AIMER - The Night Watcher

Hazsef
Chapter #5

Takdir Hampa

Aku tak tahu apa yang menantiku esok hari. Tapi yang kutahu, kemarin adalah hari paling membahagiakan dalam hidupku. Untuk sesaat, aku kembali merasakan hangatnya kebersamaan keluarga.

Terlepas dari hal-hal buruk yang menimpaku, ada banyak kenangan indah yang melekat. Karena itu, tak peduli apa yang orang lain katakan, bagiku, dia tetaplah sosok seorang ayah yang selalu kuhormati.

Kemarin, aku mengunjungi ayahku. Hari ini, aku kembali ke sana bersama Paman Banin. Lalu besoknya lagi, dan begitu seterusnya sampai pada kunjungan kelima, tempat pertemuan kami akhirnya berganti, dari sel ayahku... ke sebuah aula yang biasa digunakan untuk kunjungan umum.

Sejak saat itu, hari-hariku terasa berbeda. Kami bercerita tentang banyak hal, dari kehidupan sekolahku, hingga keseharian di rumah Paman Banin dan Bibi Lara.

Meski kedekatan kami masih terpisah jarak dan tembok tinggi berlapis kawat berduri, aku yakin suatu hari nanti... kami bisa hidup bersama lagi. Tanpa dinding. Tanpa pagar pembatas. Hanya ada aku, ayah, nenek, paman, dan bibi, dalam satu rumah yang damai. Setidaknya... itulah yang kupercayai. Sampai hari itu datang.

 

[23 Juni 2023] Lapas X-1.0, Kabupaten Malren – 8:32 WIB

Matahari pagi bersinar cerah. Pepohonan melambai pelan. Tapi tiba-tiba, sirene meraung, disusul dentuman lonceng dari menara penjaga, seketika memecah ketenangan. Suaranya nyaring, menggema ke seluruh penjuru, diperkuat pengeras suara.

Kerumunan penjaga berseragam hitam mendadak kalang kabut, seperti sekawanan lebah yang sarangnya diusik. Tujuan mereka hanya satu, untuk menemukan dalang di balik kekacauan itu.

“Perhatian seluruh unit penjaga! Tutup seluruh pintu keluar! Tahanan bernomor 303, yang dijadwalkan dieksekusi mati hari ini, mencoba melarikan diri! Segera lapor jika terlihat! Jangan sampai lolos!”

Pengumuman itu disiarkan ke segala penjuru Lapas X-1.0. Di salah satu lorong sempit, seorang pria berlari sambil terus menoleh ke belakang, seakan sedang dikejar malaikat maut.

Lalu dari persimpangan jalan di belakangnya, sosok hitam yang misterius mengejarnya. Ia memiliki gigi-gigi lancip yang terhunus, dengan lidah menjulur dan air liur yang menetes keluar. Mendekat dengan cepat layaknya bayangan.

Ya, itu adalah seekor anjing pelacak. Matanya menyala tajam, kukunya sesekali mencuat dari kulit berbulu hitamnya yang berotot, memancarkan naluri membunuh.

Tak ada pilihan selain menyelamatkan diri. Adrenalin yang terpacu oleh rasa takut dan putus asa, perlahan mendorong pikiran dan emosi buronan itu… hingga jatuh ke titik yang cenderung irasional.

"BERHENTI! JANGAN LARI!!” teriak seorang penjaga, diikuti rekan-rekannya.

“Jangan biarkan dia kabur!” seru yang lain.

Pengejaran itu, kemudian mengarah ke sebuah pintu dengan celah terbuka yang menghubungkan akses ke aula publik, tempat Basel biasa menghabiskan waktu bersama ayahnya.

“SESEORANG... TANGKAP ORANG ITU!!” teriak seorang petugas tampak panik.

Lihat selengkapnya