[5 Januari 2026] Bangunan Tua - 17:20 WIB
Ayana telah dijemput pulang oleh keluarganya. Para pelaku yang diduga terlibat dalam transaksi jual-beli barang ilegal itu pun telah selesai diringkus oleh para aparat penegak hukum.
Sementara di sisi lain, keadaan lokasi para kriminal yang serba kacau itu, membuat Detektif Aftar merasa sedikit aneh. Matanya memindai setiap sudut ruangan yang berantakan, seolah mencari potongan teka-teki yang hilang.
Pasalnya, keadaan para buronan yang mereka kejar pada kala itu, sama persis seperti kejadian aneh sebelum-sebelumnya, hanya saja skalanya saat ini lebih besar, seketika menimbulkan kecurigaan akan satu sosok yang tidak terduga.
"Ini ... jangan-jangan ...." Pikir Detektif Aftar, alisnya berkerut dalam, seakan tak percaya, lalu mulai merogoh ponselnya dari dalam saku jubahnya. Ketika ia membuka satu aplikasi tertentu yang terlihat seperti peta, tiba-tiba ada satu titik yang berkedut hijau di layarnya. Lokasinya pun tidak jauh, tidak sampai 1 km dari tempatnya saat ini.
"Ah ... begitu ya. Jadi, dia sudah kembali," batinnya dalam hati. Kemudian, mata Detektif Aftar pun menyipit tajam, lalu mulai memanggil nama seseorang.
"Kapten!" panggil Detektif Aftar, suaranya tegas, menarik perhatian Kapten Dandy yang sedang sibuk mengawasi anggotanya.
"Iya, Pak?" Kapten Dandy menoleh, langkahnya sigap mendekat.
"Kemari sebentar! Aku ada permintaan kecil untukmu!" jawab Detektif Aftar, lalu membisikkan sesuatu di telinga Kapten Dandy.
Beberapa saat kemudian, mata Kapten Dandy mendadak terbelalak. Entah apa yang disampaikan oleh Detektif Aftar, namun sepertinya itu cukup penting dan mengejutkan. Kapten Dandy mengangguk cepat, raut wajahnya berubah serius, seolah baru saja menerima perintah rahasia yang krusial.
Sementara itu, Basel, sebagai dalang di balik keberhasilan operasi kali ini, yang mampu menggagalkan rencana transaksi ilegal tersebut, sedang berjalan dengan santai menuju ke titik lokasi awal, di mana ia pertama kali memarkir kendaraannya. Udara sore yang hangat, menyapu wajahnya, namun pikirannya masih penuh perhitungan.
Namun di tengah jalan, tiba-tiba ia dihadang oleh 4 orang petugas kepolisian yang kebetulan sedang berjaga di area tersebut. Mereka berdiri tegap menghalangi jalannya.
“Selamat sore!” sapa salah seorang petugas, nadanya ramah namun tegas. Dialah Kapten Dandy, yang entah bagaimana, malah berjaga di sana untuk mengamankan area sekitar.
“Sore, Pak!” balas Basel dengan tenang, menghentikan langkahnya.
“Mohon maaf, area ini sekarang sedang dalam lingkup penjagaan petugas kepolisian. Karena barusan, telah dilakukan penggerebekan terhadap terduga para pelaku sindikat perdagangan narkoba jenis sabu di bangunan tua yang ada di sebelah sana." Tutur Kapten Dandy sembari menunjuk ke arah bangunan tua tempat Basel tadi melancarkan aksinya.
"Jadi, kami harap pengertian sodara untuk segera menjauh dan meninggalkan area ini,” imbuhnya masih dalam nada pelan, namun tegas.
“Oh, gitu ya. Umm, tapi Pak ....” Ujar Basel, menunjukkan sedikit keraguan, seolah ada yang ingin ia sampaikan.
“Ada apa?” tanya Kapten Dandy dengan tatapan menyelidik.
“Anu, itu Pak, sepeda motor saya tadi saya parkir di sana,” tunjuk Basel ke sebuah tanah lapang kecil yang tertutup oleh semak dan pepohonan.
“Sepeda motor? Yang mana? Boleh saya lihat STNK-nya?” tanya Kapten Dandy ingin memastikan.
“Ini, Pak! Sepeda motor saya yang warna item. Oh iya, ada helmnya juga warna item,” Basel menyerahkan STNK-nya dengan tenang, matanya tak menunjukkan kekhawatiran.
“N 8196 PB, sepeda motor hitam atas nama ... Mas Alpha?” Kapten Dandy membaca nama di STNK, alisnya sedikit terangkat.
“Basel, Pak! Itu nama panggilan saya,” jawab Basel santai, ekspresinya datar.
“Oke, sepeda motor hitam dengan nopol N 8196 PB atas nama Mas Basel, benar?” tanya Kapten Dandy, kembali memastikan.
“Benar, Pak!” angguk Basel membenarkan.