[15 November 2025] Kantin Fakultas MIPA, Universitas Malren – 12:20 WIB
Tepat saat kompas waktu mulai membentuk sudut 120 derajat dari timur ke utara, keramaian kota mulai nampak, menuntun tiap insan agar kembali beraktivitas di hari yang cerah. Sementara ruang-ruang belajar yang sepi, kini mulai dipadati calon generasi penerus bangsa.
Di sanalah, Ayana berada, sedang berjalan mondar-mandir sambil sesekali melihat ke sekelilingnya. Wajahnya tampak bingung, seolah berusaha mencari sesuatu miliknya yang hilang. Tak lama, muncul dua gadis sebaya yang berjalan santai dengan riang menghampiri Ayana yang tingkahnya cukup menarik perhatian.
“Hai Aya ....” Sapa seorang gadis bernama Diana Arumi, lebih akrab dipanggil "Diana" atau hanya "Ana". Rambut hitamnya yang panjang dengan bando polos merah muda, menghiasi parasnya yang cantik lagi tinggi semampai.
Ia memancarkan aura keanggunan alami dari seorang gadis muda yang tak kalah cantik dari Ayana, hanya saja ia lebih kalem. Tak jarang, Diana kerap kali menjadi incaran para lelaki bujang yang sedang mencari cinta setelah Ayana. Namun tak ada satu pun yang berhasil meminang hatinya.
“Kenapa Ay? Kok kamu keliatan kayak bingung gitu sih?” sahut sosok gadis lain yang terlihat akrab dan ceria, penasaran dengan gelagat aneh Ayana yang mencurigakan.
Namanya Della Edenia, atau biasa dipanggil "Della" oleh Ayana. Sosoknya santai, rambutnya sebatas bahu, paras cantiknya hampir setara Diana, hanya saja cara bicaranya cukup blakblakan, hingga terkesan agak tomboi.
“Del, kamu lihat si Basel nggak?” tanya Ayana pada Della.
“Ah, nggak tuh Ay, kenapa? Kangen ya ditinggal Mas Basel tercayang?” goda Della sambil tersenyum. Tampak ia begitu tertarik dengan gelagat Ayana yang seketika berubah menjadi salah tingkah, akibat candaan kecilnya.
“Hah? E-enggak! Aku cuma penasaran aja!” elak Ayana beralasan, wajahnya mulai memerah, hingga membuat Della dan Diana pun makin bersemangat untuk menggoda Ayana yang sedang menggambarkan isi hatinya secara tidak sadar. Sayang jika dilewatkan.
“Ciee ... yang lagi jatuh cinta,” sindir Diana yang mulai ikut-ikutan menggoda Ayana.
“Iiih … apaan sih?!” kata Ayana mulai risih.
“Ciee ... ciee ....” Goda kembali Diana yang kali ini juga diikuti oleh Della, hingga membuat Ayana sampai kehabisan kata-kata, sejalan dengan kesabarannya. Wajahnya kian memerah, entah karena malu atau marah, atau mungkin keduanya.
Karena kesal, Ayana kemudian mengambil sedikit sambal yang ada di meja makan terdekat, satu di telunjuk kanan dan satu di kiri, lalu memoleskannya langsung ke mulut Della dan Diana.
Diana masih bisa bertahan, tapi Della yang tak kuat pedas, akhirnya mulai merasakan sensasinya. Sebuah sensasi panas tak tertahankan pada reseptor pengecap rasa di bibirnya yang bereaksi terhadap sambal ulek olesan Ayana.
“Aah-aduduh?! Ay, pedes Ay!! Ay?!” erangnya panik karena kepedasan.
“Makan tuh 'ciee'!” kata Ayana cuek. Tampak ia kesal setelah Della dan Diana menggodanya dengan membawa-bawa nama Basel.
Setelah puas, Ayana pun langsung pergi meninggalkan kedua temannya yang sedang panik karena rasa pedas. Della sempat coba memanggil Ayana untuk meminta bantuan, namun tidak dihiraukan.