Berawal dari pembahasan insiden pingsannya Ratih, teman Fatimah yang juga gila makan, pembicaraan kemudian berlanjut ke akar permasalahan tentang bunga ungu misterius yang dijelaskan secara antusias oleh Bibi Lara.
“… tumbuhan semak dengan bunga ungu yang sepintas mirip lavendel ini, nyatanya sanggup membinasakan tumbuhan lain yang hidup di dekatnya. Sistem perakarannya sangat kuat dalam menyerap air termasuk zat hara, sehingga mampu mendominasi tumbuhan lain di dekatnya. Inilah yang menyebabkan daerah di sekitarnya mengalami kekeringan dengan cepat.” Terang Bibi Lara menerangkan, kali ini membahas karakteristik dan dampak bunga ungu nan cantik bernama Verbena tersebut.
Sementara di sisi lain, percakapan antara Basel dan Pak Anva yang sedang asyik membahas tentang sesuatu yang lain pun terus berlanjut.
“A-apa? Apa maksud kamu dengan ‘saya juga’?” tanya Pak Anva kebingungan.
“Yah, abis gimana lagi? Dulu dia ngakunya itu guru biologi, dan juga ... apoteker.” Ujar Basel mengonfirmasi profesi ganda yang dimiliki bibinya. Mendengar hal ini, tentu saja Pak Anva jadi tambah penasaran dengan alur pembicaraan yang makin menarik itu.
“T-tunggu dulu! Jadi selain ngajar, bibi kamu juga kerja di apotek?” tanya Pak Anva memastikan.
“Oh, tidak! Dia yang punya, Pak.” Jawab Basel sekenanya.
“Ooh … Eh? Apa?!” sontak mata Pak Anva membulat, terkejut atas pernyataan tersebut.
“Saya yang biasanya jaga, hehe,” sambung Basel menambahkan.
“Aah … saya paham sekarang!” ucap Pak Anva sambil tersenyum mencurigakan, akhirnya menangkap maksud Basel. Namun tak sampai beberapa detik, tiba-tiba Bibi Lara langsung datang menghampiri, lalu seketika menjitak kepala Basel dan juga Pak Anva secara bergantian.
“Kalo ada orang lagi ngomong, dengerin napa!” ujar Bibi Lara tampak emosi, terlihat dari wajahnya yang agak cemberut, seraya mengacungkan telunjuknya ke arah dosen dan mahasiswa tersebut.
“M-maaf!” jawab Basel dan Pak Anva serentak, dengan kepala sedikit tertunduk.
“Bas, galak amat tuh orang?” tanya Pak Anva dengan nada setengah berbisik.
“Maklum Pak, dari dulu dia emang suka ngambek kalo dicuekin pas lagi ngomong,” ujar Basel menjelaskan watak asli dari bibinya yang agak galak, meskipun alasan beliau marah memang masuk akal.
“Oh, gitu ya. Eh, ngomong-ngomong, Bas ....” bisik Pak Anva kembali menyambung percakapan kecil mereka, membahas sesuatu yang lebih ‘pribadi’.
“Hmm?” respons Basel datar tanpa menolehkan wajahnya ke arah Pak Anva.
“Kapan-kapan kalo saya beli sesuatu di apotek kamu … ntar kasih diskon yak?” terang Pak Anva yang blakblakan menerangkan motif terselubungnya.
Basel pun menoleh sejenak, kemudian coba menanggapi permintaan dosennya itu dengan santai. Ia sedikit memutar otak, lalu ganti memberikan penawaran lain yang tak kalah liciknya dengan apa yang disampaikan Pak Anva.
“Boleh aja Pak, asal nilai saya jangan dikasih diskon ya?” balas Basel dengan sigap dan cepat, lalu melirik Pak Anva sambil tersenyum.
Mendengar hal ini, sontak Pak Anva pun bingung, sedang menimbang-nimbang kembali penawaran yang dianggap Basel sepadan. Sementara di sisi lain, Bibi Lara tampak antusias, serius memikirkan dampak dari bunga Verbena yang sebelumnya telah dikonsumsi Ratih.
“Memang dampaknya terhadap lingkungan sekitar itu cukup membahayakan. Tapi saya baru dengar ada orang yang coba mengonsumsinya,” Ujarnya tampak serius, mencoba mencari solusi. Namun di sisi lain, beliau juga heran, bagaimana ada orang yang berani memakan sesuatu yang asing secara langsung.
Sementara tepat di belakangnya, pasar gelap yang terbentuk secara diam-diam antara Basel dan Pak Anva, kini sedang sibuk melakukan tawar-menawar dengan sengit.