Pertarungan sengit sebelumnya, berakhir membuat Basel bertekuk lutut, usai mendapat tembakan di dada kirinya, membuat situasi jadi semakin runyam tak terkendali.
Meski terdengar suara seperti tembakan disertai benda-benda yang berjatuhan, namun sebagian besar masih belum mengetahui lokasi pasti di mana penembakan itu terjadi, sehingga membuat orang-orang berlarian tak tentu arah demi mencari tempat berlindung yang lebih aman.
Hauzan pun berjalan mendekati Basel yang masih terduduk di trotoar, lalu kembali mengacungkan pistolnya, kali ini ke arah kepala Basel. Lalu, Ayana yang melihat adegan itu, sontak merasa panik. Matanya terbelalak, menyaksikan bagaimana pujaan hatinya ditembak hingga tumbang, dan kini kembali ditodong di bagian kepalanya.
Dalam suasana hingar bingar yang mencekam, Ayana mencoba bangkit dan berusaha menggapai Basel. Akan tetapi, kepanikan massal yang melanda orang-orang sekitar yang berlarian tak tentu arah, menghalangi jalannya.
Beruntung, tekadnya yang kuat, bagaikan bara api yang tetap menyala dalam derasnya air hujan, menolak untuk menyerah. Meskipun hatinya bergejolak, dipenuhi rasa penyesalan mendalam, selain kecemasan akan kehilangan sesuatu yang berharga baginya.
"Kenapa? Setelah kupikir bahwa kami akhirnya makin dekat, kenapa jadi begini? Sepertinya, memang ada banyak hal yang belum kutahu tentangmu. Meski begitu, aku tetap pingin ngelakuin sesuatu buat kamu," batin Ayana berkecamuk.
"Aah … aku gak peduli lagi gimana tanggapan yang lain nanti. Mau dibenci seumur hidup pun gak masalah. Habisnya … kalau aku gak ngelakuin sesuatu sekarang, aku pasti bakal menyesal seumur hidup nanti!” pikir Ayana, yang justru kian menambah rasa cinta dan kasih sayangnya pada Basel.
Walau begitu, tekad saja tidak cukup. Dibutuhkan adanya kerja keras dan usaha setimpal, demi mewujudkan harapan kita agar menjadi nyata. Ayana yakin akan hal itu, namun tetap saja dirinya tak berdaya menghadapi dorongan orang-orang yang ketakutan, hingga berakhir membuatnya terjatuh.
Sementara itu, Hauzan sudah menarik pelatuknya, namun ketika hendak melepaskan tembakan, tak disangka ternyata ia kehabisan peluru. Hauzan pun kesal, lalu tanpa pikir panjang, segera membuang senjatanya entah kemana, meninggalkan Basel yang baru saja ditembaknya begitu saja, berpikir bahwa mungkin itu sudah cukup untuk membunuh targetnya.
Namun, apa yang lebih mengejutkan adalah, bahwa peluru yang menembus dada kirinya melalui jaket, ternyata tertahan oleh casing HP Basel yang telah dilapisi dengan pelindung unik berbahan dasar logam khusus yang baru saja dibelinya beberapa waktu lalu bersama Ayana.
Ya, dan benar saja. Peluru kaliber 9 mm milik Hauzan, tertancap kuat di ponselnya, tertahan oleh casing unik itu, hanya menembus sekitar 1 mm. Basel pun bersyukur, telah melapisi ponselnya dengan casing tersebut. Karena jika tidak, maka tentu hasilnya akan berbeda.
Tak lama setelahnya, Basel pun kembali menguatkan tekadnya demi membalaskan dendam ayahnya pada Hauzan. Amarah dan kebencian mendalam, kembali membara di matanya. Secara tak sadar, Basel pun mulai meremas ponselnya, lalu seketika melemparkannya entah kemana dan berlari sekuat tenaga untuk mengejar Hauzan.
Suasana pun berubah kacau balau. Mulai dari anak-anak, hingga orang dewasa, entah itu pria atau wanita, meski kata-kata yang terucap berbeda-beda, namun suara hati mereka seolah sama, bersinkronisasi satu sama lain. Memancarkan sinyal untuk mencari tempat berlindung.
Lalu di antara semua itu, tiba-tiba ada sesuatu yang menarik perhatian Ayana. Sebuah ponsel yang tergeletak dengan peluru yang masih menancap, kini terpampang jelas di hadapannya. Tepat di pojok atasnya, terdapat sebuah ikatan tali kecil berwarna biru muda yang dikaitkan dengan sebuah benda putih yang berbentuk seperti burung merpati, hanya saja salah satu sayapnya telah patah.