[5 Januari 2026] Bangunan Tua – 15:35 WIB
Bayangan telah melewati masa di mana ia telah melampaui titik terendahnya. Dalam teriknya sinar mentari yang cerah kala itu, di sebuah bangunan tua yang misterius, jauh dari hiruk pikuk Kota Malren, terdapat beberapa orang yang tampak sibuk mengadakan pertemuan misterius yang gelap, segelap hati mereka yang kontras dengan pikirannya yang penuh perhitungan. Udara pengap dan bau debu bercampur aroma aneh memenuhi ruangan, menambah kesan suram pada transaksi ilegal yang akan berlangsung itu.
“Jadi, bagaimana? Apa barangnya sudah siap?” tanya seorang pria bertubuh gempal berinisial DD, suaranya serak namun penuh otoritas, matanya menatap tajam ke arah lawan bicaranya, pengedar berinisial AD.
“Tentu! Sesuai kesepakatan!” jawab pengedar berinisial AD, alias Amkrun Durta, seringai tipis terukir di bibirnya, mengisyaratkan kepuasan akan kesepakatan tersebut.
“Bagus! Kalau begitu, sesuai perjanjian kita sebelumnya. Ini uangnya, Rp 100.000.000, silakan diambil!” angguk DD pelan, lalu mendorong sebuah koper hitam mengilat berisi tumpukan uang tunai ke arah AD di atas meja yang usang.
“Oke, saya cek dulu!” AD segera membuka koper, matanya berbinar melihat lembaran-lembaran rupiah yang tertata rapi. Jari-jemarinya dengan cepat menghitung dan memeriksa keasliannya.
“Oke, semuanya pas!” seru AD sambil tersenyum puas, lalu menutup koper itu dengan cepat, seolah takut ada yang melihat.
“Senang berbisnis dengan Anda, tuan-tuan!” ucap DD sembari mengulurkan tangan, menjabat erat tangan AD dengan senyum licik.
“Beritahu aku lagi kalau ada barang bagus yang lain,” lanjut DD tampak senang, matanya berbinar penuh minat, menanti peluang yang lebih besar.
“Oh iya, ngomong-ngomong soal barang bagus ... kami punya satu di sini!” kata AD, suaranya merendah penuh misteri, sambil menunjuk ke arah belakang, di mana Ayana telah dijaga oleh dua orang pria berbadan kekar. Ayana meringkuk di sudut, tangan terikat kuat di belakang punggung, dan mulutnya dilakban rapat, matanya memancarkan ketakutan yang mendalam.
“Waahh ... ini ... masterpiece!” komentar DD, matanya membesar penuh nafsu, menatap Ayana dari ujung rambut hingga kaki, seolah ia adalah barang dagangan paling berharga. Senyumnya semakin lebar, menunjukkan betapa bejatnya dia.
“Melihat dari tampangnya, sepertinya ... dia masih perawan. Jadi, siapa dia?” tanya DD, nada suaranya mengancam, pandangannya tak lepas dari Ayana.
“Entahlah, kami hampir menabraknya di tengah jalan tadi. Tapi tak disangka, kebetulan dia melihat barang kami di dalam mobil. Jadi, karena panik dan takut ketahuan, maka kami bawa saja dia sekalian,” jawab salah satu bawahan AD, suaranya datar, menjelaskan detail penculikan Ayana tanpa sedikit pun rasa bersalah.
“Hmm, meskipun kebetulan, tapi yang satu ini benar-benar tipeku. Jadi, apa yang akan kau lakukan? Apa kau akan menjualnya? Kalau kau melakukannya, aku akan membayarmu dua kali lipat dari biaya transaksi kita sebelumnya. Bagaimana?” tawar DD, matanya berkilat gembira, mengangkat kedua alisnya, mengetahui tawarannya akan sulit ditolak.