat itu semua orang berkumpul mencaci maki bunda Maryam, menuduhnya telah mengandung anak haram, dan begitu banyak caci maki lainnya. Tapi, Bunda Maryam hanya diam tidak ada satu patah kata pun yang keluar dari mulutnya. Hingga pada akhirnya Allah lah yang menjawab semua kebenarannya lewat lisan Nabi Isa kecil. Terkadang kita memang hanya butuh diam biarlah Allah yang menjawab kebenarannya.” jelas Alief.
Bulan tersenyum mendengarkan kisah yang baru saja diceritakan oleh Alief. Alief memandang Bulan yang sedang tersenyum.
“Fa bi’ayyi aalaa’i rabbikumaa tukazzibaan,” ucapnya dalam hati.
"Eh astaghfirullahalazim" sadarnya dan memalingkan wajahnya.
***
Sepulang sekolah Bulan pergi ke rumah sakit seorang diri. Meskipun ia tahu bahwa disana sudah pasti ada Nendra. Hatinya begitu gundah gulana, dia butuh waktu untuk sendiri atau untuk menghindar dari Nendra. Tetapi, disisi lain dia sudah janji pada Vira.
Setibanya di rumah sakit. Langkah dia begitu lambat ada ketakutan dalam hatinya. Dari kejauhan dia melihat Vira sedang duduk di kursi bersama Nendra, Fadhil dan Andre.
“Assalamualaikum,” salam Bulan. semuanya menjawab salamnya kecuali Nendra.
“Ngapain lu kesini?” bentak Nendra.
“Nendra!” Vira membentaknya.