Kecurigaannya akan cairan putih halus seperti asap rokok di dasar tepian Danau Kumba membuat Basel tampak serius, berspekulasi adanya kandungan zat selain H2O. Sementara di sisi lain, Katong tampak kegirangan seraya berkata, “Wah! Pas banget nih lagi haus!” ujarnya dengan mata berbinar penuh antusias.
Wajar saja, dengan badan proporsionalnya yang tumbuh ke samping, mengharuskannya memakai energi ekstra untuk beraktivitas. Selain itu, produktivitas keringat yang berlebih tentu makin membuatnya lebih rentan dehidrasi. Ia pun harus menyesuaikan kondisi tubuhnya yang lebih cepat merasa letih dan lelah dibandingkan dengan yang lain, dengan banyak minum air.
Meski begitu, bukan berarti yang lain juga tidak merasa demikian, seperti halnya Ayana. Entah kenapa, tubuhnya terlihat letih dan lemas, seolah tak sanggup berjalan lagi. Wajahnya yang tampak pucat kini dipenuhi keringat yang mengalir deras dari atas kening sampai bawah dagunya, berguguran satu demi satu, layaknya tetesan air hujan dari langit.
“Hah, hhh, hahh... Air? Hahh, aku juga—” ujar Ayana dengan napas terengah-engah, seolah ia sudah benar-benar mencapai batasnya.
Mengetahui hal ini, Basel yang kebetulan berada di dekatnya langsung berinisiatif memberikan persediaan air miliknya, karena ia merasa ada yang tidak beres dengan air danau tersebut.
“Ambil punyaku,” celetuk Basel sambil menyodorkan persediaan minumnya yang masih tersisa separuh botol kepada Ayana, kemudian lanjut mengamati air di tepian danau itu. Wajahnya tampak serius, seperti ada sesuatu yang mengusik perhatiannya, hingga membuat Ayana mulai bertanya-tanya, apa yang sebenarnya sedang dipikirkan oleh Basel.
“Bas?” panggil Ayana agak lirih, heran melihat sikap Basel yang tidak biasanya.
Sementara itu, Katong, yang sedari tadi tak sabar mencicipi kesegaran air danau itu, sontak bergegas mengambil botol minumnya yang kosong dan mulai menciduk, "Air, air... uuhh, kayaknya segar sekali!" gumamnya tampak senang.
Mengetahui hal ini, Basel pun sigap mencegah teman sekelasnya itu yang hendak meminumnya, “Tong, jangan minum airnya!” teriak Basel mengingatkan.
“Eh, napa Bas?! Gak tau orang lagi haus apa?” protes Katong agak kesal, karena tiba-tiba ada orang yang mencegahnya untuk sekadar melepas dahaga.
“Perhatikan!” ucap Basel pelan, seraya mengambil batu seukuran tiga kali kepalan tangan orang dewasa, kemudian langsung menjatuhkannya ke dasar tepian danau.
Sedetik kemudian, buih-buih pun muncul usai terkena dampak dari batu yang ia jatuhkan, memperlihatkan kemunculan zat putih aneh yang mencurigakan.
“Hah? Itu apaan, Bas?” tanya Katong bingung, alisnya mengerut, matanya menatap tajam ke arah riak air bekas batu yang dijatuhkan Basel.
“Besar kemungkinannya... ini triclosan,” tebak Basel curiga, menyebut istilah zat putih aneh yang bergoyang-goyang dari dalam dasar air tersebut. Mendengar hal ini, Katong pun bingung, lantaran baru pertama kali mendengar istilah tersebut.