[16 November 2025] Apotek Lara Kencana – 11:52 WIB
Matahari membumbung tinggi, kulit pun mulai terasa perih. Bagaimana ilusi magis fatamorgana, mulai terlihat seperti deburan ombak di tepi pantai, menari-nari cantik di atap kendaraan roda 4 yang memenuhi ruas jalan, menandakan betapa teriknya suasana siang itu.
Kendati demikian, bukannya berkurang, jalanan malah kian padat. Menyisakan lebih sedikit ruang bagi pikiran untuk sekadar berelaksasi, tak terkecuali untuk Basel dan Ayana, yang sedang terjebak macet di jalanan utama yang lumayan padat.
Merasa tak nyaman, Basel pun berinisiatif untuk mengambil "jalan tikus", melewati jalanan kampung yang tak terlalu ramai pengendara, meskipun harus sedikit memutar.
Hal ini ia lakukan, usai mempertimbangkan si Ayana yang asal ikut tanpa mengenakan helm. Tampaknya, ia tak ingin mengambil risiko untuk ditilang dan ... yah, sebenarnya itu tidak patut dicontoh. Karena, keamanan tetap nomor satu.
Singkat cerita, setelah mencoba meliuk-liuk dan melewati beberapa ruas jalan, Basel dan Ayana akhirnya dapat melepas penat setibanya di apotek pribadi milik Bibi Lara yang bernama "Apotek Lara Kencana".
Usai memarkir motor, Basel segera masuk ke dalam apotek, diikuti Ayana yang memang berniat membantu. Ketika membuka pintu, terlihat seorang ibu-ibu yang biasa dipanggil Basel dengan sebutan "Bi Inah", kebetulan sedang merapikan rak obat di etalase.
"Assalamu'alaikum!" sapa Basel ramah.
"Wa'alaikumsalam. Eh, ada Basel! Oh, sama pacarnya ternyata," balas Bi Inah dengan nada sarkas, dahinya mengerut, kedua alisnya terangkat, seperti mencurigai sesuatu. Sementara Basel, yang merasa ada keanehan dalam tatapan Bi Inah, lantas tak tinggal diam.
"Bukan! Dia temen kuliah aku Bi, namanya Ayana. Hari ini dia mau bantu-bantu kita jagain apotek," sanggah Basel menjelaskan, lalu memperkenalkan sosok Ayana yang berdiri di sisi kanannya. Namun, tentu penjelasan itu tak cukup untuk menyurutkan bibit kecurigaan yang melekat di benak Bi Inah.
"Temen apa temen ...?" goda Bi Inah lebih intens. Kepalanya agak terangkat, mulutnya tersenyum, alisnya naik, sedangkan matanya menatap tajam ke arah keduanya, membuat suasana seketika jadi canggung. Basel hanya bisa menghela napas, sementara Ayana tampak tersipu malu, tersenyum kecil sambil sesekali menatap ke arah Basel.
Tak perlu menekannya lebih jauh. Hanya dari melihatnya saja, Bi Inah sudah paham, sejauh mana hubungan romansa Basel dan Ayana. Tak lama berselang, Basel pun segera mengalihkan pembicaraan, sebelum situasinya menjadi semakin runyam.
"Umm ... pokoknya gitu dah. Ya udah Bi, Basel mau naruh barang bawaan dulu yakk. Sekalian entar mau nyortir obat yang baru sama yang lama. Ay, tak tinggal bentar ya!" ujar Basel tak ingin ambil pusing, lalu hendak pergi meninggalkan Ayana bersama Bi Inah.
"Ah, aku ikut Bas!" pinta Ayana sedikit panik, karena tak ingin ditinggal sendiri.
"Kamu sini aja ya, temenin Bi Inah tuh! Biar ada temen ngobrol," ucap Basel santai, coba menenangkan Ayana.