“Saya nikahkan engkau ananda Muhammad Fajar Al-hafidz bin Farid Al-hafidz dengan putri saya Laila Bulan Annira Idris binti Muhammad Idris dengan mas kawin emas dan uang sebesar dua ratus lima puluh juta serta seperangkat alat salat di bayar tunai!”
“Saya terima nikahnya Laila Bulan Annira Idris binti Muhammad Idris dengan mas kawin tersebut tunai!”
“Gimana para saksi?”
“Sah!!” ucap para saksi.
“Alhamdulillah,”
Bulan masih berada di kamarnya. Matanya berkaca-kaca mendengarkan ijab kabulnya berjalan dengan lancar.
“Alhamdulillah ya Allah. Terimakasih kau sangat baik kepadaku. Terimakasih kau telah memberikan seseorang yang aku cintai untuk aku miliki,” doanya dalam hati.
Lalu Bulan diantar menuju masjid untuk menghampiri Fajar. Bulan di antar oleh bundanya dan adiknya. Untuk pertama kalinya dia bersalaman dengan Fajar dan mencium tangannya yang kini statusnya menjadi suaminya, pemimpin rumah tangganya.
“Bulan. Akhirnya elu jadi ipar gua beneran,” ujar Vira memeluk Bulan dan tangisnya tak henti.
“Perjuangan lu sampe ke negara Yaman tidak sia-sia bro. Akhirnya lu nikah sama cewek yang lu cintai dari tujuh tahun yang lalu. Selamat ya bro,” ucap Nendra.
“Gua juga bahagia lu bahagia,” sahut Andre. Lalu Nendra, Andre dan Fadhil berpelukan.
“Sekarangkan kalian udah sah. Bulan udah bisa dong di peluk sama Fajar,” timpal Fadhil.
“Peluk, pelu, peluk!” teriak mereka.