[24 Agustus 2025] Universitas – 6:52 WIB
Dari hitam pekat, menjadi kuning kebiruan. Atap semesta yang seolah tidak mengenal batas, kini mulai menampakkan keindahannya di antara gumpalan selendang jingga nan keputihan. Kesunyian malam yang menenangkan, perlahan berubah menjadi kebisingan pagi yang menyegarkan. Sorak-sorai kicau burung dan beragam makhluk hidup lainnya, menaungi segala aktivitas yang menghidupkan semangat pagi. Tak terkecuali bagi kedua insan muda yang salah satunya sedang heboh akibat dilanda dilema dan trauma.
“BAASEEEELLLL!!!!!” teriak Ayana cukup kencang, berlari mendekat ke arah Basel dari kejauhan dengan wajah cemberut. Tampak ia sedang kesal dengan kelakuan Basel kemarin malam, hingga langsung memukul-mukul Basel dengan tas selempang kulitnya yang berwarna coklat, begitu ia sampai di hadapannya.
“Hmm? Aya?! Aduduh?! Ampun! Ampun!” erang Basel yang kaget dan jadi panik akibat dihantam oleh tas Ayana yang ternyata cukup berbobot.
“Kenapa-kamu-nyebelin-banget-sih?!” kata Ayana kesal, mengucapkan kalimat yang seirama dengan ritme tas yang ia gebukan ke Basel.
“I-iya deh maaf! Kemarin aku iseng doang,” jawab Basel memelas, kedua tangannya diangkat seperti orang yang ditodong pistol, guna meredam daya hempas dari tas Ayana.
“Ya tapi nggak gitu juga kali! Tau nggak? Gara-gara kamu ngirimin gambar itu, aku jadi gak bisa tidur nyenyak. Bahkan sampek minta Bunda buat nemenin aku ti-” ujar Ayana kesal, mengutarakan seluruh isi hatinya akibat keusilan Basel tadi malam.
Ayana yang pada dasarnya takut dengan hal-hal yang berbau mistis, tiba-tiba saja dikejutkan dengan video jumpscare sosok pocong yang sedang tertawa, usai mengira ia akan ditembak oleh Basel. Maka, wajar saja jika Ayana merasa syok, hingga mau tak mau ia pun merengek minta ditemani tidur oleh "sang ibunda tercinta". Cukup memalukan tentunya, hingga ia pun hampir keceplosan mengungkap "aib" miliknya sendiri pada Basel.
“Hmm … minta 'Bunda' buat apa hayoo?” goda Basel memotong kalimat Ayana sambil menyeringai antusias, terkesan menyebalkan, terutama bagi Ayana yang punya harga diri tinggi.
“E-enggak kok! Maksudnya aku minta tolong bunda buat nemenin aku benerin HP aku yang gak sengaja kelempar kemarin,” jawab Ayana mengelak sindiran Basel.
“Ooh ... jadi saking takutnya, kamu sampek ngebanting HP sendiri? Terus karena gak berani di kamar sendirian, makannya kamu sampek minta ke 'ibunda tercinta' buat nemenin kamu ... Ouch?!” tutur Basel blak-blakan, hingga membuat Ayana panik, karena dugaannya ternyata sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Ayana pun reflek menyambar wajah Basel dengan tas miliknya, bahkan sebelum Basel menyelesaikan kalimatnya.
“Tauk ah!” ucap Ayana kesal, lalu dengan cuek pergi meninggalkan Basel.
“Hmm, dasar cewek,” pikir Basel prihatin, menggeleng-gelengkan kepalanya menanggapi kelakuan Ayana yang begitu emosional. Namun, ia tak ambil pusing, memilih untuk tak terlalu menghiraukannya dan bersikap normal seperti tidak terjadi apa-apa.
Percakapan kecil itu membuka lembaran baru di pagi hari sebelum kelas dimulai, kemudian berakhir lancar selang beberapa jam setelahnya. Sementara Ayana yang sebelumnya hanya diam cemberut selama sesi perkuliahan berlangsung, kini mulai beranjak dari tempat duduknya, lalu mendatangi Basel yang kala itu sedang sibuk merapikan alat tulisnya.
“Bas ....” Sapa Ayana dengan nada agak lirih.
“Oitt? Eh, Aya! Kirain masih ngambek,” goda Basel agak cuek, coba menyindir Ayana yang tadi mencampakkannya, usai melampiaskan emosinya habis-habisan. Tampaknya, tak ada kata "kapok" dalam kamus Basel.